KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

DARE TO LIVE FOR GODS VISION - Part 2 (Berani untuk hidup bagi visi Allah Bag. 2)

Posted By passion for revival on Rabu, 03 April 2024 | 1:12 PM

Oleh : Peter B.

(Dipublikasikan pada 22 September 2004)


Belakang langit biru ada mahkotaku
Belakang langit biru sana kurindu
Kulihat wajahNya Yesus Pelepasku
Belakang langit biru sana
(Pujian Pentakosta kuno)


Mereka yang mengumpulkan persediaan untuk hidup yang sekarang, 
namun tidak peduli akan kekekalan, adalah orang bijak untuk sementara, 
tetapi merupakan orang bodoh untuk selama-lamanya.
- John Tillotson


Kejadiannya hampir satu seabad yang lalu. Tepatnya Desember 1914.  Rumah sekaligus laboratorium salah satu penemu paling terkenal sepanjang sejarah, Thomas Alva Edison, terbakar hangus, tak bersisa.  Kerugiannya tak ternilai karena hampir seluruh catatan penelitian dan hasil kerja seumur hidup Edison lenyap menjadi abu.  Tetapi malam itu tercatat dalam sejarah selama-lamanya.  Bukan karena besarnya kerugian Edison ataupun karena ada korban jiwa yang banyak.  Malam itu dikenang oleh banyak orang karena sikap dan perkataan Edison kepada keluarganya sesaat setelah kebakaran itu menghabiskan karya-karya besarnya.  

Waktu itu, Charles, anak Edison yang berusia 24 tahun kebingungan mencari ayahnya di tengah-tengah api yang menyala-nyala.  Akhirnya ia menemukan ayahnya sedang memandangi situasi kebakaran hebat itu.  Dengan wajah yang berkilat-kilat karena kobaran api di sekitarnya serta rambut putihnya yang tertiup angin, Edison memanggil putranya itu.  Sang anak yang merasa kasihan kepada ayahnya yang berumur 67 tahun dan kehilangan hampir kehilangan seluruh hasil kerja kerasnya seumur hidup terheran-heran saat Edison berkata, "Cari ibumu. Suruh dia kemari. Dia tidak akan pernah melihat hal yang seperti ini lagi dalam hidupnya."

Esok paginya, Edison memandang reruntuhan laboratorium kebanggaannya itu dan berkata, "Ada suatu nilai yang luar biasa besar di dalam suatu bencana. Segala kekeliruan kita dibakar habis. Terima kasih Tuhan, kami dapat memulai sesuatu yang baru lagi." Tiga minggu setelah kebakaran itu, Edison yang merupakan pencipta bola lampu pertama, menciptakan phonographnya (alat penghasil bunyi) yang pertama.  

Kekasih-kekasih di dalam Tuhan, suatu pelajaran berharga dapat kita petik di sini.  Para pakar kesuksesan dan pengembangan diri, membaca kisah ini dan menarik kesimpulan mengenai salah satu kunci keberhasilan Edison.  Bagi Edison, lenyapnya sebagian besar hasil penelitian dan penemuan-penemuannya tidak dipandangnya sebagai suatu kemalangan yang besar.  Dalam kobaran api yang menyala-nyala menghancurkan kerja keras atau mungkin juga mimpi-mimpinya itu, Edison bahkan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang unik, menarik, juga baru.  Ingatkah Anda bahwa ia minta supaya istrinya datang menyaksikan kebakaran itu?  Kebakaran hebat dipandang sebagai suatu pengalaman  baru yang mungkin saja tidak pernah disaksikan seumur hidup!  Betapa positifnya cara Edison memandang hidup!  Dan tidak hanya itu.  Sehari setelah bencana besar itu, Edison dengan mantap berucap, "Tuhan itu baik. Ia melenyapkan segalanya supaya kita dapat memulai sesuatu yang baru sekali lagi." Tidak mengherankan jika kemudian Edison disebut-sebut sebagai salah satu penemu terbesar sepanjang peradaban manusia.  Bukan suatu hal yang mengejutkan jika kemudian ia masih berkarya, menciptakan penemuan-penemuan baru secara kreatif.  Edison memiliki sikap yang benar.  Tepatnya, cara pandang yang benar menghadapi penderitaan atau kerugian yang menimpanya.  

