KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

MENCARI FILIPUS

Posted By passion for revival on Rabu, 10 Oktober 2018 | 9:00 AM



Oleh: Peter B,



“Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Filipus itu berasal dari Betsaida, kota Andreas dan Petrus.” (Yohanes 1:43-44)


Salah satu illustrasi terbesar yang pernah di sampaikan oleh Yesus diceritakan dalam bentuk berseri. Perumpamaan itu mempunyai tiga bagian cerita. Tidak bersambung memang, tetapi berhubungan erat satu sama lain. Ketiga-tiganya luar biasa dan ketiga-tiganya mengejutkan kita semuanya. Anda mungkin sudah menebaknya. Benar sekali, itu adalah trilogi perumpamaan dalam Lukas 15: perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang. Ketiga perumpamaan itu juga mengandung unsur kisah yang sama, yang menggambarkan kepribadian Bapa. Dan dapat dikatakan itu di luar akal sehat manusia kita ini.


Bayangkanlah sekarang bagaimana seorang gembala lebih tega meninggalkan kesembilan puluh sembilan ekor domba yang lain demi mengejar yang satu. Bukankah seringkali orang berpikir, “Hilang satu biarlah, kan masih ada yang Sembilan puluh Sembilan yang lain.”? Pikirkanlah bagaimana mungkin satu dirham yang hilang dicari sedemikian rupa dan kemudian saat satu dirham itu ditemukan, pemilik dirham itu mengadakan pesta perayaan dengan tetangga-tetangganya. Bukankah seringkali orang banyak lebih condong untuk berkata, “Sudahlah, dirham hilang dan ditemukan saja kok pakai pesta segala.”? Dan renungankanlah pula apakah dapat diterima oleh akal sehat apabila bapa yang kaya itu, yang memiliki harta benda, bisnis yang maju, fasilitas dan kemewahan hidup, bahkan anak yang lain namun nyatanya ia masih saja tiap-tiap hari menunggu di depan pintu rumahnya menantikan kalau-kalau anaknya yang durhaka dan murtad itu kembali. Bukankah banyak orang tua yang mengusir anaknya jika mereka berbeda pandangan satu sama lain? Bukankah ada bapa-bapa yang tidak peduli anaknya mati, minggat atau tanpa kabar terlebih lagi jika anak itu telah bersikap sangat kurang ajar dan melawan kebaikan dan otoritas yang sang bapa? Adakah bapa yang dengan setia menangisi dan mengharapkan anaknya yang pemberontak itu pulang? Jikalau ada, itu pun harus digolongkan sebagai tindakan-tindakan yang di luar logika manusia. Itu bukan lagi rasional tetapi emosional. Demikian saat Yesus mencari Filipus.


Setelah berkenalan dengan Andreas dan Petrus, Yesus dipimpin oleh Roh untuk berangkat ke Galilea. Di sana Ia mencari dan akhirnya menemukan seorang yang bernama Filipus. Yesus mengucapkan kalimat ajakannya yang terkenal itu, “Ikutlah aku,” dan Filipus pun bersedia. Banyak pelajaran berharga dari perjalanan Yesus ke Galilea untuk menemukan Filipus ini. Sikap seorang penyembah sejati yang diperagakan oleh Yesus akan menjadi obyek perenungan kita kali ini.


Ada beberapa perbedaan antara bagaimana Andreas, Petrus dan Filipus mengenal Kristus. Andreas mengikut Yesus karena Ia tertarik pada Yesus setelah mendengar gurunya, Yohanes Pembaptis banyak bersaksi mengenai Yesus. Andreas berbekal kerinduan, meskipun agak malu-malu, mengikuti Yesus dari belakang, berkenalan denganNya dan akhirnya sempat bertandang ke rumah Yesus. Petrus hampir sama dengan Andreas. Bedanya, Petrus mendengar dan kemudian mengenal Yesus dari saudaranya, Andreas. Petrus diajak dan Ia bersedia untuk berjumpa dengan Yesus. Filipus lain lagi. Jika yang lain bergerak atas inisiatif sendiri berusaha mengenal Yesus, Filipus sebaliknya. Ia tidak beranjak dari tempat di mana ia tinggal atau berada. Mungkin saja ia telah mendengar tentang Yesus dari kabar orang banyak. Bisa jadi ia sudah diajak oleh teman-temanya atau bahkan Andreas dan Petrus pernah mengajaknya karena mereka satu desa untuk bertemu dengan Yesus. Tetapi Filipus seperti tidak tertarik atau kurang berminat. Yang pasti ia kurang merespon kehadiran Yesus.


Apabila melihat pengalaman Yesus bersama Filipus di kemudian hari kita dapat mengetahui beberapa hal tentang dia. Filipus adalah salah satu murid yang paling kurang tanggap. Filipus sering sekali menggunakan cara berpikirnya sendiri lebih daripada cara berpikir Tuhan. Beberapa penafsir setuju apabila dikatakan bahwa Filipus adalah seorang yang lamban cara berpikirnya. Dapat dikatakan ia seorang yang agak bodoh. Jawaban atau pertanyaan Filipus kepada Yesus hampir selalu terdengar konyol, yang menunjukkan kurangnya pengertian. Satu kalimat teguran dari Yesus ini mungkin dapat mewakili keseluruhan karakter Filipus, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku” (Yohanes 14:19). Jadi, selama hampir empat tahun, dan setiap hari, Filipus bersama-sama Tuhan, namun ia masih juga tidak mengenal Yesus.


