Oleh : Peter B
CIRI KELIMA
Salah satu terjemahan dari Ibrani 13:5 memberikan kita petunjuk yang lain mengenai satu ciri lainnya dari seorang hamba uang :
Janganlah mengandalkan uang. Hendaklah kamu puas jika mempunyai secukupnya untuk hari ini, sebab Allah telah bersabda: "Aku tidak pernah akan mengabaikan atau meninggalkan engkau. "
~ Ibrani 13:5 (versi KSKK)
Betapa benar pengertian tersebut!
Orang yang menjadi hamba uang tidak dapat tidak adalah orang yang MENGANDALKAN UANG sebagai penolong atau solusi bagi kebutuhan atau masalah mereka.
Harap jangan berpikir terlalu jauh dulu. Kita semua memerlukan uang untuk kelangsungan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Sulit dibantah bahwa orang dapat hidup dengan normal hari-hari ini tanpa uang. Meskipun demikian MENGGUNAKAN uang berbeda dengan MENGANDALKAN uang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "mengandalkan" dimaknai sebagai "menaruh percaya kepada" atau "menjamin kesanggupan, kekuatan dan kemampuannya". Dari definisi ini, jika dihubungkan dengan uang maka mengandalkan uang berarti "menaruh percaya pada kesanggupan, kekuatan dan kemampuan uang" dalam hidup ini.
Orang yang mengandalkan uang ditandai dengan ia merasa aman ketika ia memiliki atau memegang uang dan sebaliknya, merasa gelisah, takut, panik, cemas ketika ia tidak memiliki uang. Ketika ada uang ia tersenyum lebar dan tampak ceria tapi saat tiada uang di kantongnya ia menjadi murung, sensitif dan mudah tersinggung, tertekan dan depresi. Tanpa uang, orang yang percaya kekuatan uang akan merasa hidupnya terancam dan sial sedangkan ketika banyak uang ia merasa tenang dan bahagia. Begitu pula dengan perkataan atau pikiran bahwa "Asal ada uang semua bisa diraih dan dilakukan" berasal dari hati orang yang mengandalkan uang.
Mengandalkan uang dapat dikategorikan sebagai seorang hamba uang karena Yesus menggunakan istilah "mengabdi" atau "menjadi budak" ketika membandingkan perhambaan kepada Tuhan atau kepada Mamon :
Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan.…
Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
~ Matius 6:24
Kata "mengabdi" dalam bahasa aslinya mengandung pengertian "menjadi budak atau hamba dari". Dan yang disebut oleh Yesus sebagai tindakan "menjadi hamba" mengandung dalam suatu pengertian "secara sengaja" melakukannya. Maksudnya, dalam hal mengabdi kepada Tuhan atau Mamon, seseorang memutuskan dan memilih dengan sadar ia hendak menjadi hamba siapa : Tuhan atau Mamon.
Dari pengertian ini, maka kita bisa masuk lebih dalam untuk mengetahui hati para pengabdi Mamon ini.
Pikirkanlah. Adakah orang yang dengan sengaja menjadi budak?
Meskipun jarang kita jumpai di masa kini, namun ada. Ada orang-orang yang merelakan diri dan hidupnya diserahkan untuk melayani seseorang atau sesuatu.
Pertanyaannya kini, mengapa orang dengan sengaja menyerahkan dirinya untuk mengabdi atau menjadi hamba bagi seseorang atau sesuatu?
Jawaban sederhananya adalah bahwa figur atau sesuatu yang membuat orang menundukkan diri dan mengabdi itu MERUPAKAN SESUATU YANG DIPANDANG LEBIH KUAT, LEBIH MAMPU DAN LEBIH BERKUASA DARI DIRINYA. Karena tidak ada seseorang yang mau menjadi hamba dari seseorang atau sesuatu yang lebih lemah daripada dia. Yang lebih lemah selalu menjadi hamba dari yang lebih kuat dan sebaliknya, yang (dianggap) lebih kuat memperhamba yang (merasa atau menganggap dirinya) lebih lemah.
