KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 2

Posted By passion for revival on Jumat, 02 Maret 2018 | 6:00 AM



Oleh : Peter B, MA



Pengharapan merupakan suatu modal penting untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan di masa yang akan datang. Pengharapan seperti suatu cita-cita yang begitu kuat menguasai pikiran kita sehingga seluruh hidup kita diarahkan untuk melihatnya menjadi kenyataan. Dalam pengharapanlah apa yang diangankan dan diinginkan akan diusahakan. Dan jika kita berkali-kali mendengar seseorang yang memiliki impian yang besar dan terasa mustahil nyatanya berhasil mewujudkannya (dan kita menilainya sebagai orang yang sukses dan berbahagia) BETAPA LEBIHNYA akan dikatakan bagi orang-orang yang mendambakan lalu hidup sedemikian rupa untuk menerima penggenapan impian di atas segala impian : kehidupan kekal bahagia bersama Allah dalam kemuliaan!

Kita akan melangkah pada hal kedua yang dapat dijadikan patokan untuk mengukur seberapa besar pengharapan yang ada pada kita.


KEDUA, PENGHARAPAN SEJATI PADA TUHAN TAMPAK DALAM HAL SEBERAPA BANYAK KITA HIDUP MENGASIHI DAN PERCAYA PADA TUHAN YANG TIDAK KITA LIHAT

Ini dinyatakan oleh 1 Petrus 1:8

Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya.
Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya.
Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,


Dua kali Petrus menyampaikan dalam nats di atas bahwa pada dasarnya, hubungan kita dengan Tuhan adalah hubungan dengan sesuatu yang “belum pernah kita lihat” dan “yang sekarang tidak kita lihat”. Bagi dunia yang mengagungkan materi dan apa yang tampak dan dapat dibuktikan supaya percaya, ini sebuah kekonyolan. Atau setidaknya, tidak masuk akal. Namun bahkan ditegaskan di sana sesuatu yang lebih jauh. Yaitu bahwa dalam Kristus, kita bukan sekedar terhubung dengan sesuatu yang transenden (yang melampaui akal pikiran pada umumnya) tetapi hidup untuk mengasihi dan mempercayakan diri pada yang tak kelihatan itu.

Jelas ini merupakan suatu bentuk kehidupan yang sangat berbeda dengan yang kita saksikan setiap hari di sekitar kita, di sini, di bumi ini.


IMAN DAN KASIH YANG LAHIR DARI PENGHARAPAN

Dalam 1 Tesalonika 5:8, rasul Paulus memberitahukan kita :

Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan.


Dalam konteks menyambut kedatangan Tuhan kedua kalinya, Paulus mengingatkan kita untuk menggunakan perlengkapan perang rohani dan bersiap dalam segala keadaan.
Kepala kita (yang adalah gambaran dari pikiran kita) wajib dilindungi oleh ketopong pengharapan keselamatan. Dan hati kita dijaga oleh iman dan kasih. Ketiga hal ini saling berhubungan satu sama lain. Ketiganya saling menopang dan memperkuat yang lain. Karena iman pada Tuhan, kita beroleh kasih dan timbul pengharapan akan hidup kekal lagi mulia (Roma 5:1-5). Dalam kasih lahir iman dan pengharapan : “Kasih percaya segala sesuatu...mengharapkan segala sesuatu...” Demikian juga dalam pengharapan. Dari pengharapan, akan lahir iman dan kasih.