Saudara-saudaraku yang kekasih, terhadap orang seperti Filipus ini, Yesus mengadakan pendekatan yang berbeda. Filipus yang lamban berpikir, kurang cepat menangkap kejadian-kejadian sekitarnya, rupanya tidak mudah tangkap terhadap keberadaan Yesus yang digembar-gemborkan oleh Yohanes Pembaptis yang adalah pengkhotbah tersohor masa itu. Ya, Filipus dicari oleh Yesus. Yesus datang padanya. Mengajaknya. Memanggilnya. Apakah ini terdengar seperti kisah yang pernah Anda dengar atau baca? Ya, Yesus adalah gembala yang mencari domba.


Domba yang lamban tidak pernah ditinggalkan oleh gembala yang baik. Yesus tidak pernah berkompromi dengan dosa atau pelanggaran, tetapi mereka yang lemah dan kurang kekuatan tidak pernah ditinggalkanNya. Buluh yang terkulai tidak akan di patahkanNya, kata firman. Juga sumbu yang hampir pudar nyalanya tidak akan Ia padamkan, begitu kata nubuatan. Yesus tidak pernah menghinakan mereka yang lemah; justru Ia sangat mengasihi mereka. Yesaya bernubuat dan berkata, “….anak-anak domba itu dipangkuNya…” (Yesaya 40:11). Juga Yehezkiel, nabi itu, menyampaikan perkataan Allah sendiri, “Dengan  sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-dombaku dan akan mencarinya…. Aku sendiri akan mengembalakan domba-dombaKU…. Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang,  yang luka akan Ku balut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya” (Yehezkiel 34:11, 15-16).


Di sini kita belajar banyak hal dari teladan Tuhan. Sebagai orang-orang Kristen kita kurang diajar untuk menghargai orang lain. Standrad kita sebagai gereja Tuhan seringkali sama sekali mirip dengan ukuran-ukuran yang dipakai oleh dunia yang sedang terhilang ini. Kita masih mengukur orang berdasarkan statusnya di masyarakat; kita masih lebih menghormati orang yang kaya; kita lebih antusias mendengarkan orang-orang yang memiliki gelar pendidikan yang tinggi; kita cenderung menghargai orang lain berdasarkan kelebihan-kelebihannya. Sebaliknya terhadap mereka yang tidak cendekia, yang kurang bagus dalam pemandangan mata, yang tidak berpikir secepat diri kita, tanpa sadar (mungkin karena telah mendarah daging) kita cenderung meremehkan mereka. Golongan orang-orang seperti Filipus pada masa ini adalah golongan masyarakat kelas bawah, tidak terpandang, tidak memiliki potensi apapun. Bagi kebanyakan orang, mereka tidak terlalu ada gunanya. Namun tampaknya pandangan itu bukanlah pandangan yang dianut Tuhan dan Juruselamat kita yang agung, Yesus Kristus.


Yesus melihat Filipus melampaui kelemahan-kelemahan dan keterbatasan Filipus. Yesus melihat hati. Ya, suatu hati yang merindukan keselamatan dan persekutuan dengan Tuhan. Tuhan melihat hati Filipus yang bersedia mengikut Yesus Kristus tanpa banyak keberatan. Saat Yesus memanggil, “Ikutlah Aku,” di situlah kita tahu mengapa Yesus mencari dan memilih Filipus. Filipus mau mengikut Kristus dengan ketulusan. Ini sama sekali berbeda dengan orang-orang pandai seperti ahli Taurat dan Farisi, yang meminta baptisan dari Yohanes Pembaptis tetapi tidak sungguh-sungguh memiliki hati yang bertobat. Filipus jauh memiliki hati yang rindu dan mau untuk mengiring Tuhan lebih dari orang-orang kaya yang sombong dan berpengaruh. Benarlah apa yang dikatakan Tuhan dalam suatu kesempatan, “Apakah gunanya kamu memiliki seluruh dunia namun jiwamu binasa?” Perkataan Tuhan yang lain semakin meneguhkan kebenaran ini; “Sebab lebih mudah seekor unta masuk lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Surga.”


Marilah kita memiliki pandangan yang tepat seperti Yesus. Biarlah itu memimpin kita pada perbuatan yang tepat, berbuah-buahkah kebenaran. Yang kuat atau yang lemah sama berharganya di hadapan Tuhan. Mari kita belajar memandang orang lain melampaui kelemahan atau kekurangannya. Tetapi sebagaimana Tuhan hendak kerjakan dalam hidupnya, demikianlah kita wajib memandang dan mendukung mereka. Amin.


(Diambil dari warta Worship Center edisi 41 – 18 Oktober 2002)




 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 9:00 AM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.