Kira-kira beginilah pola pikir Edison waktu itu: Penderitaan seharusnya disikapi dengan menarik pelajaran dari sana.  Kesusahan dihadapi dengan pengharapan akan hari esok yang lebih baik.  Krisis dipandang sebagai suatu kesempatan untuk mencapai lebih banyak.  Di dalam kesukaran, ada batu loncatan menuju tingkat yang lebih tinggi.  Di atas segalanya, keyakinan diarahkan kepada kebaikan Tuhan.  Bukankah suatu cara pandang yang luar biasa?  Tentu saja.  Dan memang demikianlah cara pandang yang membawa keberhasilan dalam segala bidang kehidupan.  Terutama dalam hal kita mengiring Tuhan.  


Kemampuan untuk melihat melampaui apa yang terlihat 
Jika sikap positif yang dinyatakan dalam suatu bentuk cara pandang tertentu terhadap penderitaan maupun kegagalan dapat menghasilkan efek yang besar serta melahirkan kesuksesan, maka sesungguhnya hal itu telah tersimpan selama berabad-abad di dalam Alkitab kita.  Satu demi satu prinsip atau petunjuk untuk kehidupan yang berhasil telah diteliti dan ditemukan oleh para pakar motivasi dalam kurun waktu yang lama.  Tetapi sesungguhnya jika mereka mau melihat lebih seksama dengan roh yang takut akan Tuhan, mereka hanya akan membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama.  Itu karena setiap detail kunci keberhasilan telah disebarkan di antara kitab Kejadian sampai Wahyu, bagaikan mutiara-mutiara yang tersebar di bawah laut.  

Kembali kepada cara pandang yang membawa sukses, hal ini tampaknya juga berlaku dalam perkara-perkara rohani.  Bagaimana kita dapat mencapai perkara-perkara besar di dalam Tuhan, menjadi raksasa-raksasa rohani, meneladani Kristus dan berhasil dalam pengiringan kita kepada Tuhan sampai akhir juga tergantung cara kita memandang pergumulan hidup, rintangan, tantangan bahkan penderitaan dalam hubungannya dengan kehidupan rohani kita.
  
Tahukah Anda bagaimana Yesus Kristus mampu menyelesaikan tugasNya yang terberat sekaligus yang terakhir, yaitu salib?  Apakah kiranya yang menjadikan Dia begitu tegar, tabah, dan tak tergoyahkan menerima siksaan, hinaan, aniaya, dan hukuman mati?  Kemenangan Kristus ditentukan dalam pergulatan tiada tara di Getsemani.  Jadi apa sesungguhnya yang terjadi di taman kesayangan Tuhan itu?  Penulis kitab Ibrani mencoba menyelami dan menemukan apa yang terjadi pada waktu itu.  Dalam ilham Roh, ia menulis, "Yesus.....yang mengabaikan kehinaan, tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia....." (Ibr. 12:2). 
 Di Getsemani, Yesus melihat melampaui bayangan penderitaan dari hukuman paling kejam terhadap manusia pada waktu itu.  Yesus memandang jauh ke depan.  Ia melihat sukacita abadi nun jauh di sana, setelah penderitaan sesaat yang harus Ia lalui.  Bagi Yesus, sukacita orang-orang yang diselamatkan, sukacita Bapa yang menyambut anak-anakNya yang hilang kembali pulang, sukacita persekutuan antara Allah dengan manusia yang tersambung kembali itu MELEBIHI segala sakit akibat siksaan atau aniaya sekeji apapun yang dapat menimpanya.  Yesus berhasil karena Ia mampu melihat melampaui apa yang terpampang jelas di depan mata.  Di depan mata ada penderitaan, namun jauh melebihi itu Ia melihat sukacita dan kemuliaan. 

