KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

"JANGANLAH KAMU BODOH…" (Efesus 5:17)

Posted By passion for revival on Jumat, 03 Februari 2017 | 12:14 PM


Pesan pengajaran untuk 2017
Bagian 2 (SELESAI)
Oleh: Bpk. Peter B, MA




Dalam Efesus 5:17, Paulus menyampaikan supaya jemaat Tuhan JANGAN MENJADI BODOH tetapi USAHAKANLAH SUPAYA MENGERTI KEHENDAK TUHAN. Sangat menarik mengetahui Paulus menyebutkan bahwa supaya tidak menjadi bodoh kita harus mengerti kehendak Tuhan. Perhatikanlah. Lawan dari kebodohan di hadapan Tuhan bukanlah kepandaian dalam berpikir, berprestasi serta penuh gelar di bidang akademis atau memiliki pengetahuan yang luas mengenai berbagai macam hal di dunia ini. Bahkan lawan dari bodoh, di pemandangan Tuhan, bukanlah menjadi jenius.
Seseorang tak lagi bodoh di mata Tuhan KETIKA ia memahami kehendak Allah. Dengan demikian tidak semua orang pandai itu pandai menurut Allah. Tidak semua orang berpengetahuan itu berhikmat di pemandangan Tuhan. Orang yang diakui secara luas sebagai orang bijak dan memiliki pengetahuan yang mumpuni di bumi belum tentu berpengertian menurut ukuran Kristus.

Untuk tidak menjadi bodoh selama hidup kita di dunia, kita memerlukan satu hal mendasar yang harus ada di hati kita yaitu : KITA MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH bagi hidup kita. Itulah sebabnya dikatakan oleh Salomo bahwa "permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian" (Amsal 9:10) dan "takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan" (Amsal 1:7). Tanpa pengenalan akan Tuhan, manusia tetaplah makhluk-makhluk yang berada dalam kebodohan dan tinggal di sana sampai pada kebinasaannya -sekalipun mereka merasa pandai dan bijak. Hanya dengan mengenal Dia yang menyatakan diri melalui kehadiran Yesus Kristus maka manusia menemukan hikmat yang sejati, juga jati dirinya dimana kemudian  hidupnya berada di jalur yang benar sesuai tujuan penciptaan-Nya.

"… yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.
Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,
dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,"
supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah" (1 Korintus 1:25, 27-29)

Jika kita tidak mengetahui apa yang diinginkan-Nya atas kita maka kita pasti tersesat. Adam dan Hawa yang tahu bahwa Tuhan melarang mereka makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, nyatanya masih mengambil jalan yang salah dengan tidak taat kepada Tuhan. Betapa celakanya kita jika kita tidak tahu membedakan mana yang benar dan salah, baik dan jahat di mata Tuhan. Dan itu belum termasuk membedakan yang benar dan hampir benar!
Bayangkanlah bagaimana celakanya kita jika kita tidak mengetahui (atau tidak mau mengenal) mana yang seharusnya kita lakukan dan mana yang tidak sesuai petunjuk Sang Khalik Pencipta kita? Betapa sesatnya jalan kita jika kita tidak tahu (atau tidak mau tahu) jalan mana yang harus kita tempuh sepanjang hari-hari kita di dunia yang dipenuhi jebakan dan siasat si jahat ini? Bukankah kita semua telah tahu dan paham bahwa "malu bertanya maka kita akan sesat di jalan"? Ya. Manusia melakukan banyak perbuatan bodoh oleh karena mereka berhasil dibodohi tanpa mereka sadari atau secara sadar tetap memilih tinggal dalam kebodohan.

Tanpa hikmat dan pikiran Tuhan yang menjadi pedoman kita maka kita akan berpikir bodoh, berkata-kata bodoh dan berlaku bodoh -tak peduli seberapa pun kita menyebutnya cerdik atau memandang diri kita bijak.
Itu sebabnya langkah pertama kita untuk mendapat hikmat bagi hidup di dunia ini dan tidak menjadi bodoh ialah pertama-tama mengetahui dan melakukan kehendak Bapa yang paling mendasar bagi kita yaitu PERCAYA KEPADA YESUS:

"Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?"
Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yohanes 6:28-29)

Lagi,
Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." (Yohanes 6:40)