Mereka yang menghamba pada uang pastilah memandang uang sebagai kekuatan yang besar, yang dipercayai dapat menjadi penolong dan pemberi jawaban atas masalah hidupnya, sebagaimana mereka yang menyembah pada TUHAN percaya bahwa Tuhanlah yang mampu melepaskan mereka dari berbagai krisis maupun persoalan.
MENGANDALKAN UANG ITU TERBATAS DAN DAPAT MENYESATKAN JIWA
Alkitab beberapa kali mengungkapkan bahwa uang atau harta benda itu seperti benteng dan kota berkubu bagi orang-orang yang memiliki banyak harta (Amsal 10:15; 18:11)
Meski tampak kuat dan kokoh dengan bersandar pada hartanya, bukan berarti mereka tak terkalahkan. Benteng setebal tembok Yerikho runtuh tak berdaya di hadapan kekuasaan Allah Israel. Sementara di masa kini, uang yang banyak tak mampu menyelamatkan bangsa-bangsa dari krisis ekonomi akibat tulah Covid-19 dua tahun terakhir ini.
Kekuatan harta dunia itu terbatas. Dan ketika sampai batasnya, itu akan mengecewakan karena akhirnya mereka yang mengandalkan harta tahu bahwa mereka telah tertipu dan tersesat dengan mengandalkan sesuatu yang tidak pasti (lihat 1 Timotius 6:17).
Salah satu contoh terbaik bagaimana kekayaan itu mengecewakan dapat dilihat dari catatan seorang paling kaya yang pernah hidup di bumi, raja Salomo. Dalam kitab Pengkhotbah, ia menyimpulkan bahwa bergelimang kekayaan di dunia tetap saja berujung apa yang disebutnya "kesia-siaan" dan "usaha menjaring angin" - karena pada akhirnya setiap orang akan mati, tanpa bisa ditolong oleh hartanya maupun membawa kekayaannya itu pergi bersamanya di kekekalan.
Ada yang lebih hebat dan kuat melebihi kesanggupan uang. Itulah KUASA TUHAN. Dan Alkitab berkali-kali menunjuk pada kita. Beberapa raja dalam kitab Raja-raja atau Tawarikh mencoba mengandalkan kekayaannya pada saat krisis melanda bangsa mereka atau pada saat mereka terdesak oleh lawan-lawan mereka. Nyatanya mereka mendapat teguran Tuhan atau ketidakberuntungan karena hal itu (lihat 2 Tawarikh 16:1-8; 28:21-22). Kekuatan harta tak mampu menolong mereka.
Begitupun dengan Naaman, panglima Aram, yang kaya raya itu, tak mampu menemukan kesembuhan ketika kusta menjangkitinya (lihat 2 Raja 5). Hanya dengan iman pada kuasa Allah Israel saja akhirnya ia disembuhkan setelah mandi tujuh kali di sungai Yordan.
Dalam Injil, ada kisah Zakheus yang semula percaya pada harta kemudian memandang semuanya tak lagi berarti ketika ia dijamah kuasa Tuhan dan berjumpa pribadi dengan Yesus (lihat Lukas 19:1-10). Tuhan saja yang kini diandalkan Zakheus sebagai penjamin hidupnya, di bumi sampai kelak pada waktu ia mati.
Ada pula kisah Simon mantan tukang sihir atau dukun yang lalu menjadi orang percaya. Dipikirnya dengan sejumlah uang, ia dapat membeli karunia-karunia Roh Kudus yang ajaib dan menarik perhatian banyak orang. Tak kurang, rasul-rasul sendiri yang menegurnya dengan keras (lihat Kisah Rasul 8:9-24). Kuasa Tuhan tak dapat dan tak boleh dibandingkan dengan harta dunia seberapapun banyaknya.
