(Untuk kalangan sendiri / umat Kristen lndonesia)
PENGANTAR
Sebelumnya saya
ingin menegaskan bahwa perspektif profetik ini hanya ditujukan untuk kalangan
sendiri dan saya tidak dalam rangka mengkampanyekan
atau menyudutkan pihak-pihak tertentu. Pesan ini murni saya sampaikan sesuai dengan pewahyuan yang telah Tuhan berikan kepada saya. Saya sekedar mengikuti pimpinan Roh Kudus
untuk menyampaikan pesan ini kepada umat
Tuhan di Indonesia.
Perspektif profetik ini bermaksud menyampaikan penjelasan kepada gereja-gereja Tuhan dari sudut pandang profetik
terkait kondisi mereka dan terkait pemerintahan di Indonesia, serta gambaran sekilas akan masa depan Indonesia setelah pilpres 2019 (yang secara lebih jelas dan rinci akan kami sampaikan dan bagikan secara eksklusif kepada kalangan sendiri yang berminat mengetahui
kehendak Tuhan untuk bergerak sesuai kehendak-Nya),
Faktor yang
penting saat kita membaca perspektif profetik,
pengajaran, buku-buku rohani, mendengarkan khotbah adalah BUKAN SEKEDAR
MENGISI PIKIRAN KITA
DENGAN BERBAGAI PENGETAHUAN
ROHANI TETAPI UNTUK
SELANJUTNYA MENGHUBUNGKAN PENGETAHUAN
ROHANI TERSEBUT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI SEHINGGA KEMUDIAN PENGETAHUAN
ROHANI TERSEBUT MEMBAWA MANFAAT BAGI HIDUP KITA KARENA PENGETAHUAN TERSEBUT MENGANTARKAN KITA
SAMPAI PADA
PENGERTIAN AKAN POSISI
ROHANI KITA SAAT INI, AKAN MAKSUD
HATI TUHAN DALAM HIDUP KITA, SERTA LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS YANG HARUS KITA LAKUKAN HARI DEMI HARI.
DENGAN DEMIKIAN PIKIRAN, HATI DAN KEHIDUPAN
KITA SELALU
TERHUBUNG DENGAN PERKARA-PERKARA DARI SORGA. Oleh karena itu, perspektif
profetik pada puncaknya seharusnya menjadi petunjuk strategis agar kita
bergerak selaras dengan Tuhan dan
mengalami kemenangan bersama Dia.
Jika kita dapat memahami
dan meresponi pesan Tuhan
dengan tepat, itu akan membawa kita masuk dalam tingkat rohani yang lebih
tinggi. Menerima pengertian-pengertian
baru (hikmat dari Sorga) yang berhubungan dengan rahasia pikiran dan hati
Tuhan. Memperoleh pimpinan
Tuhan secara supranatural (pengalaman baru berjalan bersama Tuhan). Menerima pewahyuan terkait kondisi pribadi dan bangsa.
Kehidupan dan pelayanan kita akan diurapi Tuhan sehingga Tuhan pakai sebagai sarana
membangkitkan gairah untuk bersekutu dengan
Tuhan, menyingkapkan pengertian-pengertian yang baru akan jalan Tuhan, dimampukan menjadi teladan serta menjadi agen-agen ilahi demi mengadakan terobosan
rohani di bangsa ini.
SEBALIKNYA, kegagalan
kita meresponi pesan Tuhan akan membuat hidup kita seperti orang Israel yang
berputar-putar dan akhirnya
binasa di padang gurun rohani (yaitu
tidak mengalami pertumbuhan rohani, sulit membedakan mana kehendak Tuhan dan
pribadi).
Dan Tuhan menjelaskan orang yang meresponi pesan-pesan Tuhan sekehendak
hatinya sendiri akan jatuh pada salah satu dari
dua sisi. Di satu sisi, ia akan jatuh
dan hanyut dalam
arus kebodohan dan kesombongan (suatu
keadaan yang tidak memiliki kepedulian akan kehendak Tuhan namun dengan lancang mengutip bagian-bagian
tertentu dari firman Tuhan, pengajaran, perspektif profetik untuk meneguhkan maksud hatinya
sendiri).
Kesombongan dalam hati membuat hatinya tidak
merasakan beban apa pun seperti
perasaan bersalah karena pikirannya terlalu sibuk membenarkan dan membanggakan dirinya sendiri. Jika tidak demikian, ia dapat jatuh
pada sisi lainnya : berpotensi terjerumus
dalam arus kekecewaan dan keputusasaan (pikirannya menjadi tertekan karena
kekuatiran dan ketakutan menguasai hatinya lalu berusaha menghadapi berbagai
masalah dalam hidupnya
sesuai dengan caranya sendiri).
Kedua sisi tersebut
hanya akan membuat kita
menjadi pribadi yang egois
dan menjauhi persekutuan dengan Tuhan.