Yesus adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup. Mempercayakan hidup kita kepada-Nya, maka kita akan menemukan jalan yang benar dan yang menuju pada hidup sejati lagi kekal. Dengan mengikut Dia kita akan berjalan di jalan Sang Hikmat itu sendiri. Mengikuti petunjuk-Nya sama dengan menerima dan melaksanakan nasihat terbaik yang pernah kita terima (bukankah Yesus bergelar Penasihat dalam Yesaya 9:5?). Memahami dan melaksanakan perintah-Nya adalah cara hidup terbaik yang bisa kita lakukan mengingat betapa terbatasnya  pengetahuan dan kemampuan kita.
Menyadari akan hal ini, Daud dengan jujur mengakui bahwa dia memerlukan seorang Gembala Yang Baik (Mazmur 23). TUHAN adalah Gembala Yang Baik Itu. Dialah yang rindu dan selalu akan membawa kita  -jika kita mau menjadi domba-domba-Nya- kepada jalan yang benar, kepada air yang tenang penuh damai sejahtera, kepada rumput yang hijau penuh kelimpahan dan kecukupan dimana di sana kita tidak akan kekurangan apapun juga! Semua kebaikan, pemeliharaan, perlindungan serta keselamatan hingga kita sampai di rumah Tuhan kita terima saat kita mengikut Yesus sebagai pembimbing dan pemimpin hidup kita.

Ketika Sang Hikmat menuntun kita yang mau membuka hati untuk mengikuti petunjuk-Nya, mustahil kita masih berada di jalan kebodohan.


YANG DIMAKSUD MENGERTI KEHENDAK TUHAN

Jalan-jalan Tuhan bukanlah sesuatu yang mudah. Ada jurang yang mahalebar yang memisahkan kita yang hidup di tubuh jasmaniah yang fana ini dengan Tuhan yang adalah roh. Itu sebabnya kita perlu dilahirkan kembali dan menjadi manusia baru, yang tak lagi hidup hanya mengikuti sifat-sifat tu tubuh jasmani dan nafsu jiwani melainkan mengikuti tabiat baru yaitu yang rohani yang memiliki sifat-sifat ilahi, dimana roh kita akhirnya hidup dan aktif. Roh yang dimampukan untuk berhubungan bahkan berkomunikasi secara intim dengan Tuhan sendiri. Oleh karena pembaharuan inilah maka kita disanggupkan untuk memahami pikiran-pikiran Allah serta mengetahuinya. Malahan lebih dari itu, kita akan dapat membedakan berbagai kehendak Allah (Rom. 12:2; 1 Kor. 2:10-16).

Sebaliknya daripada menjadi bodoh, kepada kita diajarkan supaya MENGERTI KEHENDAK TUHAN. 'Mengerti' yang dimaksud berasal dari kata Yunani yang artinya "menyusun atau mengumpulkan bersama-sama" yang juga berarti "menata atau menyusun bersama-sama dalam pikiran". Dari sini kita dapat memperkirakan seperti bagaimana sesungguhnya seseorang akhirnya beroleh pengertian itu:

1) ia harus memiliki bukan hanya satu melainkan beberapa atau banyak data untuk disusun;
2) berusaha untuk memahami merupakan suatu proses yang terkadang cukup panjang; jarang terjadi secara spontan atau tiba-tiba meskipun tampak seperti itu;
3) ia harus merangkaikan satu persatu dengan mempertimbangkan semuanya secara tepat dan benar sehingga susunan yang terbentuk benar dan jelas;
4) apa yang terbentuk atau disatukan dalam pikiran itu sebaiknya dicocokkan kembali dengan cara dikomunikasikan dengan yang lain supaya tercapai suatu pengertian yang lebih akurat atau lebih tajam

Menggunakan poin-poin pengertian di atas dalam hubungannya dengan memahami kehendak Tuhan maka jelas bahwa sekalipun mengetahui kehendak Tuhan itu dimungkinkan tetapi prosesnya bukan seperti membalikkan telapak tangan begitu saja. Memahami pribadi orang yang telah hidup bersama-sama dengan kita berpuluh tahun lamanya terasa sukar, lebih-lebih memahami jalan-jalan Tuhan yang tak terselami dan penuh misteri itu. Itu sebabnya kita senantiasa memerlukan pertolongan Roh Kudus, roh hikmat dan wahyu itu untuk menolong kita mengenal Tuhan dengan benar dan memimpin kita kepada seluruh kebenaran sejati (Ef. 1 :17; Yoh. 16:13).

