Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku "The Path: Fire on the Mountain")
BAB DELAPAN
TANTANGAN (2)
Kami semua masih merenungkan apa yang dikatakan Elia. Ada keheningan yang lama, tapi bukan sesuatu yang canggung — itu suasana yang suci. Hadirat Tuhan begitu besar sehingga kami hanya ingin menikmati Dia. Setelah sekian lama, Mark berbicara:
“Tuhan membangun tempat tinggal pertama-Nya di antara manusia di padang belantara bersama anak-anak
Israel. Di sinilah Dia membangun tempat tinggal-Nya di antara kita."
“Mengapa Dia datang begitu saja kepada kita seperti itu, di sini dan sekarang?” seseorang bertanya.
“Karena kita berbicara tentang kasih-Nya,” jawab Mary yang lebih tua. "Pewahyuan yang sesungguhnya tidak ada dalam kata-kata, tetapi dalam apa yang kita rasakan — kasih-Nya bagi kita. Dia bersama kita. Dia mencintai kita."
“Dia bersama kita sepanjang waktu, kita tahu, tapi itu sangat berbeda ketika Dia datang di tengah-tengah kita seperti ini,” orang lain menimpali.
“Ini adalah kehadiran-Nya secara nyata,” seseorang menambahkan. “Dia bersama kita sepanjang waktu, tapi Dia tidak selalu memanifestasikan Dirinya seperti ini. Berada bersama-Nya di hadapan-Nya tidak seperti yang berada di tempat lain manapun. Untuk itulah kita diciptakan — untuk tinggal bersama-Nya, untuk mengenal persekutuan istimewa dengan-Nya.”
Kami harus berhenti. Karena memang tidak mungkin untuk terus berjalan. Anggota yang lainnya berkumpul di sekitar, kami berdoa dan menyembah untuk waktu yang lama. Tidak ada yang mau pergi. Banyak air mata
mengalir. Lalu ada tawa. Tidak ada lelucon, hanya kegembiraan. Kami semua sepertinya tahu pada saat bersamaan bahwa kami harus mulai berjalan lagi. Kami semua baru saja bangun dan mulai.
“Apakah engkau merasa diperbarui lagi?” tanya William. “Ini bahkan lebih baik dari air hidup. Aku tidak tahu apakah aku pernah merasa sebaik ini."
“'Dia adalah Roh yang menghidupkan, yang akan menghidupkan tubuh fana kita',” seseorang mengutip.
“Itulah yang Raja Daud sebut sebagai 'persekutuan manis' yang mereka alami dalam Bait Tuhan," yang lain menimpali. "Tidak ada yang seperti itu. Itulah mengapa Daud arus membawa Tabut bersamanya di Yerusalem."
Saat kami menikmati apa yang baru saja kami alami, aku melihat sekeliling ke grup dan tidak bisa tidak memikirkan betapa jauh lebih indah melewati padang gurun bersama mereka. Karena ini, aku bisa merasa puas tinggal di alam liar. Kehadiran Tuhan jauh lebih dahsyat dari apapun. Aku belum pernah mengalami hal seperti ini saat aku pergi ke tempat yang sama ini sendiri. Aku mengasihi mereka semua. Aku melihat orang-orang yang bahkan belum pernah kutemui sebelumnya, tapi aku mengasihi mereka dan tidak sabar untuk mengenal mereka.
“Engkau dikenal sebagai sejarawan, terutama dengan sejarah gereja. Apa yang membuatmu mempelajari hal ini?" seseorang bertanya padaku. “Apakah engkau membaca banyak tentang pengalaman orang lain yang seperti ini?”
Aku akan menjawab pertanyaan terakhir dulu, aku memulai. “Ya, beberapa memang menulis tentang pengalaman mereka bersama hadirat Tuhan secara nyata. Mereka yang mengalaminya menggambarkannya secara berbeda dalam beberapa cara, tetapi ada benang merah. Hasilnya selalu sama: ada kerinduan yang tak pernah terpuaskan untuk dekat dengan Tuhan dan persekutuan koinonia dengan semua yang mengalaminya secara bersama-sama, seperti yang kita alami sekarang.
“Kau bisa melihat perbedaan dalam tulisan mereka yang pernah mengalami ini. Pesan mereka jauh lebih dari sekadar pengajaran dan prinsip. Ada kehidupan di atasnya yang membuatmu tidak ingin meletakkan buku itu. Aku turut merasakan bagi semua yang duduk selama bertahun-tahun menerima pengajaran dan khotbah, tapi tidak pernah mengalami Tuhan sendiri. Itu sudah umum di zaman kita, tetapi kupikir itu sudah menjadi umum sejak abad pertama. Ecclesia, struktur dan sistem pemerintahan gereja, merupakan hal yang mengerikan tanpa koinonia — persekutuan dengan Tuhan dan umat-Nya, kita dipanggil untuk memilikinya.
“Mengenai pertanyaan pertamamu, tentang apa yang membuat aku belajar sejarah, terutama sejarah gereja, aku mendapat perintah untuk melakukannya. Aku diberitahu bahwa di situlah beberapa harta kebijaksanaan dan pengetahuan terbesar dan ditemukan. Itu benar.”
