Oleh:
Peter B,
“SEORANG YANG SAKIT KUSTA DATANG KEPADA YESUS, DAN
SAMBIL BERLUTUT DI HADAPAN-NYA IA MEMOHON BANTUAN-NYA, KATANYA: “KALAU ENGKAU
MAU, ENGKAU DAPAT MENTAHIRKAN AKU.” MAKA TERGERAKLAH HATI-NYA OLEH BELAS
KASIHAN, LALU IA MENGULURKAN TANGAN-NYA, MENJAMAH ORANG ITU…” (MARKUS 1:40-41)
Salah satu tokoh
dunia yang paling dikenal dalam bidang pelayanan sosial adalah almarhum Ibu
Theresa dari Calcutta. Selama hidup hingga hari terakhirnya di dunia (1997). Ia
habiskan di tengah-tengah orang-orang miskin, cacat penyakitan, kelaparan.
Melalui pelayanan yang didirikannya di Calcutta, Ibu Theresa menjangkau
orang-orang dari kota paling miskin dan paling menderita di dunia itu. Belas
kasihannya begitu nyata saat melihat beliau berada di tengah-tengah mereka yang
dirawat atau ditampungnya di Missionaries of Charity, nama pusat pelayanannya.
Usahanya yang tidak kenal lelah bertahun-tahun lamanya akhirnya diakui oleh
dunia. Pada tahun 1979, Ibu Theresa menerima hadiah Nobel Perdamaian, suatu
penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada orang-orang yang dianggap paling
berjasa bagi kehidupan umat manusia di dunia.
Apa yang dilakukan
oleh Ibu Theresa adalah luar biasa. Luar biasa apabila diukur dengan kebanyakan
orang yang ada di dunia pada umumnya. Di tengah-tengah kehidupan yang semakin
materialis Individualistis sekarang ini, sangat sukar ditemukan orang-orang
yang rela mengorbankan waktu, tenaga, harta, apabila hidup pribadinya demi
menolong orang-orang yang menderita. Sungguh pengorbanan Ibu Theresa di atas
rata-rata. Akan tetapi, jika kita melihat lebih dalam akan kehidupannya, kita
akan tahu darimana wanita tua bertumbuh kecil ini mendapatkan visi, memperoleh
beban, digerakkan hatinya oleh belas kasihan, terilhami untuk mengorbankan diri
demi melayani mereka yang menderita.
Dari keterangan
ensiklopedia terkenal, tercatat bahwa ordo (cabang) pelayanan yang dipimpin
oleh Ibu Theresa mensyaratkan empat hal terhadap mereka yang hendak turut
melayani di sana. Tiga syarat pertama adalah syarat umum yang bersifat wajib
sebagaimana ordo-ordo pelayanan Katolik Roma di dunia yaitu, hidup miskin
secara sukarela, membujang seumur hidup, taat sepenuhnya pada aturan yang
berlaku. Namun di samping ketiga syarat tadi, organisasi pelayanan Ibu Theresa
memberikan syarat keempat yang harus di penuhi yaitu, berjanji dengan sukarela
melayani orang-orang miskin. Syarat ini didasari oleh keyakinan Ibu Theresa
yang menjadi dasar pelayanannya bahwa pelayanan terhadap orang miskin adalah
salah satu perwujudan pribadi Kristus. Dari sini kita mengetahui bahwa Kristus
jualan yang menjadi dasar dan tujuan pelayanan Ibu Theresa.
Apa yang dilakukan
oleh Ibu Theresa adalah pelayanan dengan karunia kemuraahan. Karunia kemurahan memampukan
setiap orang yang memiliki karunia tersebut untuk dengan pertolongan Roh Kudus
melayani atau memberikan dukungan orang-orang yang menderita secara jasmani
(orang cacat, miskin, terbelakang, menderita penyakit parah dsb.). Orang-orang percaya
dengan karunia kemurahan memiliki kesanggupan dan kesempatan yang lebih besar
daripada orang-orang yang percaya yang lain untuk menunjukkan belas kasihan
mereka kepada orang banyak. Hati mereka dengan mudah tergerak oleh belas
kasihan khususnya kepada mereka yang menderita. Akhirnya dengan penuh
kesabaran, mereka tidak segan-segan mengorbankan kehidupan pribadi mereka demi
menjangkau orang-orang yang menderita tersebut. Kuncinya di sini adalah belas
kasihan.