Sungguh berbahaya ketika dengan gampangnya (tanpa menguji dan menyelidiki diri dengan seksama) seseorang mengklaim menerima petunjuk dari Tuhan, menerima pesan khusus dan pribadi dari Tuhan lalu mengaku sebagai seseorang yang menyampaikan kehendak Tuhan dimana ia kemudian dianggap mengerti akan kehendak Tuhan. Kenyataannya, untuk menangkap apa yang menjadi kehendak Tuhan seringkali memerlukan perenungan yang mendalam, dengan menyelidiki dan mencocokkan apa yang kita terima dengan ajaran dan prinsip firman Tuhan yang benar, juga dengan menghubungkan dengan tepat pada situasi dan keadaan kita sekarang lalu mengujinya kembali dalam doa serta melakukan diskusi dengan rekan-rekan di dalam Tuhan yang juga tulus mencari kehendak Tuhan. Membayangkan ini sepertinya proses yang dilalui tampak terlalu lama namun dengan berjalannya waktu, kita akan semakin terlatih untuk bergerak secara roh seiring makin pekanya kita akan kehadiran dan gerakan Tuhan di hati dan roh kita maupun kedalaman pengenalan kita akan jalan-jalan Tuhan (Ibr. 5:14).

Oleh karena diperlukan waktu untuk mencerna apa yang Tuhan sampaikan kepada kita maka sikap hati kita seharusnya DIJAGA SUPAYA SENANTIASA SIAP MENGOLAH DENGAN BENAR APA YANG KITA TERIMA DARI TUHAN DALAM ROH KITA
Dengan cara apa? Dengan cara lebih banyak waktu berdiam diri; merenungkan firman dan jalan² Tuhan. Mencari kesepadanan antara apa yang kita rasa telah kita terima dari Tuhan dengan prinsip-prinsip yang tertulis dalam Alkitab kita. Roh Kudus akan menjadi guru penuntun kita saat kita melakukannya dengan sepenuh hati di dalam ketulusan serta lapar dan haus akan kebenaran.
Dengan cara apa lagi? Dengan membiasakan diri untuk tidak memberikan respon-respon yang sifatnya emosional, meledak-ledak, sok pintar, merasa lebih tahu dari yang lain apalagi mengolok-olok, mencaci maki hingga menghujat apa yang disampaikan atas nama Tuhan (dimana hal ini semakin umum terjadi dengan fenomena berkembangnya media sosial yang memudahkan orang yang mungkin tak akan berkomentar dalam pergaulan langsung menyampaikan komentar dan pendapatnya sebebas-bebasnya). Seberapa pun sebuah pesan yang diterima dan disampaikan saudara kita dalam Tuhan, jika itu disampaikan atas nama Tuhan sudah seharusnya itu disimak dan dipikirkan terlebih dahulu dan alangkah baiknya jika mungkin, dicari tahu apa yang melatarbelakangi pesan tersebut. Apabila kemudian ternyata itu merupakan pesan yang jauh dari kebenaran firman yang murni, sudah menjadi beban dan tanggung jawab kita untuk mencari cara dan menjadi sarana supaya rekan atau saudara kita itu boleh memiliki pemahaman yang tepat dan kembali mengenal jalan yang benar di dalam Tuhan (Gal. 6:1-4).
Masih ada lagikah? Satu lagi. Dengan senantiasa menjaga hati kita bersih dari segala ambisi dan keinginan duniawi. Mengapa harus demikian? Sebab hati kita yang tidak murni akan dengan mudah disusupi oleh pikiran-pikiran asing, yang bukan dari Tuhan, yang akhirnya mencampuri atau lebih tepatnya mencemari kehendak Tuhan yang sebenarnya. Oleh karena Hawa tak mampu menjaga hatinya dari keinginan untuk menjadi makhluk yang luar biasa seperti Allah, maka iblis berhasil membujuknya dan melakukan kebalikan dari yang dikehendaki Tuhan.
Ini bagian yang paling tidak mudah. Tetapi jika kita bersedia melakukannya, kita akan beroleh harta terindah yaitu mutiara-mutiara hikmat dimana saat kita menghidupinya kita akan menjadi orang-orang paling beruntung dan berbahagia di bumi.

Saat kita mengenali kehendak Tuhan, maka kita akan dijauhkan dari kesesatan dan apa yang bertentangan dengan kerinduan-Nya. Kita dimampukan untuk menyenangkan hati-Nya dan tetap berada di jalur yang benar yang membawa kita lebih dekat lagi pada Tuhan. Kita pun akan terlatih untuk membedakan mana yang sungguh-sungguh dari Tuhan dan mana yang bukan. Mengetahui mana yang benar dan mana yang hampir-hampir benar atau yang tamaknya benar namun bukan berasal dari Allah. Kita akan menjadi orang-orang yang melakukan sebenar-benarnya kehendak Bapa, bukan hanya seolah-olah melakukan perintah Tuhan. Puncak dari semuanya ini, kita akan mendengar Tuhan berkata kepada kita, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; ..Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu" (Mat. 25:21) daripada kemudian Ia berkata dengan terus terang pada kita, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat. 7:23) walaupun kita telah merasa melayani Tuhan dan mengadakan tanda-tanda ajaib demi nama Tuhan (Mat. 7:21).


