Oleh: Peter B. MA
Mencermati kisah Musa berhadapan dengan Firaun, kita akan menemukan
sesuatu yang mungkin belum pernah kita sadari tentang kekerasan hati
manusia di hadapan Tuhan.
Fakta Alkitab menunjukkan bahwa jauh sebelum Musa berangkat ke tanah
Mesir, Tuhan telah menyampaikan bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun
dan akan menghukum raja itu dengan membunuh anak sulungnya :
Firman Tuhan kepada Musa: "Pada waktu engkau hendak kembali
ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan
ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku
akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu
pergi.
Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman Tuhan:
Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung;
sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi,
supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak
membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang
sulung."
~ Keluaran 4:21-23 (TB)
Tentunya pesan Tuhan ini pun telah disampaikan oleh Musa kepada
Firaun sejak awal pertemuan mereka, namun tampaknya ini dipandang
sebelah mata saja oleh sang penguasa lalim itu.
Lalu, apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan "Tuhan
mengeraskan hati Firaun"? Benarkah Dia yang membuat manusia
tidak bisa bertobat dan kembali kepada-Nya? Benarkah Firaun
ditentukan untuk binasa?
Menjawab hal ini sebenarnya tidak terlalu sukar. Kita hanya perlu
mengamati fakta-fakta Alkitab lainnya. Dari sembilan tulah sebelum
tulah yang terakhir (yaitu matinya semua anak sulung orang Mesir),
sesungguhnya hanya tiga kali disebutkan Tuhan mengeraskan hati Firaun
(yaitu pada tulah ke-6, ke-8 dan ke-9). Sedangkan sejak pertama kali
Musa datang kepada Firaun dengan mujizat tongkat yang menjadi ular
dan saat turunnya enam tulah lainnya yang menimpa Mesir, jelas
dikatakan bahwa Firaun sendirilah yang mengeraskan hatinya pada
Tuhan.
Dari sini kita dapat menyelami apa kira-kira yang dimaksud dengan
”Tuhan mengeraskan hati Firaun” dan bagaimana sesungguhnya yang
disebut sebagai kekerasan hati manusia.
Tuhan mengeraskan hati manusia bukan dengan membuat manusia
dihalangi untuk bertobat, namun dengan tidak menghalanginya mengikuti
kehendak hatinya sendiri yang melawan Tuhan.
Apa yang sering dipikirkan orang bahwa Tuhan membuat Firaun tidak
mampu bertobat sejatinya berawal dari sikap hati Firaun sendiri.
Melihat perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan di depan matanya, tidak
membuatnya merendahkan diri lalu mengaku bahwa Allah Musa adalah
Allah yang berkuasa lebih dahsyat dari ilah-ilah Mesir yang
disembahnya. Ini berarti Firaun telah memutuskan dalam hatinya untuk
tidak mau tunduk dan taat kepada Yahweh, Allah Israel. Dan Tuhan pun
tak lagi menghalangi niat Firaun itu.
Banyak kali hati kita menjadi semakin keras di hadapan Tuhan, dengan
menolak bertobat atau memperbaiki diri sambil terus berpegang kepada
dosa, sebenarnya disebabkan oleh sikap kita sendiri yang terus
menerus menolak bisikan lembut Roh Kudus untuk mengajak kita kembali
pada Tuhan. Makin lama hati kita menebal dan mati rasa bagaikan kulit
yang mengeras dan kehilangan sensitivitasnya karena dibiasakan
bersentuhan atau berbenturan dengan benda-benda yang lebih keras.
Hal serupa terjadi pada kisah Kain dalam kejadian pasal 4.
Sebelumnya, Kain telah diperingatkan oleh Tuhan bahwa ia akan segera
jatuh ke dalam dosa di saat kemarahan dan iri hati menyelinap masuk
di hatinya (Kej. 4:5-6). Namun karena ia tidak mempedulikan perkataan
Tuhan, hatinya menjadi semakin keras. Ia tak takut lagi untuk
membunuh adiknya. Hatinya menjadi demikian keras sampai-sampai ia
tidak merasa menyesal ketika ditegur atau bahkan akhirnya diganjar
hukuman dari Tuhan.
Kita perlu berhati-hati dengan sikap hati yang suka menolak teguran
Tuhan. Juga dengan sikap hati yang tidak mau mendengar, tidak
bersedia belajar, apalagi bersikap jujur pada diri sendiri ketika
Roh-Nya menempelak kita. Begitu pula kita seharusnya waspada dengan
hati yang suka berdalih, beralasan, berbelit-belit, menghindar dari
kesalahan maupun suka melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain.
Semuanya dapat makin mengeraskan hati kita.