Dari nats di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika pikiran kita dikuasai oleh pengharapan akan keselamatan kekal maka di hati kita akan tumbuh iman dan kasih, yang akan menjadi kekuatan kita meraih pengharapan yang memenuhi pikiran kita itu.


karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga.
~ Kolose 1:4

Iman dan kasih sering disandingkan bersama-sama sebagai ekspresi-ekspresi dasar kehidupan orang percaya yang pada intinya ditujukan demi meraih hidup kekal selagi menjalani kehidupan sementara di bumi :
¬Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.
~ Galatia 5:6

Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus,
~ Efesus 1:15

sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.
~ Efesus 3:17

Damai sejahtera dan kasih dengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara.
~ Efesus 6:23

Tetapi sekarang, setelah Timotius datang kembali dari kamu dan membawa kabar yang menggembirakan tentang imanmu dan kasihmu, dan bahwa kamu selalu menaruh kenang-kenangan yang baik akan kami dan ingin untuk berjumpa dengan kami, seperti kami juga ingin untuk berjumpa dengan kamu,
~ 1 Tesalonika 3:6



Jadi, dapat disimpulkan bahwa jika dalam kita ada pengharapan akan kehidupan penuh bahagia yang mulia dan kekal setelah yang di bumi maka itu akan nyata ditampakkan secara alami melalui suatu sikap dan gaya hidup yang mengasihi serta penuh iman pada Tuhan, sekalipun kita tak dapat melihatnya dengan mata jasmani kita.

Pertanyaannya, siapakah yang sungguh-sungguh kita kasihi selama hidup di dunia sekarang ini? Adakah itu Yesus yang tak kelihatan itu atau hanya orang-orang yang dapat kita rasakan kehadirannya secara fisik di dunia ini?

Juga, siapakah yang kita andalkan dalam menjalani hari-hari kita selama di dunia ini? Adakah itu hal-hal kasat mata dan yang bersifat materi yang menjadi sandaran hidup kita sehari-hari, atau kepada Allah, sebagai satu-satunya tempat kita bergantung dan memohon pertolongan?


REFLEKSI SINGKAT TENTANG IMAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGHARAPAN
Iman pada apa yang tak terlihat jauh berbeda dengan apa yang dapat kita lihat. Masuk sebuah gedung, naik suatu kendaraan, mengkonsumsi makanan yang disajikan di rumah atau di restoran atau membayar sebuah pembelian menggunakan benda yang bernama uang dalam tingkatan masing-masing membutuhkan semacam iman atau kepercayaan pada benda-benda atau hal-hal yang bersinggungan dengan kita. Kita harus memiliki kadar kepercayaan tertentu, yang yakin bahwa bangunan yang kita masuki itu tidak akan runtuh menimpa kita, tanah atau lantai yang kita pijak tidak longsor ke bawah, makanan yang kita masukkan ke tubuh kita tidak beracun atau lembaran kertas berwarna-warni serta koin logam yang kita sebut uang itu memiliki nilai yang mampu melakukan pertukaran dengan barang yang kita inginkan. Harus ada iman untuk benda-benda itu. Tetapi itu iman kepada apa yang terlihat.

Iman kepada yang tak terlihat artinya kepercayaan pada sesuatu yang tak dapat kita lihat dan rasakan dengan indera-indera jasmani kita. Itu hanya dapat dirasakan dalam roh kita. Roh kita harus lahir kembali, hidup dan aktif sehingga mata rohani kita dapat melihat BAHKAN PERCAYA kepada apa yang tak terlihat oleh mata jasmani kita.

Lalu bagaimana kita tahu bahwa pengharapan kita telah melahirkan iman? Darimana kita bisa menilai diri kita telah hidup dalam iman yang didasarkan pada harapan menerima hidup kekal?

Untuk mengetahui hal ini, ada dua hal yang dapat kita jadikan perenungan, yaitu tentang :

1) Siapa yang memimpin, menuntun dan mengarahkan hidup kita sehari-hari?

2) Apa yang kita kejar sepanjang keberadaan kita di bumi?


Renungkan, siapa yang memimpin hidup kita. Iman pada yang tak terlihat didasarkan pada suatu kehidupan yang terus menerus dihubungkan pada yang tak terlihat. Jika kita menaruh percaya pada Tuhan yang tak terlihat itu, hidup kita sudah seharusnya disandarkan pada Dia. Kita harus mencari tuntunan-Nya, merasakan kehadiran-Nya lalu mempercayai-Nya memimpin kita langkah demi langkah setiap hari dengan taat mengikuti petunjuk dan perintah-Nya. Ini paling terlihat dalam bagaimana kita mengisi waktu-waktu kita setiap hari. Ada aktivitas rutin yang menjadi kewajiban kita, yang harus kita tunaikan sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai makhluk-makhluk yang diciptakan untuk berkarya. Masalahnya, siapakah yang menuntun dan menjadi penggerak kita dalam mengerjakan semuanya itu?