KEGAGALAN PETRUS

Bukan suatu rahasia jika Petrus adalah murid Yesus yang paling vokal. Dia yang terdepan dalam menyikapi segala sesuatu. Paling cepat berkomentar. Paling bersemangat dalam menyampaikan jawaban. Seorang yang penuh spontanitas dan kepercayaan diri.
Karena kebiasaannya ini, ia mendapat pujian sekaligus teguran dari Yesus. Ada dua peristiwa (walaupun sebenarnya lebih dari dua) yang akan kita bahas di sini. Semuanya menunjukkan bagaimana seorang anak Tuhan dapat terperosok dalam kejatuhan yang dalam oleh karena gagal membedakan mana yang benar dan mana yang hampir benar.

Yang pertama. Dalam Matius 16:13-17  dikisahkan :

"Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?"
Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi."
Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?"
Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"
Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga."

Betapa bangganya Petrus. Ketika semua murid yang lain kesulitan memberikan jawaban, Petrus menjawab dengan segera dan jawabannya tepat sebagaimana yang Yesus harapkan. Berkat pun diberikan bagi Petrus sebab jawaban yang menyenangkan hati Tuhan. Pas dengan hati-Nya.

Sayangnya, itu tidak bertahan lama. Saat Yesus menceritakan bagaimana setelah itu Ia akan menanggung derita yang sangat, dianiaya, bahkan dibunuh (Mat. 16:21), Petrus pun merespon lebih dahulu. Menanggapi pemberitahuan Yesus, inilah sikap Petrus:

Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau" (Mat. 16:22)

Bukankah reaksi Petrus sangat masuk akal, penuh perhatian dan kasih serta memiliki dasar yang kuat. Secara logika, mungkinkah Yesus yang telah melakukan perbuatan-perbuatan yang luar biasa itu disiksa, menderita sengsara lalu mati dibunuh dengan keji? Tidakkah Bapa di sorga akan melindungi hamba-hamba dan nabi-nabi-Nya, apalagi Mesias yang merupakan orang pilihan-Nya? Bukankah pendukung dan murid-murid Yesus banyak? Juga pastilah segenap sorga dan pemilik-Nya ada di belakang Yesus untuk membela, mengamankan dan memenangkan Dia mengatasi segala ancaman dan marabahaya?

Mari kita simak tanggapan Yesus atas sikap Petrus itu:

"Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia " (Mat. 16:23)

Apakah Yesus tidak keliru? Pendukung terbesarnya yang seblumnya disebut 'berbahagia' dan 'pada pikiran, hati dan mulutnya ditaruhkan pikiran Bapa' kini dalam tempo tak begitu lama kini disebut sebagai 'iblis','batu sandungan bagi Yesus' dan 'keliru pemikirannya'? Wow, sesuatu yang sangat serius.

Maukah kita jujur mengakui fakta-faktanya berikut ini?
Dalam pemikiran tertentu, seorang anak Tuhan mungkin saja berpikir secara benar dan sesuai dengan kerinduan Tuhan tapi mengenai satu atau dua hal yang lain, pikiran manusianyalah yang bekerja sehingga kemudian ia dipimpin atau digerakkan oleh pemikiran manusiawinya daripada kehendak Tuhan.. Pikiran dari Allah sudah pasti benar. Pikiran dari manusia bisa jadi tidak selalu benar dimana yang benar terlihat salah dan salah terlihat benar. Sedangkan pemikiran iblis pastilah tidak benar tapi ditampilkan selalu sebagai yang hampir benar. Dan dalam menanggapi Yesus, Petrus merespon karena pengaruh pikiran iblis dan manusiawinya.

Betapa rentannya pikiran manusia jika dalam waktu yang singkat bisa dipengaruhi oleh tiga oknum yang berbeda! Betapa sesatnya kita saat kita tidak tahu membedakan mana pikiran Tuhan, pikiran manusiawi kita lebih-lebih mana yang pikiran dari setan! Betapa kita akan melangkah dalam arah yang berlawanan dengan kehendak Tuhan saat kita merasa pikiran kita benar. Jalan yang kita tempuh bisa sangat keliru saat kita percaya pada apa yang tampaknya benar dan baik padahal itu merupakan umpan iblis yang gemar mengakali manusia dengan apa yang hampir benar.