Sekarang kita tidak perlu lagi terlalu terheran-heran atau terus bertanya-tanya apa yang menjadikan Rasul Paulus menjadi salah satu rasul paling berhasil dalam sejarah gereja.  Seperti biasanya, Paulus meneladani Tuhan dan Juruselamatnya.  Inilah perkataannya sendiri menyangkut hidup serta pelayanan baktinya kepada Tuhan, Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami.  Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.  Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Maka oleh karena itu hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan, -sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-....." ( 2 Kor. 4:17  5:1, 6-7 ). Sekali lagi, Paulus berhasil karena ia pun mampu melihat melampaui penjara dan sengsara ( Kis. 20:22-23) yang tampak nyata di hadapannya.  Melampaui segala susah payah serta penderitaan, ia melihat upah kekal.  

Kebalikan dari semuanya itu berakhir kepada kegagalan, penyesalan dan kehancuran.  Esau sebagai anak sulung gagal melihat melampaui kenyataan itu.  Ia gagal untuk memahami secara mendalam akan arti hak kesulungan sehingga pada saat rasa lapar mendera disertai kelelahan menyiksa tubuhnya, Esau hanya terfokus kepada kenikmatan sesaat semangkok sup kacang merah buatan Yakub, adiknya (Kej. 25:11:9-10).  Ia menyesal selama-lamanya untuk keputusan itu.  Hal yang lebih tragis terjadi pada Firaun yang telah terhuyung-huyung dengan dahsyatnya karena dihajar oleh tulah demi tulah dari Tuhan ( Kel. 11:9-10) namun masih tetap gagal melihat keagungan Tuhan melampaui kehancuran negerinya.  Ia tetap mengeraskan hati dan seluruh Mesir pun hancur lebur bersamanya (Kel. 14:26-28). 

Saudara-saudariku kekasih di dalam Tuhan, ijinkanlah sekarang saya bertanya, Apakah Anda sedang hidup hanya terfokus pada apa yang Anda rasakan secara nyata sehari-hari?  Atau adakah Anda melihat bahwa seluruh tim pelayanan kita bersama pada waktu yang lalu telah gagal dan berakhir riwayatnya sehingga kini Anda merasa berhak untuk memilih jalan Anda sendiri?  Mampukah Anda melihat melampaui segala kesakitan, pertentangan, pergumulan akan kebutuhan hidup, tekanan dan sebagainya sebagai suatu tahap yang harus dilalui untuk hari depan yang cerah bersama Tuhan?  Sanggupkah Anda melihat di balik waktu-waktu dimana Tuhan membiarkan diri kita berpisah untuk sementara waktu ini adalah supaya kita mencari Dia untuk kemudian menemukan Dia secara pribadi?  Jika Anda tidak mampu, kecil harapan Anda untuk bertahan.  Sekalipun begitu masih ada harapan.  


Beberapa Penunjuk untuk Membantu Melihat dengan Tepat 
Kita telah mengetahui bahwa melihat melampaui yang terlihat menentukan keberhasilan serta kegagalan kita.  Satu contoh yang tidak terbantahkan mengenai hal ini adalah kemenangan .  Sebaliknya, Daud melihat melampaui kebesaran Goliat (1 Sam. 17). Daud melihat keperkasaan AllahNya yang tidak pernah gagal mengalahkan setiap lawan-lawannya.  Bagaikan rambu-rambu atau papan penunjuk jalan yang mengarahkan pandangan kita melampaui simpang siurnya jalanan yang padat, yang menolong kita memiliki arah pandangan yang benar kiranya dengan pertolongan Roh Kudus beberapa penjelasan berikut ini dapat menerangi hati kita.

