Oleh : Peter B.
(Catatan dari editor : Artikel ini telah dipublikasikan pertama pada tahun 2002 dan kami dedikasikan kepada bapa rohani kami, bpk. Peter yang telah berpulang ke rumah Bapa dan kepada murid²nya di berbagai daerah di Indonesia yang masih mempelajari tulisan² beliau. Semoga artikel ini membantu kita dalam memahami serta mengikuti kehendak Tuhan. Salam kasih dan doa kami untuk para pembaca)
“Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya."
~ Lukas 2:51
Renungan minggu ini adalah kelanjutan dari pelajaran penyembahan dari Sang Pakar Penyembahan, yaitu Kristus sendiri. Ini merupakan bagian kedua dari kisah Yesus pada usia 12 tahun. Melanjutkan adengan sebelumnya, Yesus yang diajak untuk pulang oleh orang tuanya semula memberikan tanggapan yang cukup ‘keras’ yaitu bahwa memang sudah seharusnyalah Ia tinggal dan diam di Rumah BapaNya (Bait Suci) dan sudah seharusnyalah Ia berada di tengah-tengah perkara-perkara BapaNya. Pada usia 12 tahun, Yesus sebagai remaja mengerti benar apa yang terbaik bagi hidupNya dan tentunya bagi hidup setiap orang di dunia. Yaitu bahwa hidup penyembahan harus dimulai sejak masa remaja. Hubungan yang intim dan akrab dengan Allah dijalin sejak usia muda. Tidak ada yang lebih baik dan lebih indah daripada itu. Jika Yesus melakukannya, mengapa kita tidak?
Tetapi perhatikanlah, ada sesuatu yang sangat menarik dalam ayat-ayat setelah itu. Yesus yang sepertinya ‘tidak ingin’ untuk meninggalkan Bait Allah dan pulang ternyata pulang juga bersama kedua orang tuaNya, Yusuf dan Maria. Dan yang lebih menarik lagi, setelah kepulanganNya itu, hidup Yesus hanya digambarkan dengan dua ayat saja: Lukas 2:51 (nast kita di atas) dan Lukas 2:52. Pemunculan Yesus berikutnya adalah pada Lukas 3:21 dan di situ diceritakan bahwa Yesus ada bersama-sama orang banyak dan turut dibaptis. Injil yang lain memberitahukan kita bahwa pada saat itu usia Yesus telah 30 tahun. Itu berarti sejak usia 12 tahun hingga 30 tahun, yaitu sekitar 18 tahun, Yesus tidak pernah lagi mengadakan sesuatu yang spektakuler, mengejutkan dan menggemparkan baik di tengah-tengah keluargaNya atau di antara orang-orang sebangsanya. Dan sekali lagi saya katakan,selama 18 tahun itu hidup Yesus digambarkan dalam 2 ayat saja: Lukas 2:51 dan Lukas 2-52. Apa arti semua ini? Apa yang dapat dipelajari?
Bagian Firman Tuhan dalam Injil Lukas ini memberikan pelajaran yang luar biasa kepada kita mengenai arti dan bentuk penyembahan sejati. Kisah masa remaja Kristus memberikan pelajaran yang tidak ternilai harganya bagi kita. Pelajaran apa sajakah itu? Kita akan belajar mengenai otoritas dan penundukan diri yang merupakan salah satu bentuk praktek penyembahan sejati.