Akibat pertamanya ialah, begitu Tuhan telah memutuskan membiarkan
kita mengikuti hati kita sendiri, maka kepekaan rohani kita akan
semakin berkurang. Yang tersisa kemudian hanyalah sikap hati yang
semakin tidak takut kepada Allah bahkan merasa diri kita sudah berada
dalam posisi yang benar dan tidak perlu dikoreksi lagi. Pada titik
ini, kita semakin jauh tersesat dan mempersulit kesempatan kita untuk
berbalik kepada Tuhan.
Hati manusia semakin keras kala Tuhan menunjukkan dampak dari
kekerasan hatinya namun manusia memilih tetap tidak bertobat
Sesungguhnya Tuhan selalu memberikan pilihan kepada Firaun. Tulah
demi tulah yang diturunkan-Nya lalu diberhentikan-Nya walaupun Ia
tahu Firaun tidak bertobat, sesungguhnya merupakan kesempatan dan
kasih karunia supaya Firaun menyadari kesalahannya dan merendahkan
diri di hadapan Tuhan. Sayangnya, Firaun memilih untuk tetap pada
pendiriannya. Dan hatinya pun semakin bebal dan tumpul.
Banyak peristiwa dalam kehidupan kita yang sesungguhnya merupakan
cara Tuhan berbicara kepada kita. Yang adalah peringatan dan
penghajaran-Nya atas langkah kita yang menyimpang dari kehendak-Nya.
Tetapi acap kali, seperti Firaun, kita memandangnya sebagai angin
lalu, meremehkannya, menganggapnya suatu kebetulan saja, merasa diri
kita tetap kuat dan masih mampu melewati segala kesukaran itu dengan
kekuatan sendiri. Tanpa disadari kita sedang menjadikan hati kita
makin tidak peka dan sensitif terhadap tarikan Tuhan di hidup kita.
Di sinilah pentingnya kebiasaan untuk merenung dan memeriksa diri.
Sebab jika kita merasa tidak melakukan sesuatu yang melawan Tuhan,
maka kita malah akan semakin kurang menyadari bahwa Tuhan sedang
berurusan dan berbicara pada kita secara serius. Begitu sesuatu yang
mengguncang terjadi dalam hidup kita, sudah seharusnya kita memeriksa
diri apakah ada jalan kita yang menyimpang di hadapan Tuhan. Jika
ada, kita perlu membereskan dan memohon pengampunan di hadapan Tuhan.
Dan bahkan apabila secara jujur kita belum mendapati atau mengetahui
apa yang salah dari hidup kita, tetap seharusnya kita mencari dan
menanti-nanti Tuhan akan apa yang hendak Ia tunjukkan kepada kita
melalui goncangan-goncangan dalam hidup kita (dimana ini pun bisa
berlaku dalam konteks nasional atau satu bangsa). Bagaimanapun,
memeriksa dan menyelidiki diri merupakan salah satu sikap utama yang
harus kita miliki jika kita ingin tetap dalam posisi dikenan Tuhan.
Dalam keangkuhannya, manusia dapat menjadi semakin keras hati
bahkan setelah mendengar dan melihat berbagai pekerjaan Tuhan yang
ajaib di depan matanya sekalipun
Yang dialami Firaun sebenarnya sesuatu yang sangat dahsyat. Ia
mengalami sendiri bukan saja tanda-tanda ajaib yang diadakan Tuhan
atas seluruh bangsanya, namun Ia pun berkali-kali mendengar
pesan-pesan ilahi dari Tuhan sendiri dan langsung melihat penggenapan
pesan-pesan profetik yang disampaikan oleh salah satu nabi paling
besar yang pernah dicatat dalam sejarah. Meski demikian, Firaun
bergeming, bersikukuh untuk tidak mau percaya dan tunduk pada Tuhan.
Mujizat dan perkataan nubuatan yang digenapi mungkin saja
mengggentarkan jiwa banyak orang, namun untuk kemudian orang
melangkah dalam pertobatan dan benar-benar kembali kepada Tuhan, itu
perkara lain.
Pertobatan lebih dari sekedar kekaguman atau ketakjuban akan kuasa
Tuhan. Sesungguhnya iblis pun gentar dan takjub melihat kebesaran
Tuhan. Pertobatan lebih daripada itu. Apabila rasa terpesona kita
tidak membawa kita kepada rasa takut sehingga kita menyembah Tuhan
dan rindu menjadi milik-Nya, hati kita justru semakin keras dan
menyimpang dari kehendak Tuhan.
Mengenal dan mengalami secara langsung pekerjaan serta peragaan kuasa
Tuhan yang ajaib adalah baik. Namun yang lebih penting dan lebih baik
daripada itu adalah mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya di dalam
hidup kita. Apalah artinya melihat kuasa Tuhan yang maha dahsyat
dinyatakan di hadapan kita namun hati kita tetap tidak selaras dan
sehati dengan Dia? (Matius 7: 21 - 23). Betapa tidak berartinya
berkat-berkat jasmani yang kita terima apabila ternyata hidup kita
tidak menyukakan hati-Nya!