Latihlah diri Anda untuk melihat, tidak hanya yang jasmani tetapi terutama yang rohani.   Karena kejatuhan Adam, seluruh manusia mewarisi sifat dosa dan kerohanian mereka mengalami kematian.  Demikianlah sejak dilahirkan manusia memiliki kecenderungan yang kuat dan yang lebih fatal lagi, mereka kemudian dibesarkan- untuk hidup menuruti hawa nafsu daging mereka daripada hukum-hukum rohani dari Allah.  Pikiran kita, pembicaraan kita, keputusan-keputusan, keinginan-keinginan kita, dan akhirnya tindakan-tindakan kita sepenuhnya mencerminkan siat hakiki kita yang mengutamakan apa yang kelihatan lebih daripada apa yang tidak terlihat.  Manusia kuatir dan berusaha kerasa untuk memiliki jaminan kebutuhan hidup mereka sehari-hari.  Dan keinginan untuk menjadi kaya menjadikan mereka bersedia melakukan apa saja sekalipun itu harus menghancurkan martabat pribadi atau keluarga mereka.  Tidak ketinggalan, sukses pun diukur berdasarkan sudut pandang materi atau semua yang kasat mata atau dapat dinikmati oleh panca indra.  Seks, uang dan kekuasaan -yang sebenarnya merupakan bidang-bidang netral dalam hidup-  telah diinginkan manusia secara berlebihan ribuan tahun lamanya sehingga menjadi akar dari perbuatan-perbuatan yang jahat.  

Prinsip-prinsip Kerajaan Allah merupakan kebalikan dari pola umum kehidupan manusia di atas.  Mengenai kebutuhan pokok, makanan dan pakaian, dengan suara yang lembut namun tegas Yesus berkata, "Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.  Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu...." (Mat. 6:31-32). Dan inilah prioritas kehidupan menurut aturan Kerajaan Allah, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat. 6:33). Dan perlu digarisbawahi di sini adalah apa yang dimaksud Kerajaan Allah dan kebenaranNya, itu semuanya, merupakan PERKARA-PERKARA ROHANI.

Jadi, untuk perkara-perkara apakah hidup kita diprioritaskan saat ini?  Untuk perkara jasmani atau rohani?  Untuk yang terlihat, terdengar atau terasakan indra kita atau yang diyakini oleh hati dan iman kita?  Sekali lagi, ingatlah perkataan Paulus : kami tidak memperhatikan yang kelihatan melainkan yang tidak kelihatan karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.  Dari pernyataan ini, jelaslah bahwa ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan dengan baik jika kita memilih untuk hidup berdasarkan apa yang jasmani belaka bukan yang rohani.  Pertama, kita hanya akan menikmati kesenangan sebentar saja.  Begitu nafas terlepas dari raga, berakhirlah segala kesukaan jasmaniah.  Kedua, kita akan mengalami kekecewaan yang dalam karena keberadaan kita selanjutnya di alam roh yang kekal hanya akan mengingatkan kita betapa kita telah menyia-nyiakan hidup rohani kita dengan menghabiskan hidup kita pada apa yang kurang penting dibandingkan apa yang jauh lebih penting.  Untuk membandingkan hal ini Paulus pun menasihati Timotius, "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang" 
(1 Tim. 4:8).

Hal-hal jasmani sebenarnya bukan merupakan dosa.  Makan, minum, berolahraga dan memiliki tubuh yang sehat, bekerja mencari nafkah untuk beroleh penghasilan, menekuni hobby kita dan sederet hal-hal positif lainnya tidak dipandang sebagai sesuatu yang terlarang oleh Firman Tuhan.  Sekalipun demikian, apabila hidup kita hanya terfokus untuk mengejar, mengusahakan atau mencari perkara-perkara jasmani, pencarian kita akan hal-hal yang kekal menjadi teralihkan dan kita pun kemudian menjadi pemburu-pemburu barang-barang yang kurang berharga.  Juga, kitapun akan kecewa di akhir pencarian itu.  Pikirkanlah sejenak, adakah orang yang sedang mencari batu-batuan namun kemudian menemukan bongkahan emas di suatu daerah yang ternyata akhirnya diketahui sebagai tambang emas -dan ia tetap tidak mempedulikan hal itu?  Bukankah ia akan mulai mengganti pencariannya dari mencari batu-batu biasa menjadi pengejaran akan emas?  Demikian pula jika pada suatu perjamuan pesta di hadapan Anda dihidangkan berbagai macam masakan atau makanan : masakan bermutu tinggi dengan harga yang mahal berbaur dengan makanan yang sederhana lagi murah harganya.  Makanan manakah yang akan Anda pilih?   
Tuhan sudah menyediakan mutiara serta harta benda rohani yang berharga dalam perbendaharaan surga.  Tidakkah Anda rindu memilikinya?  Tuhan telah menghidangkan bagi kita Roti dan Air Kehidupan.  Maukah Anda mengambil dan memakannya?  Janganlah teriakan Hikmat nantinya menjadi penghakiman bagi kita, "Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan?  Berpalinglah kamu kepada teguranku!  Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu.  
Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu" (Ams. 1:22-27).