Oleh karena itu pastikan respon Anda adalah siap menyambut, menguji dan
melakukan petunjuk dari Tuhan. Sebab respon kita akan menentukan
arah dan langkah kita selanjutnya.
Apakah kita
sedang memposisikan diri berdiri
di pihak Tuhan atau berseberangan dengan Tuhan???
Saya berdoa kiranya Tuhan melimpahkan
kepada kita hati yang baru. Hati yang jujur, tulus, berlimpah dalam kasih, takut akan Tuhan sehingga Tuhan berkenan menyingkapkan pengertian-pengertian yang baru saat membaca perspektif
profetik ini. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh
mencari kehendak Tuhan yang akan dimampukan untuk mengerti rahasia dibalik
petunjuk-petunjukNya dalam perspektif
profetik ini. Tuhan memberkati
I.
PERJUANGAN
DUA CAPRES DI PILPRES 2019
Kita
mengetahui bersama-sama bahwa pada tanggal 17 April 2019, bangsa kita akan
mengadakan pesta demokrasi. Rakyat berhak memilih presiden, DPD RI, DPR RI,
DPRD provinsi, DPRD kab/kota. Sebelum kita membuat
keputusan dalam pemilihan nanti saya mendorong umat Tuhan di
seluruh Indonesia untuk mencari tahu dan mengamati kualitas karakter, kepemimpinan,
kebijakan-kebijakan (yang mencerminkan ideologi-ideologi yang
diyakini), serta program-program masing-masing calon presiden dan
legislatif. Tuhan akan memakai berita-berita dan analisis dari pengamat politik,
penulis di media sosial untuk menyingkapkan kepentingan-kepentingan yang disembunyikan oleh
capres dan cawapres. Salah satu sarana kita menguji kemampuan dari kepemimpinan capres dan cawapres adalah
menguji pernyataan capres dan cawapres melalui acara diskusi maupun debat yang dari sana kita
dapat mengetahui kualitas dari visi, program, solusi yang ditawarkan
calon-calon pemerintah ini terkait masalah
rumit dalam bangsa ini termasuk karakter mereka sebagai pemimpin. Lebih
dari itu, umat Tuhan seharusnya tidak sekedar mengetahui kualitas kepemimpinan
dari capres
dan cawapres tetapi umat Tuhan juga mampu mengetahui
proses, takdir dan rencana Tuhan bagi bangsa ini sehingga hati kita limpah
dengan
sukacita, damai sejahtera, harapan baru serta dipenuhi kekuatan
menanggung segala sesuatu sekalipun bangsa ini sedang terpuruk dalam berbagai
krisis harapan, krisis
kepemimpinan, krisis sukacita, dan krisis pertumbuhan rohani. Sebab Tuhan telah
berjanji
(berlaku bagi orang-orang yang mau mencari dan hidup dalam kehendakNya) akan melimpahkan
pengertian dan pewahyuan secara supranatural sampai gereja-gerejaNya mengerti dengan
jelas apa
yang menjadi kehendakNya di pilpres 2019 dan bagaimana
langkah
selanjutnya hidup di bawah periode
pemerintahan yang baru lima tahun ke depan.
Terkait capres dan cawapres, Tuhan memberitahukan kepada saya bahwa masing-masing capres masih belum memiliki jiwa yang besar
untuk berdiri diatas semua golongan. Keduanya belum memiliki tujuan (visi)
baru yang
besar di masa depan. Belum memiliki cara-cara
jitu untuk menyelesaikan berbagai masalah di bangsa ini, termasuk mengendalikan para
elit politik
yang turut terlibat secara tidak langsung menyiasati hukum dan bermaksud
mengubah ideologi bangsa ini.
Kita
mengetahui salah satu capres telah menunjukkan kemampuannya dalam
membangun infrastruktur dan ekonomi di bangsa ini
sehingga perdagangan di Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain. Di
sisi lain kita juga melihat berbagai kasus dalam negeri
yang sensitif karena merampas persatuan, hak beragama, beribadah,
keadilan seperti yang terjadi atas korban-korban intoleransi, maupun korban
pemerkosaan dan penculikan mahasiswa tahun 1998, termasuk kasus skandal salah
satu bank yang pernah dijanjikan untuk diselesaikan oleh presiden namun sampai
hari ini tampaknya tetap tidak tersentuh. Cawapres yang dipilih mendampinginya juga seorang tokoh agama
yang belum lama turut memperkeruh secara politik terkait kasus dari seorang kepala daerah.
Pada sisi lain, capres yang menjadi
penantangnya telah beberapa kali melakukan manuver politik yang pada dasarnya
memperbesar isu-isu yang tidak jelas di media sosial seperti memberikan
dukungan pada seorang ibu yang mengaku telah dipersekusi sekelompok orang (yang
dikesankan suruhan lawan politik) padahal kenyataannya ia
baru saja
menjalani operasi plastik. Cawapres pendampingnya
juga pernah mengkampanyekan program-program yang disebut pro rakyat sewaktu
mencalonkan diri dan sempat menjadi wakil kepala daerah, namun program-program
tersebut belum jelas pelaksanaannya.