Orang yang mengeraskan hati akan menanggung akibat yang sangat
dahsyat dan mengerikan dalam hidupnya
Membaca akhir cerita Firaun, segenap bangsanya hancur lebur. Ia
kehilangan segala-galanya. Mesir porak poranda total. Keindahannya,
kebersihannya, kesuburan nya, hasil tanahnya, iklim dan cuacanya,
ternaknya, harta bendanya, anak sulungnya hingga seluruh kekuatan
militernya. Semuanya runtuh dalam hitungan bulan saja. Semua karena
kekerasan hati sang pemimpin bangsa.
Tuhan mencari orang yang miskin hati di hadapan-Nya. Yaitu orang yang
tidak memegahkan diri dan merasa dirinya mampu berjalan tanpa Tuhan.
Tuhan suka kepada orang-orang yang menghamba dan mau menyendengkan
telinga kepada-Nya.
Sebaliknya, Ia membenci orang-orang sombong. Yaitu mereka yang tidak
memperdulikanNya dan mengabaikan uluran tangan kasih karunia-Nya.
Yang terus menerus tidak setuju serta enggan melaksanakan
perintah-perintah-Nya. Orang-orang yang merasa dirinya dapat
memanfaatkan Tuhan, mengatur-atur Tuhan atau menentang Tuhan dengan
seenaknya pada akhirnya akan menanggung akibat kekurangajarannya itu.
Banyak kejatuhan dan kehancuran dahsyat dalam berbagai sisi kehidupan
manusia sesungguhnya berawal dari sikap tidak mau menyerahkan hidup
kepada Tuhan namun lebih berpegang pada cara hidupnya sendiri yang
berdosa dan melawan Tuhan. Ketika itu diteruskan bertahun-tahun
lamanya dalam kekerasan hati, maka bagaikan benih yang sudah menjadi
pohon, ia siap dituai buahnya, perbuatan-perbuatannya yang melawan
Tuhan akan mulai terasa akibatnya. Hasil dari kejahatan akan menimpa
sang pembuatnya sendiri. Seperti halnya anak bungsu yang meninggalkan
rumah bapanya telah menabur kemalasan, pesta pora, hidup boros untuk
mengejar kesenangan hidup maka akan tiba waktunya ia menuai
kebangkrutan, kemiskinan, kekurangan dan kekosongan hati. Keadaannya
sangat jauh berbeda dibandingkan ketika ia berada di rumah bapanya.
Itu pula gambaran mereka yang telah mengeraskan hati menjauh dari
peringatan-peringatan Tuhan.
Yang lebih penting sebagai peringatan kita adalah bahwa kekerasan
hati tidak selalu terkait dengan mereka yang duniawi dan tidak
mengenal agama. Orang-orang Farisi serta pengikut pengikutnya, juga
merupakan tipe orang-orang yang tampak saleh dan hidup benar serta
melayani Tuhan namun juga merupakan kelompok orang yang disebut Yesus
sebagai yang keras hati dan yang hatinya jauh dari pada Tuhan (Yoh.
21: 32; Mat. 15: 8).
Kekerasan hati akan selalu berhadapan dengan kekerasan Tuhan dan
keadilan-Nya. Celakalah mereka yang mencoba berbantah dan berkeras
membenarkan pendapatnya sendiri di hadapan Tuhan, sebab tidak ada
seorangpun yang dapat melawan dan mempertanyakan hikmat dan
keadilan-Nya dalam memutuskan segala sesuatu. Ia mengasihi setiap
kita, dan seringkali Ia bersabar atas kekerasan hati kita. Namun jika
kita tetap memilih untuk bersimpang jalan dengan Dia, pastilah kita
akan menanggung akibat pilihan kita itu. Semakin kita mengeraskan
hati dan semakin jauh kita meninggalkan dia, semakin berat dan ngeri
konsekuensi yang harus kita tanggung. Tuhan akan membiarkan kita
menuai dan menanggung setiap buah dari kekerasan hati kita. Dan pada
saat kita menyadari hal itu (dan ingat, beberapa orang seperti Firaun
tidak pernah sampai pada kesadaran sama sekali), walaupun terkadang
masih ada kesempatan yang diberikan, namun kerugian dan kehancuran
yang sangat besar telah terjadi. Dan alangkah baiknya apabila itu
semua tidak pernah terjadi apabila kita tidak terus mengeraskan hati.
Jika Anda telah diperingatkan Tuhan namun masih tinggal di dalam dosa,
maukah Anda mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk tidak lagi
mengeraskan hati HARI INI?
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah
keraskan hatimu!"
~ Ibrani 4:7 (TB)
Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.