Petrus, meski mengetahui kebenaran bahwa Yesus itu Mesias, rupanya gagal mengetahui untuk apa dan bagaimana Mesias itu menunaikan misi-Nya. Petrus memikirkan jalan-jalan dan rancangan-rancangan di hati Tuhan sebatas dengan apa yang dinilai baik dan benar menurut PEMAHAMANNYA SENDIRI. Bukannya mencoba menyelami, mendalami dan menanyakan pada Yesus apa maksud perkataan Sang Guru, Petrus mengikuti apa yang "dirasanya benar" apalagi toh baru saja ia telah mendapat pujian bahwa pikirannya dipimpin oleh Allah Bapa sendiri.

Sebenarnya wajarkah Yesus menegur Petrus demikian keras? Jika direnungkan lebih lagi, bagi Yesus yang mengetahui apa yang terjadi pada Petrus, tidaklah mengejutkan jika Yesus tahu bahwa iblislah yang mengilhami Petrus untuk menyampaikan bahwa Yesus tidak perlu dan tidak mungkin mengalami penderitaan yang sedemikian. Itu disusupkan dengan halus melalui Petrus seperti ular yang menyusupkan ide-ide yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Pikiran manusia yang tidak mau mencari dan mengerti kehendak Tuhan merupakan habitat yang subur untuk berkembangbiaknya benih-benih pikiran yang ditaburkan kuasa-kuasa kegelapan yang pada akhirnya akan menentang, menghalangi dan merusak rencana Allah yang sempurna atas hidup kita.
Yesus yang mengetahui bahwa pikiran Petrus melawan kehendak Bapa memberikan suatu teladan bagi kita untuk bersikap tegas menolak dan menentang segala pikiran yang bukan dari Tuhan. Yesus tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi kemungkinan pikiran-pikiran yang melawan kehendak Bapa-Nya (Ef. 4:27).
Sebaliknya, yang dialami Petrus menjadi peringatan bagi kita supaya kita tidak mudah-mudahnya mengikuti emosi di hati serta mengikuti kecenderungan pikiran-pikiran manusiawi yang tidak mendasarkan diri pada prinsip-prinsip kebenaran serta yang melalaikan pencarian kehendak Tuhan namun kemudian meyakini dan menyampaikan semua itu sebagai kehendak Tuhan. Kita harus berhati-hati dalam hal memutuskan apa yang benar-benar kehendak Tuhan dan yang sepertinya kehendak Tuhan. Jika tidak demikian, kita berpotensi besar untuk mengikuti tuntunan yang keliru dimana dengan begitu kita justru melawan kehendak Tuhan yang sesungguhnya!

Tapi kisah Petrus belum berakhir. Kegagalannya memastikan mana yang benar dan hampir benar belum mencapai titik terendahnya. Pikirannya belum tersadarkan untuk belajar mengetahui hati Tuhan. Itu masih diulanginya pada saat-saat terakhir Yesus hingga kegoncangan yang besar lalu menyadarkannya. Injil mencatat dalam perjamuan terakhir Yesus bersama dua belas murid-Nya, Petrus beberapa kali melontarkan pernyataan-pernyataan yang lagi-lagi terlihat benar namun semuanya tidak tepat sesuai yang Tuhan inginkan.

Dalam Yohanes 13, dicatat suatu peristiwa di perjamuan itu. Yesus merendahkan diri untuk membasuh kaki murid-murid-Nya. Sesuatu yang mengejutkan semua tetapi tidak ada satupun yang berani berbicara. Selain Petrus.

"Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?"
Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak."
Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku."
Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!"
Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." (Yoh. 13:6-10)

Yesus mengatakan dengan tegas bahwa Petrus tidak akan memahami apa yang dilakukan-Nya tapi kelak sang murid akan mengerti. Namun, alih-alih taat pada perkataan Yesus, Petrus 'mengusulkan' hal-hal lain yang sepertinya lebih baik daripada yang hendak dilakukan Yesus. Pertama, ia menolak untuk dibasuh kakinya (yang menurut pikiran umum bukankah pantas dan baik jika seorang murid menolak dibasuh kakinya oleh gurunya dan bukankah sebaliknya yang harus dilakukan yaitu murid membersihkan kaki gurunya?). Setelah ditolak dan dijawab tegas oleh Yesus, Petrus menyarankan sesuatu yang lain. Yaitu meminta Yesus membasuh tangan dan kepalanya juga. Inipun meleset dari maksud Yesus yang sesungguhnya. Beruntunglah kemudian Petrus tidak meneruskan ulahnya. Meski demikian, sikap semacam itu tak lama kemudian membawa Petrus dalam masalah yang lebih serius.

