KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

TUHAN DAN BENCANA

Posted By passion for revival on Selasa, 16 Oktober 2018 | 9:00 AM




Akhir September 2018, Indonesia disentakkan oleh bencana alam di Sulawesi Tengah. Seluruh negeri berduka. Korban jiwa tercatat jauh lebih banyak daripada gempa sebelumnya yang terjadi di Lombok. 
Melihat kerusakan yang masif serta kerugian yang demikian besar, pastilah muncul banyak pertanyaan di hati kita. Salah satunya adalah pertanyaan yang telah ada di hati manusia sejak ribuan tahun yang lalu ketika bencana terjadi : "Mengapa, Tuhan?"

Bencana alam, apapun itu, selalu terjadi atas ijin Tuhan. Namun ini bukan berarti Dia yang menjadi penyebab, apalagi sumber dari segala malapetaka itu. Tidak pernah terbesit di hati-Nya sedikit saja keinginan melihat manusia mengalami penderitaan yang besar (yang seharusnya tidak perlu terjadi) apalagi bersuka hati melihat sejumlah besar jiwa binasa. Dia bukan Allah yang suka mempermainkan ciptaan-Nya semena-mena demi sebuah keisengan dan hiburan semata. Jelas itu bukan merupakan sifat-Nya. Walaupun Ia mahakuasa, tak sedikitpun atau satu kalipun Ia menggunakan kedahsyatan-Nya demi sekedar suatu pameran kesombongan di hadapan yang ciptaan-Nya.

Sekarang mari membahas bagian yang sukar. Meski berat dikatakan, Alkitab berkali-kali menyiratkan pesan bahwa penyebab suatu bencana alam terjadi adalah karena perbuatan manusia sendiri. Entah karena secara langsung manusia 'merusak' keseimbangan alam atau secara rohani, mereka melakukan dosa-dosa dan kejahatan yang telah melampaui batas kesabaran Tuhan sehingga Ia harus menjalankan penghakiman-Nya.
Selain itu, tempat dimana suatu malapetaka terjadi berhubungan erat dengan kejatuhan rohani mayoritas orang yang berada di wilayah tersebut. Hal ini nampak dari kebinasaan yang dijatuhkan atas Sodom dan Gomora, juga tulah atas seluruh Mesir (kecuali tanah Gosyen dimana umat Israel berdiam) maupun atas bangsa Israel dan Yehuda yang mengalami penyerbuan dan penawanan ke bangsa-bangsa asing. Bahkan perjalanan di padang gurun pun tak terlepas dari tulah atas Israel yang sedang menuju Kanaan. Semuanya merujuk pada kejatuhan rohani yang dalam dimana mereka sudah sampai pada posisi dan tahap menentang Tuhan sendiri dengan kekerasan hati mereka dalam dosa.

Dan lagi-lagi, di setiap peristiwa, Tuhan tak pernah menampik bahwa Diri-Nyalah yang mengijinkan tulah demi tulah terjadi sebagai bentuk hajaran atau bahkan hukuman bagi orang-orang yang memilih berkeras dalam kejahatan serta mengabaikan sama sekali keberadaan-Nya yang telah dengan segala kerendahan hati dan kasih sayang memberikan hidup dan kebaikan atas hidup manusia yang acap melupakan-Nya itu.

Bencana alam pertama yang dicatat dalam Alkitab merupakan bencana yang paling kita kenal. Air bah di zaman Nuh. Dari Kejadian 6 kita tahu mengapa bencana itu terjadi:

Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.
Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."
~ Kejadian 6:5-7

Dan pola serupa terus berlanjut.

Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN.
~ Kejadian 13:13

Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.
Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya."
~ Kejadian 18:20-21

Catatan masih terus bertambah, misalnya pada sepuluh tulah yang menimpa Mesir, tulah atas Israel di padang gurun, perampokan dan kemiskinan di zaman Gideon, peperangan yang terus menerus di zaman Hakim-hakim, kelaparan tiga tahun di masa pemerintahan Daud hingga nubuatan menunggangbalikkan Niniwe oleh nabi Yunus atau teguran nabi Yoel atas serbuan belalang yang menggagalkan panen seluruh bangsa. Semuanya mengindikasikan ada dosa yang dilakukan di hadapan Tuhan sehingga Ia murka dan memberikan peringatan-Nya melalui peristiwa-peristiwa alam yang buruk.

Dari berbagai data Alkitab di atas, kita harus dengan jujur mengakui bahwa bencana adalah alat Tuhan. Alat untuk memperingatkan. Sarana untuk menegur dan menghajar. Tongkat hukuman bagi orang-orang yang fasik di suatu wilayah tertentu di bumi.

Namun sebelum kita berprasangka dan mengambil sikap menghakimi mereka yang tertimpa bencana, kita harus ingat bahwa bencana diijinkan BUKAN SUPAYA KITA MENGGUNAKAN UNTUK MENGHAKIMI DAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG. Penghakiman adalah milik Tuhan. Sebab Dialah yang paling benar dan paling berhak menghakimi oleh karena sifat-Nya yang adil dan penuh kasih sehingga bahkan penghakiman-Nya pun dilakukan dalam kasih dan karena kasih. Dan jika kita harus menghakimi, diri kita sendirilah yang harus lebih dahulu kita hakimi dengan seksama dalam kejujuran.