Mungkin sebagian besar
di antara kita tidak memiliki karunia kemurahan seperti Ibu Theresa. Tetapi itu
tidak membuat hidup kita terbebas dari tanggung jawab atas peran kita sebagai
pengikut Kristus terlebih lagi sebagai seorang penyembah yang sejati. Sekali lagi
perlu kita ingat kembali di sini bahwa teladan Kristus. Setiap penyembah sejati
harus memandang kepada Kristus, bukan kepada manusia lain yang memiliki karunia
menonjol di bidang tertentu. Apa yang dilakukan oleh Kristus harus selalu
menjadi acuan kita dalam bertindak, berperilaku, menjalani kehidupan dan
berhubungan dengan Tuhan. Dan teladan Kristus adalah Ia memiliki hati yang
penuh dengan belas kasihan. Belas kasihan seringkali menggerakan hatiNya
sehingga Ia akhirnya melakukan sesuatu untuk menolong atau membebaskan orang
lain. Hati Tuhan adalah hati yang berbelas kasihan. Belas kasihan itu juga yang
seharusnya memenuhi hati kita. Itulah peran kita sebagai penyembah sejati.
Mengamati kehidupan
Kristus, bukan sesuatu yang jarang ditemukan apabila Yesus digerakan hatiNya
oleh belas kasihan. Perhatikanlah beberapa ayat di bawah ini,
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh
belas kasihan kepada mereka, Karena mereka lelah dan terlantar seperti domba
yang tidak bergembala. (Matius 9:36)
Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang
besar jumlahnya, Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan
Ia menyembuhkan mereka yang sakit. (Matius 14:14)
Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu
Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti
Dia. (Matius 20:34)
Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia
mengulurkan tangan-Nya. Menjamah orang itu dan berkata kepadanya, “Aku mau,
jadilah engkau tahir.” (Markus 1:41)
Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang
banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, Karena
mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan
banyak hal kepada mereka. (Markus 6:34)
Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah
hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!”
(Lukas 7:13)
Hati seorang
penyembah senantiasa berbelas kasihan. Belas kasihan adalah karakter dari Allah
kita. Bapa kita di Surga adalah Bapa yang penuh dengan belas kasihan. Ia Bapa
yang sayang dengan anak-anakNya. Bacalah dan renungkanlah ayat-ayat ini secara
pribadi, Mazmur 103, 8-18 dan Lukas 15, 11-22 (khususnya ayat ke - 20). Setelah
membacanya, berhentilah sejenak untuk merasakan kasih Bapa itu. Bukankah Dia
sungguh Bapa yang penuh kasih dan penyayang? Sekarang pribadi Allah Anak, Tuhan
Yesus Kristus. Telah jelas digambarkan dalam ayat-ayat di atas betapa Ia adalah
pribadi yang dipenuhi bahkan digerakkan oleh belas kasihan. Bagaimana dengan
Roh Kudus? Tentu saja sama. Roh Kudus memiliki sifat dasar yang lemah lembut
dan tidak pernah memaksa. Bukan kebetulan Ia dipanggil Penghibur atau Penolong
yang lain. Dan bukankah dari Roh Kudus setiap karunia–karunia Roh itu. dimana
termasuk di dalamnya karunia kemurahan?
(lihat 1Korintus 12:7). Dan tahukah Anda hasil persekutuan kita dengan Roh Kudus? Hasilnya adalah buah Roh, yang di dalamnya terdapat “kasih dan kemurahan” (lihat Galatia 5:22-23).
(lihat 1Korintus 12:7). Dan tahukah Anda hasil persekutuan kita dengan Roh Kudus? Hasilnya adalah buah Roh, yang di dalamnya terdapat “kasih dan kemurahan” (lihat Galatia 5:22-23).
Jadi, sangat jelas
bagi kita bahwa Allah yang kita sembah. Tritunggal yang Kudus, adalah Pribadi
yang sarat dengan belas kasihan. Amin.
(Diambil dari warta
Worship Center edisi 29 – 26 Juli 2002)
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.