“Alkitab pada dasarnya sebuah kitab sejarah. Sebagian besar itu tentang hubungan Tuhan dengan manusia dan bagaimana Dia telah mencapai tujuan-Nya melalui mereka di masa lalu. Sejarah (History) berasal dari kata His (Dia) dan Story (Kisah). Tujuanku mempelajari sejarah adalah untuk melihat karya-Nya di dalamnya, dan melalui ini, supaya aku dapat mengetahui jalan-jalan-Nya secara lebih baik. Namun, dua tahun pertama mempelajari sejarah gereja mungkin merupakan saat-saat paling kering yang pernah kuhabiskan untuk membaca. Aku tidak menyadari bahwa diriku sedang membangun suatu landasan pengetahuan umum yang diperlukan untuk penyingkapan-penyingkapan luar biasa yang akan terjadi di waktu mendatang. Tanpa dasar itu, beberapa harta terbesar yang kutemukan tidak akan pernah masuk akal bagiku, dan sepertinya aku akan membuangnya. Engkau harus melewati hutan belantara untuk sampai ke Tanah Perjanjian, dan hutan belantara itu biasanya merupakan kebalikan dari apa yang pernah dijanjikan padamu. Belantaraku berlangsung sekitar dua tahun sehubungan dengan studiku tentang sejarah, tetapi sejak itu telah menjadi suatu tanah perjanjian yang paling indah."
“Apa satu hal terpenting yang kaupelajari dari sejarah gereja?” Mary bertanya.
“Tanpa ragu, hal terpenting yang kupelajari darinya adalah pengejaran tanpa henti Tuhan atas manusia serta kesabaran dan cinta-Nya yang tak terbayangkan untuk manusia, meskipun Dia terus menerus ditolak atau diabaikan oleh manusia. Ini adalah kisah cinta paling menyakitkan yang pernah ditulis, dan itu masih belum berakhir. Dia terus mengejar sang mempelai wanita, tetapi, sampai sekarang ini, sang mempelai tampaknya hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki waktu untuk-Nya. Hingga sekarang, ini merupakan yang terbesar dari semua tragedi, tapi kita tahu itu akan memiliki akhir kisah yang paling indah dari semua. Dia akan memiliki pengantin yang layak bagi Dia."
“Kau mengatakan ini seolah-olah engkau merasakan sakit-Nya. Aku bisa merasakannya juga saat kau membagikannya, ”kata Mary.
“Ada banyak penderitaan di bumi, dan adalah benar untuk memiliki belas kasihan atas itu,” lanjutku.
“Tetapi kupikir adalah terlebih penting untuk tahu akan penderitaan Tuhan. Penderitaannya tidak berakhir di kayu salib. Dia masih menjadi perantara bagi kita karena Dia masih merasakan penderitaan kita, dan itu menyakitkan Dia. Namun, aku tidak berpikir ini akan berakhir sampai kita melihat dan tersentuh oleh penderitaan-Nya lalu mengabdikan diri untuk membuat mempelai wanita yang layak bagiNya itu, siap bagi Dia, dan mereka akhirnya bersatu. Kemudian, akhir dari semua penderitaan bisa terjadi, dan zaman baru di mana kerajaan-Nya datang akan dimulai.
“Kedewasaan rohani dimulai ketika kita berhenti untuk fokus pada diri sendiri dan mulai berfokus melayani Tuhan dan menolong orang lain. Pencapaian dalam Kerajaan Allah datang dengan cara menjadi pelayan yang lebih baik dari yang lain.
Kita diciptakan untuk kesenangan-Nya, dan tidak ada yang bisa memuaskan jiwa kita sendiri seperti halnya memenuhi tujuan ini. Menghabiskan seumur hidup hanya untuk membawa sukacita untuk sesaat saja bagi-Nya pasti merupakan kehidupan terbaik yang bisa dijalani, tetapi kita bisa membawa sukacita bagi-Nya setiap hari. Apa yang harus kita lakukan yang lebih penting dari itu?"
Kami berjalan dalam diam untuk beberapa saat. Aku melihat sekeliling pada kelompok lainnya. Semua kecuali beberapa orang, sekarang ada dalam kelompok kecil. Sebagian besar berbicara saat mereka berjalan, beberapa tertawa, yang lainnya tampaknya ada dalam diskusi yang mendalam. Ada beberapa orang yang berjalan sendirian, tetapi mereka sepertinya menginginkan itu, tenggelam dalam pikiran atau doa mereka sendiri. Itu adalah saat yang spesial, tanpa ada trauma maupun drama.
Sepertinya itulah yang kami butuhkan setelah intensitas hari sebelumnya. Kehadiran Tuhan begitu kuat sehingga aku merasa seperti kami adalah anak-anak yang sedang berjalan-jalan bersama Bapa kami. Adalah merupakan suatu pewahyuan bahwa tempat terpencil seperti itu bisa terasa begitu indah.
Segera aku dapat mengetahui bahwa Mary memiliki lebih banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan, jadi aku mendorongnya untuk:
"Apa yang kaupikirkan?" aku memulai.
“Apa yang kaubagikan dari pelajaranmu terkait sejarah sangat mendalam. Aku tidak pernah ingin melupakannya. Bisakah engkau berbagi yang lain? Aku berpikir kita tidak akan memiliki banyak waktu untuk belajar seperti yang kaulakukan, dan aku ingin mempelajari semua yang aku bisa selagi kita memiliki kesempatan,” dia memulai.
“Kau orang yang praktis, jadi aku akan berbagi denganmu apa yang menurutku paling praktis. Pelajaran yang aku dapat dari mempelajari sejarah: Pepatah itu benar bahwa 'mereka yang tidak mengenal sejarah ditakdirkan untuk mengulanginya.' Siklus sejarah yang berulang itu tragis. Umat manusia telah membuat kemajuan yang mengesankan dalam banyak hal, tetapi dalam beberapa hal yang paling mendasar, yang paling penting dari semua, kita sepertinya belum belajar banyak. Kita terus mengulangi kesalahan yang sama.
(Besambung ke Bagian 19)
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.