Usai perjamuan, Yesus bersama muri-murid-Nya beranjak ke Bukit Zaitun. Keempat injil mencatat percakapan berikut ini:

"Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.
Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai.
Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea."
Kata Petrus kepada-Nya: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya, aku tidak."
Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."
Tetapi dengan lebih bersungguh-sungguh Petrus berkata: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Semua yang lain pun berkata demikian juga" (Markus 14:26-31).

Petrus lagi-lagi menjadi yang terdepan di antara rekan-rekannya. Yesus berkata, "Kalian semua akan tergoncang imannya" tapi Petrus menjawab, "Biarpun semua tergoncang imannya, aku tidak." Daripada memilih merenungkan yang Yesus sampaikan, menanyakan lebih jauh dan mengoreksi diri sendiri, Petrus mempercayai pikiran dan penilaiannya sendiri lalu dengan yakin berkata bahwa ia akan teguh berdiri dan tidak akan tergoncang. Petrus mulai menggunakan pikiran manusianya sambil percaya bahwa itu pasti kehendak Tuhan dan tentunya akan menyukakan hati Yesus. Jawaban Yesus dapat dipandang sebagai sebuah tamparan bagi kepercayaan diri Petrus. Yesus menjawab dengan perkataan nubuat, "Sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Ya. Berkebalikan dari yang dikatakan Petrus, Yesus tanpa keraguan berkata bahwa malam itu juga Petrus akan menyangkal Dia. Ia akan tidak mengakui Yesus sebagai gurunya dan menyangkal dirinya sebagai murid Yesus. Bukan hanya sekali, tapi tiga kali.

Bagaimana jika Anda menjadi Petrus? Perkataan Yesus terasa menggelikan, bukan? Tampak sekali meremehkan dan merendahkan komitmen serta keberanian Petrus sebagai murid-Nya. Begitu juga nubuatan-Nya. Tentu banyak yang hari ini setuju bahwa sebuah nubuatan yang isinya pesan yang buruk dan sifatnya mengutuki seseorang seperti itu harus dipertanyakan kebenarannya. Bukankah nubuat seharusnya membangun, menasihati dan menghibur? Mengapa Yesus seolah menjatuhkan mental Petrus? Mengapa Yesus justru menolak pembelaan dari murid-Nya yang siap memberikan dukungan pada-Nya malah justru meramalkan sesuatu yang jahat sebagai kebalikan pernyataan keteguhan hati sang murid?
Inilah mengapa jika hari ini Yesus di tengah-tengah kita, sangat mungkin banyak di antara kita tidak akan mengenali-Nya -jika kita sering berusaha menemukan kehendak Tuhan SEMATA-MATA melalui pikiran-pikiran manusiawi kita sendiri, lebih daripada berusaha memahami kehendak Tuhan yang sesungguhnya melalui pencarian yang tulus dan seksama di hadapan Tuhan.

Kenyataannya, Petrus tetap bersikeras. Suatu sikap yang kemudian memancing murid-murid yang lain untuk melakukan hal yang sama. "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau, " demikian klaim Petrus yang didukung rekan-rekan lainnya. Terbukti pemikiran-pemikiran manusiawi kerap mendapat dukungan orang-orang yang juga memakai pikiran-pikiran manusiawinya daripada menyelidiki kehendak Tuhan.  Dengan menyatakan itu, sesungguhnya mereka TIDAK PERCAYA dan MENOLAK apa yang disampaikan Yesus. Bukannya berusaha mencerna dan memahami apa maksud Yesus menyampaikan pesan itu, mereka justru memikirkan dan meyakini kebalikan perkataan Yesus itu. Akibatnya sangat fatal. Alih-alih menyiapkan mental dan meminta kekuatan untuk menanggung ujian yang menanti di depan mereka, murid-murid dan terutama Petrus menepuk dada dan menilai diri mampu menghadapi kegoncangan itu. Bandingkanlah ini dengan puluhan ribu orang Israel yang berperang melawan Filistin di bawah pimpinan Hofni dan Pinehas. Membawa tabut Tuhan, mereka berdeklarasi dan sangat yakin Tuhan memberikan kemenangan. Karena tidak mencari kehendak Tuhan sejati mereka dipermalukan. Hari itu tewaslah kira-kira 33.000 orang Israel sebagai tambahan dari 4.000 orang yang gugur sebelumnya pada pertempuran yang pertama (1 Sam. 4:1-11). Sungguh fatal jika kita melangkah mengikuti penilaian dan pemikiran kita sendiri tapi tidak mencari pimpinan yang benar dari Tuhan.