Berhentilah untuk memandang secara manusiawi tetapi mulailah untuk melihat dari sudut pandang illahi.  Melihat secara manusiawi berarti berfokus pada kekuatan dan kemampuan manusiawi belaka.  Melihat secara manusiawi berarti memandang secara sempit, terbatas, bahkan picik.  Kemampuan untuk hanya memandang sebatas kemanusiawian hanya melemahkan tekad kita untuk mengiring Tuhan sampai akhirnya.  Ini karena mengikut Tuhan tidak dapat dikerjakan oleh kekuatan manusia.  Kehendak, perasaan serta pikiran manusia tidak akan mampu menggapai kesempurnaan illahi di dalam menjadi serupa dengan Kristus Yesus.  Kita perlu kekuatan yang jauh melebihi kekuatan manusiawi kita untuk dapat berhasil mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita bagi kemuliaan Allah.  

Salah satu kisah paling tragis adalah kegagalan generasi bangsa Israel yang keluar dari Mesir untuk mewarisi tanah Kanaan.  Sepulang diutusnya 12 pengintai dari masing-masing suku Israel oleh Musa, mereka pun menentukan takdir mereka untuk binasa di padang gurun.  Itu karena 10 pengintai memandang secara manusiawi dan melemahkan iman seluruh bangsa Israel.  Demikian kata mereka, "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat daripada kita..... Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya.  Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang" ( Bil. 13:31-33).  Inilah cara pandang manusiawi.  Sebaliknya, Yosua dan Kaleb memiliki cara pandang yang berbeda, "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkan mereka!" (Bil. 13:30)...... Negeri yang kami lalui untuk diintai adalah luar biasa baiknya.  Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.  Hanya...... janganlah taku kepada bangsa negeri itu, sebab MEREKA AKAN KITA TELAN HABIS.  Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN MENYERTAI KITA; janganlah takut kepada mereka"  (Bil. 14:7-9). Hasil akhir dari perbedaan pandangan ini telah sangat jelas bagi kita.  Mereka yang memandang secara manusiawi berakhir di padang gurun; mereka yang memandang kekuatan dan kesanggupan Allah mencapai tanah perjanjian.  Jadi, adakah Anda merindukan masuk Tanah Perjanjian Surgawi?  Milikilah pandangan melampaui kemampuan Anda.  Pandanglah kekuatan dan kuasa dari Dia yang telah memanggil Anda. 

Mungkin belum banyak yang tahu bahwa rajawali disebut sebagai raja di angkasa bukan karena sekedar kekuatannya.  Kekuatan sayap rajawali yang lebar disertai kepakannya yang kuat sekalipun tidak akan membawa rajawali melintasi langit, apalagi dalam waktu yang lama.  Rahasianya adalah pada kemampuan rajawali untuk memanfaatkan angin.  Hembusan angin keras di angkasa bukan hal yang menakutkan malahan menjadi sarana untuk terbang lebih tinggi.  Rajawali menggunakan kekuatan angin itu sebagai pendorong baginya untuk "diangkat' lebih tinggi jauh di atas unggas yang lainnya.  Demikian pula Tuhan menghendaki kita untuk berserah dan mengikuti tiupan angin Roh Kudus ( Kis. 1:2 ) dan mencapai tingkat-tingkat kekudusan, karakter, bahkan kehidupan yang tidak pernah terbayang dapat dijalani oleh seorang manusia.  Karena "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan (manusia), melainkan roh-KU, firman Tuhan semesta alam" ( Zak. 4:6 ). Selalu memandang Kristus menjadi rahasia kemenangan kita.  Karena pada saat kita mengiring Dia, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang MEMIMPIN kita dalam iman, dan yang MEMBAWA iman kita itu KEPADA KESEMPURNAAN...(Ibr. 12:2)