Dan mungkin tidak ada yang menunjukkan perbandingan kesanggupan uang dengan kuasa Tuhan seperti peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang sebagaimana dicatat dalam Markus 6:30-43. Yesus yang melihat orang yang sedemikian banyak itu telah kelaparan, menyuruh murid-murid-Nya memberi mereka makan. Murid-murid berkata itu mustahil. Kas mereka yang kemungkinan hanya 200 dinar tak akan mampu memberi makan sekian banyak manusia pada saat itu juga. Dan berapa banyak dana yang harus dikeluarkan agr bisa memberikan makanan secara serentak dengan begitu mendadak saat itu juga tanpa perencanaan sebelumnya? Uang berapapun mustahil mengadakannya saat itu juga. Tapi tidak demikian dengan kuasa Tuhan. Hari itu, sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya diperagakan pertama kali di bumi. Kekuatan dari tempat yang mahatinggi mengubah 5 roti dan 2 ikan menjadi makan malam yang mengenyangkan sekaligus menggetarkan jiwa bagi setiap yang mengalami dan mengingatnya.
Ada kehadiran dan kuasa Tuhan yang tersedia yang dapat selalu kita andalkan. Ketika kita mengingat Dia di hari kesesakan kita dan berlari kepada-Nya, Ia tidak akan mengecewakan:
Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat.
~ Amsal 18:10
Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.
~ Mazmur 46:2
HIDUP KITA TIDAK TERGANTUNG PADA KEKAYAAN YANG KITA MILIKI
Bacalah ayat-ayat berikut ini dan terceliklah :
Kekayaan tidak dapat menghalangi maut menjemput kita
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku."
Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?"
Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."
~ Lukas 12:13-15
Kekayaan tidak mampu menjamin tempat kekal kita di sorga
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
~ Matius 19:23-24
Kekayaan tak mampu membeli dan mendapatkan hal-hal terindah dan termanis bagi jiwa
— Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.
~ Kidung Agung 8:6-7 (TB)
Mengandalkan kekuatan harta benda akan membawa menyimpangkan kita dari jalan yang benar sehingga kita berbuat kejahatan.
Jikalau aku menaruh kepercayaan kepada emas, dan berkata kepada kencana: Engkaulah kepercayaanku;
jikalau aku bersukacita, karena kekayaanku besar dan karena tanganku memperoleh harta benda yang berlimpah-limpah;
maka hal itu juga menjadi kejahatan yang patut dihukum oleh hakim, karena Allah yang di atas telah kuingkari.
~ Ayub 31:24-25, 28
Kekayaan, jika direnungkan secara jernih, adalah sesuatu yang tidak pasti. Memiliki kekayaan belum tentu memperoleh hidup yang bahagia dan nikmat tapi kekayaan sejati dari Tuhan lah yang memastikan hidup kita penuh kedamaian, sukacita dalam kepenuhan segala sesuatu.
Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.
~ 1 Timotius 6:17
Mengandalkan uang mungkin menguntungkan untuk sementara waktu. Namun pada waktunya, itu akan menjadi jerat. Yang melakukannya akan diperhamba oleh uang dan dikecewakan oleh uang karena berjerih lelah untuk sesuatu yang belum pasti dan kapan saja dapat lenyap, yang hanya dinikmati sementara waktu lalu ditinggalkan begitu saja ketika ajal menjemput
Hidup dalam kuasa Tuhan dan selalu mengandalkan Dia membuat kita memiliki jaminan yang pasti. Kini. Nanti. Hingga anak cucu. Sampai di keabadian.
Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;
tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya;
sebab TUHAN mencintai hukum, dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara, tetapi anak cucu orang-orang fasik akan dilenyapkan.
Orang-orang benar akan mewarisi negeri dan tinggal di sana senantiasa.
~ Mazmur 37:25-29
Masihkah kita akan mengandalkan uang dan menghamba pada Mamon daripada mengabdikan diri kepada Yesus Kristus Tuhan?
(Bersambung)
SERIAL PENGAJARAN TERKAIT HAMBA UANG:
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.