Kembali pada malam terakhir Yesus. Ketika peristiwa itu terjadi dimana Getsemani didatangi segerombolan pasukan, murid-murid barulah tersadar betapa mereka telah luput dalam menangkap kehendak Tuhan. Iman mereka goncang dan mereka melarikan diri dalam kengerian saat satu persatu yang pernah disampaikan Yesus tentang penderitaan-Nya mulai menjadi kenyataan. Murid-murid berpisah jalan dan menyembunyikan diri. Secara tidak langsung mereka mengingkari perkataan mereka sendiri yang akan berdiri membela Yesus sekalipun harus mati. Iman mereka goyah dan selanjutnya teror menghantui mereka.

Bagaimana dengan Petrus?
Petrus jatuh lebih parah. Pertama-tama ia menjadi emosi di sela-sela penangkapan Yesus. Secara membabi-buta ia mencabut pedang yang ia tidak pernah tahu cara memakainya. Daun telinga seorang dari rombongan penangkap Yesus pun putus. Apakah Yesus memuji dan membela Petrus?  Lagi-lagi Yesus menegurnya. Berlawanan dengan yang dilakukan Petrus, Ia mengembalikan daun telinga orang itu ke tempatnya dan menyembuhkannya.
Masih dalam usahanya membuktikan diri, Petrus mengikut Yesus dari kejauhan (Mat. 26:58). Terlihat ia masih menolak nubuat yang Yesus sampaikan. ia mencoba mengawal persidangan Yesus. Celakanya, di sanalah ia mengalami kejatuhan begitu dalam. Di halaman rumah Imam Besar Kayafas dimana Yesus diadili dengan keji, Petrus harus berhadapan dengan realita yang menyakitkan. Di sanalah ia tahu siapa dirinya yang sesungguhnya, tersadar betapa tak jujurnya ia terhadap dirinya sendiri dan betapa tak percaya serta bebalnya ia terhadap pesan Yesus, guru yang sebenarnya dikasihinya itu.
Sebelum ayam berkokok dua kali, hampir tak dapat dipercaya tapi itulah faktanya, Petrus BENAR-BENAR menyangkal Yesus yang telah menjadi panutannya selama tiga tahun ini. Ia meninggalkan tempat pengadilan Yesus dengan berurai air mata dengan kehancuran yang amat sangat di hatinya. Tatapan mata Yesus telah menyadarkannya bahwa ia telah menyangkal Yesus daripada membelanya hingga titik darah terakhir. Petrus bukan sekedar goncang imannya malam itu. Ia kehilangan segala yang dibanggakannya sebagai murid Yesus.

"Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku."
Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya."(Lukas 22:61-62)

Orang yang mulanya tampaknya paling berani, paling memahami Yesus, paling mendukung dan paling berhikmat di antara semua murid  di malam kelam itu berubah menjadi murid yang paling keji dan melakukan perbuatan paling bodoh di antara yang lainnya. Ini karena ia luput mengenali kehendak Tuhan yang sesungguhnya telah disampaikan kepadanya tetapi ia tidak mau berusaha lebih lagi  menangkap isi hati Tuhan.


PENUTUP

Kebodohan bukan sekedar tidak berpendidikan atau kurang pengetahuan. Di hadapan Allah, orang paling berhikmat sekalipun akan menjadi bodoh jika tidak mengetahui kehendak Tuhan. Dialah Sang Hikmat itu sendiri, yang olehnya alam semesta ini diciptakan dan ada serta ditopang maupun  dijalankan dalam keteraturan yang menakjubkan. Mengenal Dia berarti memiliki hikmat. Di dalam Kristus, pengertian akan asal usul kita hingga tujuan akhir hidup kita didapatkan.

"Usahakanlah kamu mengerti kehendak Tuhan" adalah perintah yang penting. Sayangnya justru ini yang sering diabaikan oleh anak-anak Tuhan. Mungkinkah ini karena meski mengaku mengikut Tuhan, kita lebih suka mengikuti pikiran dan kehendak kita sendiri? Jika memang demikian, tentu kita bukan penyembah Tuhan yang sebenar-benarnya. Sebab jika Tuhan yang harus mengikuti cara berpikir kita dan bukan sebaliknya, maka kita masih memegang kendali atas hidup kita dan menjadi tuan atas hidup kita sendiri. Kebodohan dan kejatuhan terbesar manusia tetap sama hingga kini. Keinginan mereka tidak berubah sejak di taman Eden yaitu ingin menjadi seperti Allah dan hidup bahagia tanpa terikat pada Allah dan peraturan-peraturan-Nya. Tidak heran jika iblis tetap berhasil menipu manusia dengan memanipulasi firman Tuhan DEMI KEPENTINGAN MANUSIA sehingga manusia merasa telah melakukan yang benar padahal yang diyakininya hanyalah sesuatu yang hampir benar saja.