Intinya kedua capres dan cawapres hanya fokus memenangkan
pilpres 2019
dengan melakukan segala cara dan menggunakan berbagai janji. Kedua calon
presiden telah mengabaikan
beberapa masalah yang pelik di bangsa ini seperti pentingnya perubahan
mental, masalah intoleransi yang
melibatkan tokoh-tokoh agama, juga tokoh-tokoh masyarakat yang merenggut hak
beragama/beribadah, merenggut hak orang-orang yang menjadi korban ketidakadilan
dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, maupun korupsi yang melibatkan para
elit politik.
Bahkan kedua capres belum memiliki tujuan (visi) baru yang
jelas dan besar sehingga belum mampu membangkitkan harapan, inspirasi,
motivasi, semangat serta menggerakkan masyarakat Indonesia untuk berjuang bersama
presiden.
Sesungguhnya Indonesia tidak lagi memproduksi pemimpin besar seperti
di masa tahun 1945 dimana seorang Soekarno muncul untuk membangkitkan harapan
baru, inspirasi, tujuan (visi) yang jelas. Kepemimpinan
Soekarno menggerakkan masyarakat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan
bangsa Indonesia dan mempengaruhi pemimpin-pemimpin di dunia serta mengadakan kerjasama dengan negara-negara lain untuk
mengubah dunia. Sesungguhnya masalah di Indonesia bukan hanya di
bidang ekonomi dan infrastruktur namun masih pada banyak bidang lainnya yang
belum diselesaikan dengan baik.
II. SIKAP GEREJA-GEREJA DAN KONDISI INDONESIA MENJELANG PILPRES 2019
Banyak orang Kristen
memisahkan antara politik, yang dalam hal ini pemilihan presiden dengan
kehendak Tuhan. Ironisnya, di sisi lain orang-orang sering
memanfaatkan
nama Tuhan, mengutip pengajaran atau perspektif profetik dan dari ayat-ayat
Alkitab untuk membenarkan tindakan dan pilihan politiknya di pilpres. Artinya
sebagai gereja Tuhan, kita lebih suka membenarkan diri, memanfaatkan segala sesuatu untuk
memenuhi keinginan hati kita, daripada melakukan
pencarian yang tulus demi memahami kehendak Tuhan.
Pertengahan bulan Oktober 2018,
saat berdoa
syafaat Tuhan memberikan penglihatan yang menjelaskan kondisi gereja-gereja dan
pemerintahan di bangsa ini. Pada awal penglihatan ini Tuhan
menyampaikan,
Selama ketidak-jujuran
menilai segala sesuatu masih menguasai hati bangsa ini maka mereka
(orang-orang Indonesia) akan sulit untuk melihat
suatu perkara dengan jelas. Mereka tetap sulit menemukan akar masalah mereka sehingga
tidak akan mempunyai solusi yang terbaik atas masalah-masalah mereka itu.
Mereka masih akan sulit membedakan antara kejujuran dan kebohongan, keadilan
dan ketidakadilan, kebenaran dan
kejahatan, ketulusan dan kemunafikan bahkan mereka dapat kehilangan jati
dirinya."
Lalu
tak lama Tuhan
menggambarkan kondisi gereja-gereja dan bangsa ini dalam bentuk
penglihatan:
Tampak seorang pria berusia empat puluh tahun
sedang berjalan-jalan di tengah pasar (Tuhan menjelaskan bahwa pria tersebut
merupakan pejabat/pemimpin yang dihormati, berpengaruh, berpendidikan). Pria
tersebut diikuti dan
dikelilingi orang-orang yang mengagumi
dirinya (semacam fans
atau penggemar). Pria ini tidak puas
dengan jumlah fansnya karena orang-orang di pasar masih banyak yang belum memperhatikan dirinya
akhirnya ia merencanakan untuk melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian
banyak orang. Pria ini mendatangi kios-kios yang rusak dan meminta para fansnya
membantu memperbaikinya,
membeli barang-barang di pasar, memberikan
bantuan dana
kepada para pedagang dan warga di sekitar.
Setelah itu ia memandang sekelilingnya namum ia melihat jumlah fansnya hanya bertambah sedikit. Wajahnya menunjukkan rasa tidak puas dengan
jumlah orang-orang yang mengikutinya. Saat itu langit cerah. Banyak orang tampak lelah, jenuh, putus asa. Kemudian
pria tersebut melangkah
menuju jalan dimana di sekitar jalan tersebut banyak genangan air yang
berlumpur dan secara spontan pria tersebut memasukkan
wajahnya ke dalam genangan air tersebut
(saya sendiri sepertinya wajah saya
merasakan suatu sensasi dingin tapi tidak bisa melihat apa-apa). Lalu pria tersebut
mengangkat wajahnya, berseru dengan suara nyaring sambil menunjuk ke genangan air tersebut, “Aku melihat dasar
laut yang begitu indah dari genangan air berlumpur ini!” Anehnya
tindakan pria tersebut akhirnya diperhatikan dan diikuti orang-orang dari berbagai profesi. Mereka MENGIKUTI dan
MEMBICARAKAN apa yang dilihat oleh pria tersebut. Mereka menganggap pria
tersebut
satu-satunya yang memiliki kelebihan
khusus seperti dapat melihat dasar laut dari genangan air yang kotor.