Palingkanlah mata Anda dari melihat yang duniawi untuk ditujukan kepada perkara-perkara surgawi yang dari Allah.  Banyak orang telah percaya sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya- bahwa kehidupan manusia tidak hanya berlangsung selama hidup di dunia ini saja.  Ada satu tahap kehidupan lain, yang kekal, yang harus dijalani manusia setelah menghembuskan nafas terakhirnya di dunia.  Fakta kehidupan yang ada justru menunjukkan sesuatu yang sangat ironis.  Mereka yang percaya adanya surga dan mengatakan ingin masuk ke sana setelah mati ternyata hidup lebih dalam gaya maupun tujuan-tujuan duniawi belaka.  Mereka hidup dalam pencarian kesenangan sesaat, kepemilikan harta kekayaan, kepuasan seketika, dan kebanggaan nan fana. 

Beberapa hari lalu Badan Pengawas Korupsi Internasional bernama Transparency International (TI) kembali mengumumkan peringkat negara-negara terkorup di dunia.  Lagi-lagi, Indonesia belum berubah jauh.  Indonesia menduduki peringkat ke-5 sebagai negara terkorup di dunia setelah beberapa tahun lamanya berpindah-pindah dari urutan ke-3 atau ke-4.  Secara tersirat, ini menunjukkan betapa para pejabat Indonesia tidak puas hanya tercukupi kebutuhan pokok saja.  Tanpa malu-malu, mereka menggelapkan uang, menggerogoti uang rakyat, merugikan negara.  Apa yang mereka kejar?  Tidak lain hanya perkara-perkara duniawi.  Mereka ingin kemewahan, kemegahan, glamournya dunia.  Sekalipun tidak ada satu pun yang mengaku tidak beragama, tetapi pengejaran akan perkara-perkara duniawi tampaknya masih menjadi prioritas utama daripada pencarian akan Allah.  

Tidak hanya itu, hari-hari ini jika kita menyaksikan program-program televisi, kita akan menemukan hal-hal yang tidak jauh berbeda.  Demi rating dan perolehan pendapatan melalui iklan yang masuk, stasiun-stasiun televisi berlomba-lomba menyuguhkan acara-acara yang hampir seluruhnya bermuatan duniawi.  Mulai dari film-film dan infotainment bertemakan seks beserta segala seluk beluknya, kontes-kontes pertunjukan yang menjanjikan hadiah dan nama besar hingga acara-acara mistik yang menjijikkan (mengapa kita lebih suka merekam orang-orang atau program-program penelitian kuasa gelap daripada mendokumentasikan mereka yang hidup taat dan mencari Tuhan?).  Belum lagi para pengisi acaranya.  Jelas terlihat bahwa mereka yang berjuang sekuat tenaga memenangkan kontes kejuaraan itu akan terpukul jika mereka tersisih (dari pengejarannya akan hal-hal duniawi) dan sebaliknya mereka akan sangat bangga serta merasa terhormat mengharumkan nama keluarga jika mereka menang (dari pengejarannya akan yang duniawi!).  Ini pun masih ditambah dengan wawancara bersama para pekerja seks, pelaku seks bebas atau seks yang menyimpang, dukun-dukun disertakan dalam acara tersebut.  Tidak dapat disangkal, kesediaan mereka diwawancarai pun demi uang dan mungkin saja- sedikit kebanggaan atas kehidupan di luar kebiasaan yang dijalani berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya.  Satu lagi, buku-buku yang terbit dan langsung laris manis juga buku-buku yang menjadikan liku-liku seks sebagai topik pembicaraan utamanya.  Benar-benar bangsa yang duniawi!!

