KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

KERAMAHTAMAHAN YESUS

Posted By passion for revival on Senin, 08 Oktober 2018 | 9:00 AM



Oleh: Peter B,



“Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus. Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikuti Dia lalu berkata kepada mereka:” Apakah yang kamu cari? “Kata mereka kepada-Nya: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?” Ia berkata kepada mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Mereka pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia; waktu itu kira-kira pukul empat (Yohanes 1:37-39)

Di zaman yang kata banyak orang sebagai ‘zaman edan’ ini, tampaknya sangat sulit menemukan orang yang tulus, ramah, berhati baik, yang hidupnya bebas dari prasangka. Di waktu-waktu yang lampau, orang-orang desa digambarkan sebagai orang-orang yang polos, lugu, sederhana dan jujur. Mungkin saja masih ada orang-orang desa yang demikian, namun dapat dikatakan mereka semakin jarang keberadaannya. Jikalau ada, mereka seringkali adalah orang-orang tempo dulu yang tidak pernah mengetahui apapun selain kehidupan bersahaja dan apa adanya di desa mereka sendiri. Orang-orang desa zaman ini hampir tidak jauh berbeda dengan banyak orang pada umumnya. Kepolosan dan ketulusan hampir punah karena desa-desa telah terjamah pengaruh buruk teknologi dan informasi.

Di zaman ini pula, sepertinya terlihat wajar untuk memperingatkan anak-anak kita dengan pesan-pesan sebagai berikut, “Hati-hati di jalan banyak perampok dan pencopet. Lihatlah ke kiri dan ke kanan karena siapa tahu mereka adalah penjahat yang mengincarmu” atau “Jangan lewat daerah sana. Di sana para beradal dan para penjahat berkumpul” dan juga “jangan percaya kepada siapapun terlebih seorang yang tidak kamu kenal. Sewaktu-waktu seseorang dapat menggunakan teknik sihir atau gendam (semacam hipnotis) untuk menipu dan mengambil uangmu!” Lebih dari itu, keluhan beberapa orang menambah panjang deretan kebobrokan zaman ini: “Percuma menanyakan arah jalan kepada seseorang di sini. Mereka tidak bisa dipercaya dan malah sering menyesatkan” atau “pengemudi taksi yang kutumpangi sepertinya membawaku ke tujuan tapi ternyata aku di bawa berputar-putar di sekitar situ saja karena aku merasa melihat tempat yang itu-itu lagi.”

Di lain pihak, ada juga yang terlihat bersikap ramah dan penuh perhatian. Tetapi jika dilihat lebih jauh, ketulusan adalah yang tidak mereka miliki. Berbaik hati dan peduli seringkali diartikan sebagai tindakan penuh tipu daya yang mengandung maksud tertentu. Inti dari semua ini disimpulkan oleh orang-orang duniawi dalam suatu kalimat ini: “jangan pernah percaya kepada siapapun juga kecuali dirimu sendiri.” Dengan suburnya kejahatan, maraknya penipuan, derasnya arus kebebasan, meningkatnya ketimpangan dan ketidakadilan sosial, banyak orang akhirnya menjadi sangat berhati-hati terhadap lingkungan atau orang-orang di sekitarnya. Di Indonesia, Negara kita tercinta ini, keramahan dan kerukunan kini menjadi tinggal kenangan manis dari masa lampau. Ketenteraman, kedamaian, dan kebersamaan sebagai suatu bangsa telah terancam musnah digantikan oleh semangat perpecahan, kekerasan, pembunuhan, kebencian, dan pengrusakan, Suku yang dikenal begitu lemah lembut, penuh sopan santun dan tenggang rasa di wilayah Jawa bagian tengah ternyata menampakkan keberingasan serta kegarangannya dalam peristiwa kerusuhan beberapa tahun lalu. Pertanyaan yang penting di sini adalah masih adakah orang yang jujur, terbuka, ramah, tidak munafik dan tanpa prasangka? Kapankah kita terakhir bertemu dengan mereka? Sungguhkah mereka masih ada di muka bumi ini? Adakah orang yang masih dapat kita percaya?