Inilah gambaran sikap gereja-gereja,
para pemimipin dan mental masyarakat Indonesia. Mereka memilih membutakan diri
dengan mempercayai perkataan tokoh idolanya yang belum teruji
prinsip-prinsip dan pandangannya, dan dengan demikian mengabaikan kehendak
Tuhan!
Sesungguhnya ketidakjujuran dari
tokoh-tokoh masyarakat, para pemimpin
rohani, pejabat pemerintah, atau elit politik dalam menilai dirinya sendiri hanya akan
membangkitkan harapan, inspirasi, motivasi dan tujuan yang
palsu.
Tindakan mereka
seakan-akan membangun bangsa namun sebenarnya tanpa sadar merusak mental dan
moral kehidupan banyak orang sehingga hanya akan menambah
jumlah
pendukung-pendukung buta di bangsa ini.
Ada tiga
poin utama yang perlu menjadi perhatian kita terkait sikap
gereja-gereja dan kondisi bangsa Indonesia berdasarkan penglihatan diatas:
Pertama, umat Tuhan
masih menggantungkan masa depan hidupnya pada tokoh-tokoh politik
tertentu dan tidak peduli akan kehendak Tuhan.
Ketergantungan
yang dimaksudkan adalah kita lebih banyak memikirkan, mencari tahu, meletakkan
pengharapan, kepercayaan dan dukungan yang sangat besar kepada manusia untuk
mengubah keadaan pemerintahan Indonesia.
Pada sisi
lain, kita lupa mencari, menyelidiki dan menghubungkan pilpres 2019 dengan
kehendak Tuhan. Kita meyakini hati nurani tetapi jarang introspeksi diri. Akibatnya kita jadi mudah ditipu oleh kelicikan hati sendiri yang sarat dengan kepentingan pribadi.
Hal ini pernah saya sampaikan dalam salah satu perspektif profetik “MENGENAI PEMERINTAHAN YANG BARU” yang sudah dirilis tahun 2014 menyingkapkan kehendak Tuhan atas gereja-gereja di Indonesia bahwa,
“Peran gereja-gereja yang radikal seperti mencari, menyelidiki kehendak Tuhan, menguji segala sesuatu serta bergerak sesuai pimpinan Tuhan memiliki peran yang sangat penting bagi arah dan tujuan masa depan di Indonesia.
Sebab salah satu tanda profetik bahwa gereja-gereja telah menjadi radikal dalam Kristus adalah dengan munculnya para pemimpin nasionalis yang jujur, tulus, berani (berdiri dan memperjuangkan kepentingan semua golongan) dan berhikmat (menyelesaikan berbagai masalah yang pelik di bangsa ini serta menindak tegas para elit politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha yang memperkeruh suasana politik di bangsa ini)”
Namun Tuhan menyampaikan bahwa sikap gereja-gerejaNya masih belum berubah, yaitu tetap menjadi pendukung-pendukung buta. Kita mengabaikan perspektif profetik tersebut lalu kita berkata di dalam hati bahwa “Kita harus memilih menggunakan hati nurani dengan jujur dengan harus memilih Jokowi/Prabowo supaya nasib Indonesia di masa depan menjadi lebih baik” Pernyataan tersebut sesungguhnya telah sampai dihadapan Tuhan dan menyakiti hati Tuhan. Sebab Tuhan menjelaskan bahwa alas an tersebut menyingkapkan kemalasan gereja-gerejaNya untuk menguji dan mencari kehendak Tuhan yang sejati khususnya terkait pilpres 2019. Inilah sikap hati yang tidak jujur. Bagaimana kita dapat menilai dengan tepat jika hati nurani kita tercemar dengan ketakutan dan kekuatiran? Hal ini mengingatkan saya akan perspektif profetik yang berjudul “KRISIS KEJUJURAN MENILAI DIRINYA SENDIRI” dirilis di blog Worship Center Indonesia pada akhir November 2016 menyatakan,
“Di awal bulan September 2016 saat saya berdoa syafaat untuk Indonesia, Tuhan mengatakan dengan jelas, “Indonesia akan memasuki masa krisis kejujuran untuk menilai dirinya sendiri. Sebab Aku mendapati hati mereka (umat Tuhan) lebih menyukai dusta daripada kebenaran. Mereka mendustai dirinya sendiri demi mendapatkan (tujuan pribadi seperti) kenyamanan dan kenikmatan hidup di dunia.” (bandingkan dengan Yer. 7:8-10). Saat fokus hidup kita hanya mengejar kenyamanan dan kenikmatan hidup di dunia, maka pintu hati kita mulai tertutup untuk pimpinan Roh Kudus yang menuntun kita membayar harga dalam mengikut Tuhan. Kita lebih menyukai pujian daripada koreksi.”