Kebanyakan orang melakukan pekerjaannya sehari-hari dipimpin oleh pikiran, perasaan dan kehendaknya sendiri. Meskipun mengaku sebagai orang percaya, jarang yang menanti-nantikan Tuhan untuk menolong mereka membuat rencana apalagi melaksanakannya. Semua orang Kristen mengaku sedang menjalani hidupnya menuju sorga, sayangnya kelakuan mereka sehari-hari tidak berjalan dengan setia di belakang Pribadi yang hendak menuntun mereka menuju ke sana.

Paulus berkata pada jemaat Galatia , “Hiduplah oleh Roh, berilah dirimu dipimpin oleh Roh, supaya kamu tidak menuruti keinginan daging” (Galatia 5:16). Inilah sebenarnya yang disebut hidup dalam iman percaya akan sesuatu yang tak kelihatan itu. Kita seharusnya belajar mengenali Roh Kudus yang berbicara dan menarik kita untuk hidup sesuai kehendak Tuhan. Belajar untuk peka mendengar suara-Nya, lalu melatih diri untuk taat pada tuntunan-Nya itu merupakan kebiasaan yang harus dikembangkan menjadi gaya hidup orang-orang yang memiliki pengharapan dalam Kristus.

Orang yang hidup tanpa iman yang lahir dari pengharapan, akan hidup seturut kehendaknya sendiri. Menyikapi sesuatu yang membuatnya marah, ia akan meluap dalam murka. Mengetahui suatu kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, tanpa pikir panjang ia mengejarnya tanpa memikirkan dampak bagi hubungannya dengan Tuhan dan kerohaniannya. Menghadapi masalah dan kesukaran hidup, ia berputus asa atau mencari jalan keluar secara manusiawi dengan menyuntikkan dosis-dosis pesan dan kata-kata motivasi yang semakin besar ketimbang menanti Roh Kudus memberikan hikmat melalui penyingkapan kebenaran-kebenaran firman Tuhan. Memikirkan masa depan, mereka yang tak memiliki iman pada Tuhan, membuat rancangan terbaik untuk dirinya dan anak cucunya dengan melalaikan Tuhan tetapi berharap pertolongan Tuhan ketika rencana-rencana pribadinya itu terhalang masalah dan terbentur kesulitan.

Kita tahu, di zaman Nuh, dunia terbelah dalam dua pengharapan. Seisi bumi menaruh harapan dan keyakinan pada dunia, sedangkan Nuh kepada Tuhan. Yang berharap pada dunia tak mampu melihat rencana Tuhan dan menerima tuntunan Tuhan bagi keselamatan mereka. Nuh yang menaruh harapan untuk dunia yang akan datang, melihat Tuhan dengan mata iman dan menerima tuntunan Tuhan. Dan Nuh tidak turut binasa oleh karena imannya itu.

Siapa yang mengarahkan dan menuntun Anda setiap hari menunjukkan iman Anda. Sebab yang menuntun Anda pada tujuan bergantung pada pengharapan dalam hidup Anda. Pengharapan sorgawi membawa pada penyerahan diri untuk dipimpin oleh Sang Pribadi yang menjanjikan sorga, sedangkan pengharapan duniawi percaya pada hasrat dan petunjuk yang membawa pada tujuan dunia yang fana.


Pikirkan kembali tentang apa yang tiap hari kita kejar.
Yesus memberikan pesan yang sangat tegas terkait perbedaan antara orang-orang yang mengenal Allah dan yang tidak.


Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
~ Matius 6:31-33

Mereka yang hidupnya penuh kekuatiran (yang artinya tidak memiliki iman pada Tuhan yang sanggup memelihara mereka) mencari perkara-perkara duniawi sebagai prioritas pertama dalam hidup mereka. Orang-orang ini bekerja keras mencari nafkah, penghasilan untuk kehidupan, bersibuk-sibuk dan menghabiskan waktu untuk sekedar bertahan hidup atau untuk mengumpulkan sesuatu yang tidak akan mereka bawa dan nikmati setelah mati. Yesus tidak sedang melarang orang bekerja mencari nafkah tetapi Yesus mempertanyakan APA YANG PALING MEREKA USAHAKAN DALAM HIDUP. Jika itu hanya hal-hal sementara yang suatu kali akan lenyap bersama dunia ini, yaitu sesuatu yang tidak memiliki nilai kekekalan, maka hidup mereka sesungguhnya tidak mengenal Allah. Orang-orang semacam ini tidak memiliki iman meskipun mereka berteriak-teriak dan mengklaim bahwa diri mereka orang beriman atau penuh dengan iman.

Maksudnya adalah : seberapa banyak dari kita yang mengarahkan hidup kita untuk fokus pada perkara-perkara Kerajaan Allah yang kekal itu? Seberapa banyak kita memikirkan dan menghidupinya? Dan, apakah kita sudah lebih banyak mengejar harta yang kekal daripada harta dunia yang dapat rusak dan lenyap itu?

Orang-orang yang benar-benar beriman karena penuh pengharapan akan kekekalan ialah mereka yang bekerja, belajar, melayani, dan melakukan segala aktivitas kesehariannya dengan mata batin yang tertuju pada hal-hal yang berdampak nanti di keabadian. Ini bukan mengusahakan keselamatan dengan berbuat baik tetapi mengerjakan keselamatan dengan pengharapan mengumpulkan suatu harta yang tidak dapat layu, rusak atau diambil daripadanya.

Dari sudut pandang pengharapan, hidup dalam iman pada Tuhan itu merupakan suatu hidup yang dipimpin oleh Tuhan untuk mengejar tujuan-tujuan yang ditetapkan Tuhan.

Dengan menjalani hidup semacam inilah, pengharapan kita menjadi suatu milik yang pasti.


Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
~ Ibrani 6:11-12


RENUNGAN SEKILAS TENTANG KASIH DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGHARAPAN
Mudah bagi kita mencintai yang kita lihat. Apalagi jika itu membuat hati kita terpikat, menjadikan kita merasa senang dan bahagia. Bahkan secara naluriah, ketika orang tua melihat anak-anak yang mereka lahirkan, tumbuh suatu perasaan cinta yang kuat kepada manusia yang baru melihat dunia itu. Sebaliknya, mengasihi yang tidak kita lihat jauh lebih sukar. Telah menjadi pengetahuan umum bahwa menjalin hubungan jarak jauh di antara dua orang kekasih sangat rawan perpisahan. Kesulitan untuk bertemu sekalipun berkesempatan bertatap muka tiap hari melalui kecanggihan alat-alat komunikasi tidak dapat menggantikan perasaan yang haus untuk sesuatu yang jarang dilihat dan dirasakan. Ini bertambah sulit ketika pribadi yang kita cintai itu tidak dapat kita lihat dan rasakan secara lahiriah sama sekali, seperti Tuhan.
Oleh mata iman kita melihat dan merasakan kehadiran dan pimpinan Tuhan. Dari iman pada firman-Nya pula kita tahu bahwa Tuhan sangat mengasihi kita dan telah membuktikan cinta-Nya dengan pengorbanan Anak-Nya di kayu salib ganti kita. Kesadaran bahwa kita dicintai, menjadikan kita tak mungkin tak mengasihi Dia. Lebih lagi, dalam pengharapan, Ia menjanjikan tempat abadi dimana kita dapat tinggal selama-lamanya bersama pribadi yang sangat mengasihi kita dan yang sangat kita kasihi itu. Itulah sebabnya, kasih kita kepada Tuhan limpah oleh karena kenyataan yang diterima oleh iman maupun pengharapan kita. Oleh iman, kita tahu kita dikasihi dari sejak kita belum berjumpa Tuhan hingga sekarang kita menjalani hari-hari bersama Tuhan. Oleh pengharapan, kita pun tahu bahwa kita dikasihi sehingga beroleh jaminan keselamatan dan kebahagiaan kekal di masa-masa yang jauh di depan, bahkan dalam keabadian.
Mengasihi apa yang tidak kita lihat hampir serupa dengan mengasihi yang dapat kita lihat. Sama-sama memerlukan kadar kepercayaan tertentu namun iman yang diperlukan untuk mengasihi Tuhan harus lebih kuat dan mampu merasakan keberadaan-Nya sehingga kita dapat mengasihi-Nya.
Dalam hubungan dengan pengharapan untuk bersama-sama dengan Tuhan, kita tahu bahwa kita mengasihi Tuhan dalam dua hal :