Pertama, penundukan diri Yesus yang pertama dan terutama adalah kepada BapaNya yang di Surga. Selama 3 hari, Yesus seakan-akan tidak peduli kepada kedua orang tuaNya di bumi: Yusuf dan Maria. Dan hal itu semakin ditegaskan lewat kata-kata Yesus sendiri, “Bukankah aku harus berada di tengah-tengah pekerjaan BapaKu?” (Lukas 2:49). Demikian pula sesungguhnya yang harus diterapkan dalam hidup kita. Apabila merupakan kehendak Tuhan untuk kita sepertinya tidak taat kepada orang tua (dalam kisah Yesus: Yesus tidak berangkat pulang bersama kedua orang tuanya), kita harus lebih taat kepada Bapa yang di Surga daripada siapapun juga, manusia manapun juga bahkan termasuk orang tua kita sekalipun. Penyembahan yang sejati menuntut kita untuk lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia yang kemudian juga membawa kita untuk harus lebih taat kepada Tuhan daripada kepada manusia (Kisah Para Rasul 4:19). Dengan demikian, apabila kita menjadi penyembahNya yang sejati, tidak akan ada yang dapat menakut-nakuti serta mengintimidasi kita. Seperti Yesus, kita menundukkan diri kepada Allah dan tidak ada seorang manusia pun yang seharusnya dapat memaksakan kepada kita sesuatu terlebih lagi hal-hal yang tidak cocok dengan kehendak Tuhan. Apakah ini terdengar seperti kabar baik bagi mereka yang hidup dalam pemberontakan? Nanti dulu, sebab pelajaran berikutnya adalah:
Kedua, sebelum tiba waktu Allah, Yesus tetap menundukkan diri kepada otoritas yang telah ditetapkan atasNya (dalam kisah ini adalah otoritas orang tuaNya). Di sinilah kita harus belajar dengan seksama. Sekalipun Yesus tahu ada rencana yang besar dalam hidupNya dan Ia mengerti bahwa otoritas terutama dalam hidup-Nya adalah otoritas BapaNya yang di Surga, ia tidak lantas menjadi lupa diri dan memandang rendah otoritas manusia sebagaimana yang telah ditetapkan atasNya. Jelas sekali dalam kisah ini, Yesus ingin menunjukkan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengatur kehidupanNya menggantikan BapaNya yang di Surga tetapi di samping itu, Yesus juga memberikan teladan yang indah bagi kita bahwa penundukan diri yang mutlak kepada Bapa juga berarti menghormati dan menundukkan diri dengan benar pada otoritas manusia yang telah ditetapkan dalam hidup kita. Itu bisa saja dalam berbagai bentuknya: misalnya orang tua (dalam keluarga), gembala sidang (dalam gereja lokal), pemerintahan negara (dalam kehidupan berbangsa) dan sebagainya.
Penundukan diri kepada Tuhan tidak pernah boleh menjadikan hidup kita sebagai pemberontak-pemberontak di dunia. Penyembahan yang sejati kepada Tuhan juga berarti menundukkan diri kepada otoritas manusia yang telah ditetapkan di atas kita, dengan perkecualian otoritas tersebut tidak meminta kita untuk hidup melawan Dia.
Yesus memberikan teladan yang sempurna bagi kita. Alkitab mencatat, Yesus hidup di bawah asuhan kedua orang tuanya dan itu berarti Ia menundukkan diri selama 18 tahun kepada kedua orang tuanya! Yesus yang begitu kudus dan luar biasa sebagai seorang remaja yang saleh dan telah tahu panggilanNya ternyata justru tidak keluar tetapi selama belasan tahun, Ia rela merendahkan diri dan taat di bawah pembinaan Yusuf dan Maria. Betapa kita yang begitu banyak kelemahan, kekurangan, ketidaktahuan dan seringkali mudah tersesat, bukankah seharusnyalah kita lebih menghormati dan menundukkan diri kepada orang tua, gembala sidang, maupun pemerintahan negara kita? Yesus menyala-nyala untuk hidup bagi kemuliaan Bapa dan melayani Dia. Nah, bukankah kita yang seringkali tidak peduli perkara-perkara yang benar dan rohani, seharusnyalah kita lebih mendengarkan dan mengikuti arahan dan peringatan yang baik dari orang tua kita?
Sekali lagi, penyembahan sejati menuntut penundukan diri. Pertama-tama kepada Tuhan dan kemudian kepada otoritas manusia yang telah ditetapkan Tuhan atas kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.