Hal ini pernah saya sampaikan dalam salah satu perspektif profetik “MENGENAI PEMERINTAHAN YANG BARU” yang sudah dirilis tahun 2014 menyingkapkan kehendak Tuhan atas gereja-gereja di Indonesia bahwa,
“Peran gereja-gereja yang radikal seperti mencari, menyelidiki kehendak Tuhan, menguji segala sesuatu serta bergerak sesuai pimpinan Tuhan memiliki peran yang sangat penting bagi arah dan tujuan masa depan di Indonesia.
Sebab salah satu tanda profetik bahwa gereja-gereja telah menjadi radikal dalam Kristus adalah dengan munculnya para pemimpin nasionalis yang jujur, tulus, berani (berdiri dan memperjuangkan kepentingan semua golongan) dan berhikmat (menyelesaikan berbagai masalah yang pelik di bangsa ini serta menindak tegas para elit politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha yang memperkeruh suasana politik di bangsa ini)”
Namun Tuhan menyampaikan bahwa sikap gereja-gerejaNya masih belum berubah, yaitu tetap menjadi pendukung-pendukung buta. Kita mengabaikan perspektif profetik tersebut lalu kita berkata di dalam hati bahwa “Kita harus memilih menggunakan hati nurani dengan jujur dengan harus memilih Jokowi/Prabowo supaya nasib Indonesia di masa depan menjadi lebih baik” Pernyataan tersebut sesungguhnya telah sampai dihadapan Tuhan dan menyakiti hati Tuhan. Sebab Tuhan menjelaskan bahwa alas an tersebut menyingkapkan kemalasan gereja-gerejaNya untuk menguji dan mencari kehendak Tuhan yang sejati khususnya terkait pilpres 2019. Inilah sikap hati yang tidak jujur. Bagaimana kita dapat menilai dengan tepat jika hati nurani kita tercemar dengan ketakutan dan kekuatiran? Hal ini mengingatkan saya akan perspektif profetik yang berjudul “KRISIS KEJUJURAN MENILAI DIRINYA SENDIRI” dirilis di blog Worship Center Indonesia pada akhir November 2016 menyatakan,
“Di awal bulan September 2016 saat saya berdoa syafaat untuk Indonesia, Tuhan mengatakan dengan jelas, “Indonesia akan memasuki masa krisis kejujuran untuk menilai dirinya sendiri. Sebab Aku mendapati hati mereka (umat Tuhan) lebih menyukai dusta daripada kebenaran. Mereka mendustai dirinya sendiri demi mendapatkan (tujuan pribadi seperti) kenyamanan dan kenikmatan hidup di dunia.” (bandingkan dengan Yer. 7:8-10). Saat fokus hidup kita hanya mengejar kenyamanan dan kenikmatan hidup di dunia, maka pintu hati kita mulai tertutup untuk pimpinan Roh Kudus yang menuntun kita membayar harga dalam mengikut Tuhan. Kita lebih menyukai pujian daripada koreksi.”
Jangan berkata memilih dari hati nurani jika hati nurani kita tercemar dengan keinginan pribadi. PERNYATAAN TERSEBUT HANYA AKAN MEMBANGKITKAN MURKA TUHAN sebab kita mengabaikan faktor kemahatahuan Tuhan. Inilah “sikap orang-orang
di pasar
yang langsung mengikuti, mempercayai dan mengagumi tokoh/pejabat dalam
penglihatan di atas” Mereka mengembangkan mental yang bodoh sehingga dirinya mudah ditipu,
dipermainkan dan
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Mereka tidak mau menguji segala sesuatu. Tidak mau mencari, menyelidiki
kehendak Tuhan. Mereka hanya mendengarkan perkataan dari tokoh-tokoh tertentu.
Akibatnya mereka tidak mengetahui ukuran/standart yang jelas terkait
kepemimpinan yang benar, visi yang jelas dan
teruji. Peran
gereja merosot menjadi hanya sekedar mengikuti perkataan
manusia pemimpin yang dipandang bisa memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi
hidup mereka.
Mereka yang
berada di golongan ini memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
# Berdoa puasa mendesak Tuhan untuk mengabulkan capres
pilihannya yang sesuai dengan keinginan pribadi atau keluarga atau pihak-pihak
tertentu. Bukannya mencari, menyelidiki, melakukan kehendak Tuhan serta menguji
segala sesuatu.
# Tiap hari memikirkan dan membicarakan kelebihan capres
pilihannya,
namun menolak menguji capresnya pilihannya.