1) Seberapa banyak kita rindu berada dan tinggal bersama-sama dengan Tuhan?

2) Seberapa kita bersedia berkorban demi tetap menjalin kasih dengan Tuhan?

Periksalah, seberapa besar kerinduan kita untuk selalu bersama-sama dengan Tuhan.
Sepasang kekasih yang dimabuk asmara terlihat jelas ketika mereka seolah tak terpisahkan. Mereka saling memikirkan jika tak lagi bertemu, tak ingin segera berpisah kalau bertemu. Selalu mencari kesempatan untuk berduaan. Senang melakukan segala sesuatu bersama-sama. Sampai-sampai dikatakan, “dunia seolah milik mereka berdua”. Meskipun kemudian dalam perkembangannya tidak selalu demikian, tetapi perasaan rindu untuk selalu bersama akan selalu ada. Dalam bentuk lain, pada dasarnya dua pihak yang saling mengasihi, entah keluarga atau dua orang sahabat, senantiasa berharap untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama.

Hal serupa seharusnya terjadi di antara kita dan Tuhan. Jika kita mengaku rindu untuk bersama-sama dengan Dia dan menghabiskan waktu bersama dalam kekekalan, di sini pun sekarang seharusnya itu akan terlihat. Hati kita senantiasa merindukan kehadiran-Nya. Pikiran kita tak henti memikir-mikirkan tentang apa yang ada pada-Nya. Hasrat kita ialah mengenal Dia lebih lagi, untuk menyukakan hati-Nya serta mencari cara untuk menunjukkan bahwa kita sangat mencintai-Nya. Ini seharusnya terjadi secara natural atau alamiah.

Dari melihat ke dalam hati kita dan dengan jujur mengakui apakah kita senang menghabiskan waktu bersama Tuhan dan seberapa banyak kita suka melakukannya, menunjukkan kadar cinta kita kepadanya. Jika kita punya waktu untuk mendengarkan teman bercerita atau berkumpul bersama keluarga, membaca dan berkawan dengan ribuan teman-teman di media sosial atau mengadakan kontak telepon atau panggilan video berjam-jam lamanya dengan seseorang namun kita bahkan hanya menyediakan waktu yang sebentar untuk merenung dan berdoa, bercengkerama dalam hati dan menanti-nantikan Tuhan kita sebenarnya tidak benar-benar mengasihinya dan rindu untuk tinggal bersama-Nya.

Mereka yang berharap tinggal bersama-sama dengan Tuhan di kekekalan, telah membuktikan pengharapannya itu dengan bergaul dengan Tuhan di hidup yang sekarang. Makin hari makin rindu untuk bertemu sang Kekasih Jiwa nan Agung. Sebaliknya, yang hari ini menghabiskan waktu dan suka bersama-sama yang lain daripada bercengkerama dengan Tuhan memiliki pengharapan yang kecil, yang akan segera melemah dengan berbagai godaan dan tantangan dunia yang bermaksud menghentikan, menyimpangkan dan menyesatkan jalan kita menujun rumah abadi.