Bagian kita, tatkala mengalami atau mengetahui adanya bencana, adalah menyelidiki hati kita dan mencari tahu maksud hati Tuhan. Bukan melihat dengan pongah sambil menudingkan telunjuk kita pada mereka yang tertimpa bencana sebagai orang-orang berdosa. Sikap demikian justru dapat membangkitkan murka Tuhan. Sebab siapakah yang tahu bahwa dirinya pasti bersih dan tak bersalah di hadapan Tuhan? Bukankah kesombongan dan sikap menghakimi juga merupakan dosa yang dibenci oleh Tuhan (karena lebih menyerupai iblis yang suka mendakwa)? Dan, siapakah yang benar-benar tahu bahwa dirinya tidak akan mengalami musibah di hidupnya atau di daerah dimana ia tinggal di waktu-waktu berikutnya?

Selagi bantuan dan dukungan secara materiil terus dialirkan, setiap orang harus merenung dan meratapi keadaan hati dan hidup kita yang membuat Tuhan mengijinkan sesuatu yang buruk terjadi atas kita. Dalam konteks gempa yang beberapa kali terjadi di Indonesia, anak-anak Tuhan di wilayah yang terkena bencana perlu memeriksa diri dan menyelami hati Tuhan atas daerah dimana mereka berada yang mengalami keadaan yang mengerikan itu. Bagi wilayah Indonesia yang tidak terkena bencana pun harus merenung dan bertanya kepada Tuhan, mengapa negeri kita dilawat musibah. Apakah yang membuat Tuhan menjalankan penghakiman-Nya atas Indonesia? Adakah yang salah dengan cara kita berhubungan dengan Dia? Mengapa seolah ibadah dan doa syafaat kita tak berdampak? Apa yang harus kita lakukan supaya beroleh perkenan dan berkat-Nya daripada penghajaran-Nya? Apakah hanya sedikit orang benar yang mencegah Tuhan menghukum suatu negeri? (Yehezkiel. 30:22, Kejadian 18:23-32)

Tuhan ingin kita memeriksa diri saat tangan-Nya menyentakkan kita dengan bencana oleh karena jalan kita didapati-Nya berada di jalur yang salah. Seperti seorang bapa yang baik, yang menegur, menghardik, menjewer telinga anaknya atau menghajar anaknya dengan tongkat didikan demi masih kepada anaknya itu -sudah saatnya kita mengambil waktu di hadapan-Nya untuk berdiam diri mendengarkan nasihat teguran, dan kerinduan hati-Nya atas kita.
Di dalam kasih-Nya, melalui musibah yang menimpa, tanpa kita pernah sadari dan pahami Tuhan mungkin sedang menyelamatkan kita dari bencana yang lebih besar lagi yang mungkin terjadi di depan kita. Bagaimanapun, hajaran-Nya adalah pukulan karena kasih karunia-Nya.

Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.
~ Pengkhotbah 7:14

Semua mengharapkan kemujuran dalam hidupnya. Tetapi siapakah yang dapat menolak kemalangan? Semuanya Tuhan ijinkan supaya manusia tidak memandang dirinya terlalu tinggi dan merasa mampu merancang kemujurannya sendiri tanpa Tuhan. Hanya di dalam Tuhan dan dalam hubungan dengan Dia, hari-hari mujur maupun malang menjadi kebaikan yang akan nyata indah pada waktunya. Di tangan Sang Penenun Agung, benang-benang yang berwarna gelap dikelindan dengan yang berwarna cerah untuk kemudian menghasilkan kain yang penuh warna yang mahal harganya.

Hanya dengan mencari Tuhan dan melihat dalam perspektif-Nya, kita tidak akan menjadi pahit atau sesat menyikapi suatu bencana. Dengan meminta hikmat-Nya menolong kita maka kita akan bangkit dari dalam debu dengan kekuatan yang baru dan sebagai manusia yang diperbarui. Yang lebih mengasihi Tuhan, makin teguh dalam Dia, kian mantap berjalan dalam kehendak-Nya dan tak ingin keluar dari persekutuan dengan Dia.

Jangan keraskan hati seperti Firaun. Namun datanglah kepada Tuhan dengan membawa hati yang hancur, dalam penyesalan akan apa yang mungkin telah menyakiti hati dan menimbulkan murka-Nya. 

Dia, yang dekat dengan orang-orang yang patah hati dan remuk jiwanya akan memulihkan kita. Kain kabung kita akan dibukakan-Nya dan ratapan kita segera menjadi tarian.

Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa.
Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula.
~ Ayub 5:17-18

Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
~ Wahyu 3:19

Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.
Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita,
~ Mazmur 30:6,12

Tuhan memberkati setiap kita yang melakukan petunjuk dan perintah-Nya!

Dalam terang Firman-Nya,
Peter B
Hamba sahaya di ladang Tuhan


 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 9:00 AM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.