# Memandang rendah, menyerang pribadi
orang-orang yang berbeda pandangan dengan dirinya secara verbal atau non verbal.
# Terbuka bergabung dalam komunitas, group dan diskusi yang bertujuan membanggakan
prestasi, program kerja dan hasil kerja dari capres pilihannya saja.
# Menyalahgunakan kisah-kisah di Alkitab, cuplikan pengajaran dan
perspektif profetik yang bertujuan meneguhkan keinginan
hatinya sendiri (supaya kesannya Tuhan berpihak pada
mereka).
Kepedulian
umat Tuhan akhirnya hanya ditujukan pada kepentingan, kehendak dan keinginan
hatinya sendiri. Hal ini mengubah peran umatNya dari garam
yang asin berubah menjadi hambar. Singkatnya, gereja menjadi sekumpulan orang-orang
egois, yang beribadah dan melayani Tuhan namun hati mereka tidak peduli akan
kehendak Tuhan.
Kedua, Indonesia masih berada di
zona krisis kepemimpinan karena para pemimpin lebih senang memiliki pendukung-pendukung buta
Sebagian
besar pemimpin di bangsa ini lebih menyambut kehadiran orang-orang yang mau
memuji, mengagumi, memperhatikan dan melakukan apa pun terkait kepentingan
pemimpin tersebut namun sedikit sekali pemimpin yang mau menyambut nasehat,
teguran, pemikiran dari orang-orang yang tulus dan peduli dengan masa depannya.
Salah satu
alasan terbesar para pemimpin tidak mau memuridkan, menempatkan dan
memberikan posisinya kepada para pemimpin yang lebih baik dari dirinya adalah
karena hatinya dipenuhi perasaan takut kehilangan jabatan, popularitas, fasilitas
dan pengikutnya.
Kepemimpinannya tidak akan berkembang karena dibayang-bayangi rasa takut.
Mereka akan memiliki ciri-ciri:
# Bekerja
sekedar membangun nama baik pribadi, keluarga dan mengabaikan
pencarian dan
penyelesaian inti masalah serta membawa kehidupan banyak orang
mencapai
potensinya secara maksimal.
# Memperhatikan infrastruktur
di bangsa
ini secara maksimal, tetapi mengabaikan
berbagai masalah yang merusak moral dan mental
banyak orang.
# Memiliki
banyak alasan untuk menghindari masalah daripada menyelesaikan masalah-masalah
yang rumit di bangsa ini.
# Takut
menegakkan keadilan yang berpotensi mengancam kedudukan/otoritasnya sebagai
pemimpin.
# Mengorbankan keadilan (berkompromi dengan golongan intoleran) demi
mencapai tujuan yang diinginkan
# Suka memanfaatkan orang-orang disekitarnya untuk memenuhi
kepentingannya sendiri.
Inilah
pemimpin yang masih fokus pada kepentingannya sendiri dan tidak peduli dengan potensi
terpendam dan masa
depan para pengikutnya. Singkatnya, banyak pemimpin berusaha membangun bangsa
ini dari segi fisik tetapi mengabaikan mental dan moral pengikutnya.
Ketiga, mental masyarakat sudah terpuruk dan nyaman menjadi
pendukung-pendukung buta
Sesungguhnya
penguasa kegelapan telah mengubah gereja-gereja menjadi
lilin yang tidak memiliki nyala api.
Kegelapan yang mencekam telah memasuki berbagai bidang kehidupan. Bahkan
kegelapan ( yang dijelaskan Tuhan sebagai perbuatan dari roh agamawi) telah
melumpuhkan kepemimpinan di bangsa ini. Roh agamawi telah mengubah umatNya,
para
pemimpin di bidang rohani dan sekuler menjadi buta secara rohani, yaitu akan
maksud hati Tuhan, sehingga tidak memiliki tujuan, ukuran dan
hikmat untuk mengubah dan memulihkan bangsa ini. Roh agamawi telah membuat kita
bergerak di tempat dengan cara memberikan kenikmatan dalam hal menjadi
pendukung-pendukung buta seperti memanfaatkan nama Tuhan, ajaran dan ayat-ayat
dalam Alkitab untuk mendapatkan keuntungan pribadi seperti memberikan janji
perlindungan, pembelaan, penyertaan yang kesannya seperti Tuhan berada di
pihaknya.
Ya, kita
bahkan tidak sekedar membicarakan pendukung buta namun pendukung-pendukung yang
MERASA NYAMAN MENJADI PENDUKUNG BUTA!!
Mereka akan
menunjukkan tanda-tanda seperti:
# Suka
membully, menipu dan merendahkan orang lain di media sosial.
# Suka
berkomentar untuk memancing emosi, perdebatan (debat kusir) tanpa membaca isi,
maksud dan tujuan penulis di media sosial.
# Suka membagikan atau melaporkan postingan orang lain tanpa melihat isi
postingannya.