Di tengah arus kehidupan masyarakat yang sarat dengan unsur-unsur keduniawian, saya mengajak Anda melihat melampaui semuanya itu.  Renungkanlah bahwa ada kehidupan lain setelah dunia ini.  Pandanglah tujuan akhir Anda : kekekalan.  Dimanakah Anda ingin menjalani kekekalan itu?  Di manakah waktu yang tidak akan pernah habis itu akan Anda lewatkan?  Di penjara penghukuman kekal : neraka?  Atau di kediaman Allah: surga?  Yang duniawi ini akan lenyap seperti yang dikatakan oleh Rasul Yohanes, "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.  Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, TETAPI ORANG YANG MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH TETAP HIDUP SELAMA-LAMANYA." ( 1 Yoh. 2:16-17)

Jadi, jangan hidup untuk hal-hal duniawi belaka.  Orang Kristen yang hidup untuk sekedar perkara-perkara duniawi adalah orang paling malang di muka bumi, kata Rasul Paulus (1 Kor. 15:19). Mengapa?  Karena pengharapan kita ada pada Kristus yang akan menjemput kita dan menempatkan kita bersama-sama dengan Dia di surga yang mulia.  


Epilog : Disegarkan kembali oleh pertobatan seorang keturunan Arab
Sekitar dua minggu yang lalu (10/10), saya kedatangan tamu yang dibawa oleh adik saya ke rumah saya.  Sebelumnya saya menyangka orang itu adalah seorang dari wilayah Indonesia Timur (Maluku, Timor dsb.)  Ternyata ia seorang keturunan Arab.  Yang lebih mengejutkan, ia baru dua bulan ini menerima Kristus sebagai Juruselamatnya melalui mimpi dan suara-suara yang terus menerus terngiang di telinganya.  Sebagai konsekuensi yang hampir selalu terjadi, tempatnya bekerja maupun seluruh keluarganya menolak dia.  Bahkan istri serta anak-anaknya pun dipisahkan sama sekali dari dia.  Karena mengikut Kristus, ia kini kehilangan keluarga, sanak saudara, teman-teman, bahkan mata pencariannya.  Puji Tuhan, ada gereja yang bersedia menyediakan tempat untuk sementara.  

Dalam percakapan yang cukup lama.  Saya tidak pernah berhenti menanyakan atau mencari tahu apa sesungguhnya yang melatar belakangi pertobatannya.  Jawaban demi jawaban diberikan.  Pernyataan demi pernyataan juga dilontarkan.  Sungguh, saya yakin ini perbuatan Allah.  Di akhir pembicaraan saya meneguhkan komitmennya untuk tetap mengiring Kristus apapun yang terjadi.  Berulang kali pula dia menyatakan bahwa Tuhan yang penuh kasih telah menyelamatkan jiwanya dari kematian kekal.  Dia berjanji untuk setia kepada Yesus Kristus sampai akhir hidupnya.  Betapa bersukacita hati saya mendengarnya!  Seperti Tuhan bergirang demikian pula saya turut bergirang karena anak yang hilang telah kembali kepada Bapa.  

Saudara-saudariku kekasih di dalam Tuhan,  ketahuilah satu-satunya perkara yang membuat pria keturunan Arab yang kini telah menjadi keluarga kita di dalam Tuhan- ini bertahan hingga hari ini.  Ia memandang surga.  Ia mengarahkan matanya kepada keselamatan kekal bersama Juruselamat kekasih, Yesus Kristus.  Ia rela melepaskan segala-galanya demi memperoleh Yesus Kristus yang melebihi segala-galanya.  Betapa suatu perubahan ajaib dari Allah!  

Jika kita tetap memandang Dia, kita mencari perkara-perkara yang dari Dia, merindukan pertumbuhan hubungan kita bagi kita.  Dan di penghujung kehidupan kita maupun penghujung keberadaan bumi dan seisinya, kita tidak akan pernah menyesal.  Kita akan memerintah dan hidup berbahagia selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.  Di balik langit biru, melihat wajah Tuhan Yesus, Pelepas kita melebihi segala keindahan yang pernah ada.  Oh betapa indahnya mengiring Yesus!  Dan betapa terlebih indah memandang wajah penuh kasih itu berhadapan muka! 

Jadi......pastikanlah Anda berani untuk hidup bagi  rencanaNya.
 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 1:12 PM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.