Pastikanlah, cinta kita pada Tuhan dibuktikan melalui korban dan persembahan yang berkenan di mata Tuhan.
Cinta terbukti dalam perbuatan. Pikiran dan perkataan saja tidaklah cukup sebab puncak dari cinta adalah kesediaan dan kerelaan untuk berkorban demi yang kita cintai. Tidak salah untuk meragukan cinta seseorang ketika ia menolak melakukan pengorbanan bagi yang dikasihinya atau jika ia hanya bersedia membuat sedikit saja pengorbanan untuk kekasihnya. Begitu pula dengan yang bersedia berkorban demi memperoleh balasan dan keuntungan cinta yang lebih besar daripada yang diberikannya.

Cinta kita kepada Tuhan dapat diukur dari seberapa banyak yang kita telah persembahkan dan korbankan untuk mengasihi-Nya. Relakah kita mengorbankan kenyamanan hidup kita bagi Dia? Seberapa kita siap melepaskan dan membagi-bagikan harta kita, jika Tuhan menghendakinya (Lukas 18:22)? Maukah kita menyisihkan cita-cita kita untuk meraih pencapaian dan kebesaran di dunia demi melayani Sang Raja? Maukah kita mengikuti pimpinan untuk menyerahkan hidup kita seluruhnya sebagai persembahan untuk melakukan kehendak Bapa, seperti hidup Yesus?

Itu sebabnya ketika kita melihat begitu banyak yang mengaku murid-murid Kristus tetapi perlu didorong, didesak, ditarik untuk hidup mengasihi Tuhan atau untuk mempersembahkan sesuatu bagi Tuhan, kita seharusnya memahami bahwa banyak di antaranya mengasihi hal-hal yang lain karena menaruh pengharapan pada yang lain. Saat kita lebih rela mengeluarkan uang untuk kesenangan kita seperti berbelanja, makan dan minum, menonton bioskop atau menyewa resort yang mewah untuk berlibur tetapi hanya sebagian yang jauh lebih kecil daripada itu kita persembahkan untuk mendukung pekerjaan Tuhan, harusnya kita tahu bahwa pengharapan kita kecil saja.

Jika doa dan pertemuan-pertemuan ibadah kita lebih banyak untuk menjadikan kita nyaman dan menjadi ajang penyerahan proposal permohonan berkat-berkat jasmaniah seperti kemudahan, kelancaran dan kesuksesan duniawi, kita seharusnya meratap dan menyadari betapa pengharapan kita hanya sejauh dunia ini. Dengan pengharapan semacam itu, kitalah orang-orang paling malang di antara semua orang di muka bumi:

Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.
~ 1 Korintus 15:19

Oleh sebab apa kita dapat menjadi orang-orang paling menyedihkan seperti itu? Sebab kita telah salah jalan. Tersesat. Yang menyangka bahwa ibadah kepada Tuhan itu merupakan suatu sumber keuntungan (1 Timotius 6:3-5), dimana pada dasarnya kita bermaksud memanfaatkan Tuhan untuk kepentingan kita daripada mempersembahkan hidup bagi kemuliaan Tuhan dan kepentingan Injil dan kerajaan-Nya.

Orang yang menaruh pengharapan pada Tuhan, pasti mengasihi Tuhan yang telah melimpahinya dengan kasih abadi itu. Karena kasih itu mereka membayar harga hubungan kasih dengan Tuhan melalui banyak pengorbanan sebagaimana yang diperlukan supaya saat ini hingga selama-lamanya tak terpisahkan dengan Tuhan yang sangat dikasihinya. Kita mengasihi Tuhan bukan terutama karena kita dikasihi tetapi karena Ia memang layak dikasihi. Namun kasih kita pada Tuhan akan semakin besar dan limpah ketika kita tahu bahwa kita akan disatukan dan diam bersama-sama dengan Tuhan yang telah mengasihi kita dengan hebatnya itu.