Saat kita gagal mengenali kehendak Tuhan dalam bidang apapun di hidup kita maka saat itulah posisi kita rentan terhadap kesesatan dan penyimpangan. Jika kita bersikeras tidak mau mencari Tuhan dan mengoreksi hidup kita sesuai dengan yang diinginkan-Nya, kita akan jatuh dalam kebodohan atau lebih buruk lagi, merangkul kebebalan. Dan apa yang ditaburkan dalam kebodohan akan dituai dalam kerugian, kecelakaan dan malapetaka. Karena Harun tidak mencari kehendak Tuhan tapi takut kepada manusia, maka ia membuat patung lembu emas yang mengakibatkan puluhan ribu orang Israel dibinasakan. Karena tidak mengakui Musa sebagai pemimpin sejati atas Israel, Korah beserta Datan, Abiram dan kaum keluarganya ditelan oleh bumi. Karena tidak melakukan yang Tuhan perintahkan untuk berkata pada bukit batu mengeluarkan air tetapi memukulnya dengan tongkat dalam kegeraman, Musa tak dapat memasuki tanah Kanaan. Karena tidak mencari kehendak Tuhan atas orang-orang Gibeon, Yosua dan tua-tua Israel membuat seluruh bangsa terikat perjanjian membebani mereka selamanya.  Karena Daud tidak mencari jalan yang benar setelah berzinah dengan Batsyeba, Daud mengorbankan perwiranya yang tidak bersalah dan melakukan kejahatan keji yang merupakan kebodohannya sebagai raja yang besar. Dan daftar ini terus berlanjut. Mungkin juga berbagai kebodohan ada dalam catatan perjalanan hidup kita.

Meski demikian, selagi Tuhan masih memberikan nafas kehidupan, selalu ada kesempatan untuk memeriksa diri dan memperbaiki hidup kita. Itulah kasih karunia untuk belajar serta bertumbuh dalam  kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan (2 Pet. 3:18). Dan akan jauh lebih baik kita belajar mengenali kehendak Tuhan dan taat kepada pimpinan-Nya itu walaupun belum memahami keseluruhan rahasia rencana Tuhan daripada belajar melalui pengalaman pahit saat kerugian dan kesakitan yang besar menimpa kita.

Doa saya kiranya Indonesia menggenapi takdirnya yaitu menjadi salah satu bangsa yang mengetahui kehendak Tuhan dengan tepat sebagaimana disebutkan dalam 1 Tawarikh 12:32,

"Dari bani Isakhar orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik, sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel: dua ratus orang kepala dengan segala saudara sesukunya yang di bawah perintah"

Semuanya hanya mungkin terjadi jika gereja Tuhan di Indonesia memutuskan untuk meninggalkan segala kebodohan (yaitu mengikuti pikiran dan kehendak sendiri) lalu berkomitmen untuk selanjutnya rajin mencari dan menguji apa yang menjadi kehendak Tuhan lalu hidup di dalamnya. Saat hati kita tertuju pada Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya, Sang Hikmat menjadi sahabat kita dan kita akan dituntun-Nya untuk berjalan dalam jalan kemenangan dan keberhasilan sehingga kita semua bersinar terang ketika kegelapan melanda dunia (Yes. 60:1-2).

Benarlah kemudian yang disampaikan pemazmur supaya kita merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Yaitu supaya akhirnya kita tidak tinggal dalam kebodohan tetapi dipenuhi dengan hikmat Tuhan yang nyata dalam ketetapan-ketetapan Tuhan. Saat kita tak lagi hidup dalam kebodohan, kita akan beroleh ganjaran keberhasilan dan hidup kita menjadi saluran berkat yang besar.

Itukah yang menjadi kerinduan Anda?


"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3)

"Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke mana pun engkau pergi.
Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:7-8)

SALAM REVIVAL!
INDONESIA BAGI KEMULIAAN TUHAN.

"JANGANLAH KAMU BODOH...." (Efesus 5:17) Bagian 1 
 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 12:14 PM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.