# Lebih suka
menunggu atau menuntut bantuan dari pemerintah
atau pengusaha daripada
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Kesukaan
orang-orang yang nyaman menjadi pendukung buta adalah menutut orang lain untuk
memenuhi keinginannya dengan mengabaikan nilai-nilai keadilan,
kesopanan dan moral.
Perhatikan pada poin kedua dan ketiga semuanya merupakan dampak dari keberadaan poin pertama,
yaitu gereja-gereja belum berfungsi menjadi terang dan garam bagi bangsa ini
justru sebaliknya sebagian besar umatNya telah menjadi
pendukung-pendukung buta. Ketiga poin di atas menyingkapkan
kebobrokan
dan kejahatan bangsa ini telah merusak moral dan mental bangsa ini. Dan Tuhan akan mengadakan
perhitungan dengan gereja-gerejaNya
Dalam perspektif profetik gereja-gereja diumpamakan Tuhan seperti
tembok-tembok pertahanan
kota yang roboh. Artinya pertahanan-pertahanan rohani di bangsa ini telah runtuh.
Tembok
benteng pertahanan telah berhasil dirobohkan oleh roh agamawi.
Dan roh agamawi
telah menyebarkan virus kebodohan dan kesesatan di bangsa ini. Dan tanda-tanda
yang jelas dari kegerakan roh agamawi adalah bangkitnya tokoh-tokoh agama yang
berikhtiar turut serta dalam pilpres 2024. Sasaran utama dari roh
agamawi bukan hanya menduduki posisi kedua namun tempat tertinggi di
pemerintahan bangsa ini. Semuanya ini sudah saya sampaikan dalam perspektif
mengenai pemerintahan yang baru (sudah dirilis Juli 2014)
III. HASIL PILPRES 2019
Oleh karena
banyak orang meletakkan harapan dan keyakinannya kepada manusia maka Tuhan akan
membuktikan betapa sia-sianya harapan yang dilambungkan tinggi kepada manusia.
Betapa menyedihkan kehidupan orang-orang yang masa depannya
diserahkan
kepada manusia!
Akibat dari sikap
gereja-gereja dan kondisi Indonesia yang memilih menjadi pendukung-pendukung
buta maka Tuhan memutuskan Presiden yang sekarang (yaitu Bapak Joko
Widodo) akan memegang kendali pemerintahan
untuk periode yang kedua dengan tujuan menunjukkan dan membuktikan BETAPA SIA-SIA HARAPAN,
KEYAKINAN DAN DUKUNGAN YANG DIGANTUNGKAN SEPENUHNYA KEPADA MANUSIA.
Pertengahan
Juli 2018 sampai awal tahun 2019 pada pertengahan doa
syafaat saya,
Tuhan berbicara secara audibel dengan jelas mengatakan,
“Jokowi akan memerintah selama dua periode untuk
menyadarkan umatKu bahwa betapa sia-sia kehidupan orang-orang yang berharap
kepada manusia dan betapa besarnya krisis kepemimpinan yang sedang terjadi di bangsa ini”
Sesungguhnya api kecemburuanNya telah menyalap-nyala atas
bangsa ini karena umatNya lebih
memperhatikan perkataan pemimpinnya daripada mencari kehendak
Tuhan. Kemudian
Tuhan memperlihatkan tulisan yang menyala-nyala terang dihadapan saya “Yesaya
2:22”.
Saya segera
membuka mata dari doa saya, mengambil Alkitab dan membacanya.
Ayat
tersebut berbunyi,
“Jangan
berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih daripada embusan nafas, dan
sebagai apakah ia dapat dianggap?”
Sesungguhnya Tuhan akan mengijinkan Jokowi menjabat pada periode kedua
pada pilpres 2019 untuk membuktikan suatu pesan yang
sangat penting,
# Kepada masyarakat
Indonesia bahwa kepemimpinan yang dibangun di atas
pendukung-pendukung buta dan kompromi dengan pihak-pihak yang berlaku
curang/tidak adil hanya akan mengeroposi karakter dan kepemimpinan sang presiden. Jadi kecenderungan pilihan kita sebagai anak bangsa
seharusnya ialah
mendukung dan mendesak munculnya pemimpin-pemimpin
nasionalis yang jujur, tulus, berani (tidak kompromi) menegakkan keadilan dan
berhikmat sehingga dapat menyelesaikan berbagai masalah yang rumit di bangsa
ini.
# Kepada gereja-gerejaNya bahwa pengharapan yang ditujukan kepada tokoh-tokoh tertentu hanya akan membuat hati kita semakin kecewa karena
pemimpin sesungguhnya
adalah manusia yang memiliki keterbatasan dan kelemahan yang
tidak akan bisa memuaskan keinginan dalam hati kita. Pengharapan kita
seharusnya ditujukan kepada PRIBADI YANG TIDAK TERGONCANGKAN OLEH APA PUN,
YAITU TUHAN
Kemenangan
Jokowi di pilpres 2019 akan menjadi sindiran
yang keras dari Tuhan kepada gereja-gerejaNya bahwa suara
mayoritas akan membuat Jokowi unggul dan
menang dalam
pilpres 2019 namun pada sisi lain Jokowi belum bisa memenuhi
harapan-harapan di kalangan minoritas karena keterbatasan dalam
kepemimpinannya.