Jika kita hanya bersedia berkorban karena cinta akan hal-hal di dunia sekarang ini saja, maka jelaslah pengharapan kita belum tertuju kepada Tuhan. Sebaliknya, pengorbanan karena ketulusan kasih pada Tuhan merupakan bukti yang tak terbantahkan bahwa hidup kita bukan hendak dihabiskan dan disandarkan pada sesuatu yang fana tetapi kepada Pribadi Tuhan yang tak mungkin berdusta dalam janji-Nya kepada kita.


PENUTUP
Ketika iman dan kasih pada Tuhan kita dapati dalam diri kita, terlihat oleh sekitar kita dan diakui oleh Tuhan, maka kita tahu bahwa pengharapan kita pun teguh. Sebaliknya pun benar, jika hidup kita hanya disandarkan pada perkara-perkara yang tampak oleh mata jasmani dan kasih kita ditujukan kepada apa yang menyukakan hati selama di bumi, kita tahu kita tak memiliki pengharapan sejati pada Tuhan.

Masalah dari kurangnya atau ketiadaan pengharapan ialah kemunduran rohani dan kemurtadan, dimana kita berpaling dari Tuhan dan tak lagi mengikut Dia. Kemurtadan juga berarti hilangnya keselamatan yaitu hidup kekal di sorga. Kehilangan pengharapan sama dengan hilangnya keselamatan. Sebab hanya orang yang berharap yang akan bertahan hingga akhir. Ia akan melakukan apa yang perlu dan harus dilakukan untuk melihat pengharapannya menjadi kenyataan. Namun mereka yang tidak memiliki pengharapan sorgawi dan telah mengalihkan pengharapannya dunia, akan lenyap bersama duia yang akan berlalu ini.

Jika hari ini, setelah memeriksa diri Anda, menemukan bahwa pengharapan Anda melemah, berserulah kepada Tuhan. Tersungkurlah di bawah kaki-Nya dan akui bahwa Anda telah menyandarkan hidup dan memprioritaskan yang lain lebih daripada Tuhan. Mintalah Tuhan mengisi pikiran dan hati Anda dengan firman perkataan-Nya yang membangkitkan harapan. Seperti Elia yang kelelahan dan harus menghabiskan waktu berdua saja dengan Tuhan setelah berhadapan dengan nabi-nabi palsu, habiskan waktu bersama Tuhan dan hanya dengan Tuhan saja beberapa waktu lamanya, sampai kekuatan pengharapan Anda dibangun kembali.

Ketika perspektif Anda telah diperbarui dan sorga menjadi inspirasi Anda, jangan biarkan itu memudar. Carilah Tuhan dan suara-Nya setiap hari dalam hidup Anda.

Berjanjilah untuk tidak melewatkan satu haripun tanpa membayangkan dan menginginan kebersamaan dengan Tuhan dan merasakan suasana sorga dalam hadirat-Nya di hidup Anda.
Biarkan Roh Kudus terus memperkuat pengharapan Anda seketika Anda memejamkan mata dan mengingat Dia!

Biar janji Tuhan nan manis menjadi kenyataan yang termanis bagi kita.
Di sini. Hingga nanti. Sampai kekal.

Janji yang manis: ” Kau tak Ku lupakan”,
tak terombang-ambing lagi jiwaku
walau lembah hidupku penuh awan
nanti ‘kan cerahlah langit diatasku.

Yakin ‘kan janji: ” ‘Kau tak Kulupakan”,
dengan sukacita aku jalan t’rus;
Dunia dan kawan tiada ‘ku harapkan,
satu yang setia: Yesus, Penebus.

Dan bila pintu sorga dibukakan,
selesailah sudah susah dan lelah;
Kan ku dengarlah suara mengatakan:
Hamba yang setiawan, mari masuklah”.

Refrein:
Kau tidak ‘kan Aku lupakan,
Aku memimpinmu, Aku membimbingmu;
kau tidak ‘kan Aku lupakan,
Aku penolongmu, yakinlah teguh”.

(Nyanyian Kidung Baru no 143)

Salam revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan

MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 1
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 2
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA? Bagian 4 (terakhir)
 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 6:00 AM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.