Kemenangan
Jokowi sebenarnya sudah saya sampaikan secara tersirat pada bulan
Juli 2014 yang lalu dalam Pesan Tuhan Mengenai Pemerintahan Yang Baru bahwa jika tidak ada capres yang
lebih baik kinerjanya dari Jokowi maka Jokowi akan memimpin kembali untuk
periode kedua (tetapi akan disertai dampak buruk
yang terjadi atas bangsa ini). Salah
satu dampak buruknya adalah para elit politik dikalangan agamawi akan bangkit
dan berusaha menjadi capres di pilpres 2024.
Sesungguhnya
kemenangan capres di tahun 2019 merupakan kemenangan seorang
pemimpin yang sesungguhnya hanya menjabat pada masa krisis lalu (2014-2019) yang kemampuan dan pengaruhnya terbatas sehingga meskipun akan memegang
pemerintahan periode kedua, ia tidak mampu
menyelesaikan berbagai masalah yang rumit di bangsa ini.
III. DAMPAK KEMENANGAN PETAHANA DI PILPRES 2019
Meskipun
perlahan memenangkan pemilihan, sesungguhnya ada dampak buruk
yang harus kita tanggung dan hadapi bersama. Oleh karena
gereja-gereja dan para pemimpin di pemerintahan membuka kesempatan bagi
roh agamawi
untuk menguasai bangsa ini maka kemenangan Jokowi di
periode kedua akan membawa dampak :
DEGRADASI
(PENURUNAN) KUALITAS MENTAL DAN MORAL DI BANGSA INI.
Penurunan mental dan moral di bangsa ini terjadi karena presiden di
periode kedua belum mengubah pola pikir dari pendukung-pendukung buta menjadi
pendukung-pendukung yang kritis, jujur, tulus dan berakal sehat. Termasuk
membiarkan keadilan dan hak asasi manusia dirampas oleh golongan intoleran.
Hari ini
kaum minoritas berharap mendapatkan pengayoman, pembelaan dan perlindungan tapi
di periode kedua pemerintah justru presiden akan sulit
memberikan keadilan, perlindungan atau menyelesaikan
berbagai
masalah di bangsa ini.
Sesungguhnya kita akan melihat gelombang kekecewaan dan kesombongan akan
semakin besar di Indonesia.
Tuhan akan mematahkan harapan,
keyakinan dan ketergantungan kita kepada manusia dan memberikan
penghiburan dan kekuatan kepada orang-orang yang berharap kepadaNya.
(Pesan
secara terinci terkait tahun pemerintahan periode kedua Presiden yang
sekarang akan saya sampaikan dalam tulisan lain yang akan dibagikan secara
eksklusif bagi anak-anak Tuhan yang rindu melangkah dalam kehendak Tuhan dan
melaksanakan strategi-Nya)
KESIMPULAN
Keberadaan
gereja-gereja yang telah mengambil peran
sebagai pendukung-pendukung buta capres akan
membangkitkan murka dan kecemburuanNya karena tindakan tersebut telah menyebabkam degradasi (penurunan) mental dan moral di bangsa ini sehingga bangsa ini akan terus terpuruk dalam krisis kejujuran pada diri sendiri, krisis pertumbuhan rohani,
krisis kepemimpinan, krisis iman, krisis pengharapan, krisis kasih dan
berbagai krisis lainnya
Oleh karena itu, mata Tuhan sedang mencari
orang-orang yang mau merendahkan diri, mencari, menyelidiki dan hidup sesuai
kehendakNya. Orang-orang yang bukan sekedar rajin mengisi pikirannya dengan berbagai
pengetahuan rohani, tetapi menghubungkan pengetahuan rohani tersebut dalam
kehidupan sehari-hari karena kasihnya kepada
Tuhan.
Pastikan
posisi rohani Anda!
Apakah Anda
termasuk golongan dari pendukung-pendukung buta
yang memperjuangkan kepentingan tokoh idola Anda atau pendukung-pendukung dari kehendak
Tuhan???? Sudahkah Anda
hari ini
melakukan peran yang telah Tuhan tetapkan dalam hidup Anda untuk mempengaruhi
atmosfir rohani di bangsa ini?
Doa saya kiranya
Tuhan melimpahkan kepada kita hati yang hancur, pengertian yang baru
akan kehendak Tuhan serta menjadikan kita sebagai
pendukung-pendukung kehendak Tuhan.
Salam perjuangan dalam Kristus.
Didit Irawan
Hamba Tuhan
Worship Center Indonesia
Didit Irawan
Hamba Tuhan
Worship Center Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.