Mari kita perhatikan nast kita. Di sana dicatat bahwa Yesus pernah satu kali diikuti sepanjang perjalanan oleh orang-orang asing. Mereka sebelumnya tidak mengenal Yesus, sebaliknya Yesus juga belum pernah berhubungan langsung dengan mereka. Pada saat Yesus berjalan, dua orang ini mengikuti dari belakang tanpa keberanian untuk bertanya langsung. Akhirnya Yesus menoleh dan berkata kepada mereka, “Apa yang kalian cari?” Di masa ini apabila orang diikuti orang lain dan bertanya demikian, orang sudah dianggap ramah dan baik karena mereka masih mau memberikan sedikit perhatian. Namun perhatikan lebih lanjut. Kedua orang yang mengikuti Yesus itu kemudian menanyakan pertanyaan yang sangat pribadi sifatnya, “Di manakah engkau tinggal, Guru?” Mereka belum saling mengenal dan berkenalan tetapi dua orang asing itu menanyakan rumah Yesus! Reaksi kebanyakan dari kita seringkali adalah mulai memandang atau berpikir dengan penuh kecurigaan. Biasanya tanggapan kita mendengar pertanyaan demikian adalah, “Ada keperluan apa sih, kalian ini? Kenapa kok Tanya rumah segala.” Bahkan kini bukan lagi sesuatu yang aneh apabila orang enggan memberikan alamat rumah atau teleponnya (di antara mereka cukup banyak terdapat mereka yang menyebut dirinya ‘hamba-hamba Tuhan’). Bagaimana tanggapan Kristus?

Ayat selanjutnya memberitahukan kita suatu fakta yang sangat mengejutkan. Dikatakan di sana, “Yesus berkata kepada mereka, “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Mereka pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia….” (Yohanes 1:39). Yesus baru berkenalan dengan kedua orang itu dan mereka diijinkan tinggal bermalam bersama Yesus! Pernahkah kita memberikan tumpangan seperti itu kepada seorang yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Seringkali apabila kita melakukan seperti itu di abad kedua puluh satu ini, kita dipandang sebagai orang yang bodoh atau kurang waras.

Yesus tidak gila. Justru Dialah teladan sempurna bagi kehidupan manusia di muka bumi. Ketika Ia menerima kedua orang murid Yohanes di rumahnya, Ia sedang memberikan pelajaran yang berharga kepada kita mengenai sikap dan perilaku para penyembah sejati dalam berhubungan dengan orang lain teristimewa orang yang belum kita kenal. Beberapa poin yang dapat dicatat di sini adalah:

Pertama, Yesus menilai manusia yang lain. Menilai bukan menghakimi. Menilai berarti menguji menurut hikmat Tuhan. Rasul Paulus berkata, “Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu…” (1Korintus 2:15). Apa maksudnya? Setiap manusia yang bergerak bersama Roh Allah tidak pernah gegabah. Mereka menimbang-nimbang segala sesuatu, menunggu pimpinan Allah dan baru bertindak sesuai dengan arahan dari Tuhan. Yesus melihat kedua orang murid Yohanes Pembaptis tersebut dan menilai mereka. Dari sikap mereka, dari tanggapan mereka, dari kesaksian Roh Kudus di dalamNya maka Ia tahu kedua orang itu tulus dan bermaksud baik. Jawaban mereka yang berupa pertanyaan, “Guru, dimanakah Engkau tinggal” mengandung nada penghormatan, ketulusan, dan kerinduan akan persekutuan. Dan Yesus mengetahui hal itu. Itulah sebabnya, Ia menerima mereka. Satu dari kedua orang itu, Andreas, menjadi murid Yesus yang paling pertama dan dari dialah Yesus mendapatkan Petrus. Sebagai penyembah sejati, setiap saat kita harus peka akan tuntunan dan petunjuk Roh Kudus sehingga kita mengalir dalam rencanaNya, tanpa sedikit pun kehilangan berkatNya. Sudahkah kita peka menilai orang sesuai pimpinan Tuhan?

Kedua, kepribadian Kristus adalah kepribadian yang terbuka dan positif. Terhadap orang asing, perasaan curiga maupun prasangka tidak dimiliki oleh Yesus. Ia memandang kebaikan dari orang lain bukan keburukannya. Yesus memikirkan yang baik terhadap orang yang baru dikenalNya. Kepribadian penyembah sejati adalah kepribadian yang manis, ramah, terbuka, hangat serta penuh kasih. Bukankah kita diperintahkan untuk “mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”? Yesus menyambut orang lain, merindukan persekutuan yang hangat dengan orang lain, mencari persahabatan bukan permusuhan, terbiasa bersikap hangat daripada angkuh dan dingin.

Seringkali karena sikap-sikap tidak ramah dan kurang bersahabat, hubungan-hubungan maupun persekutuan-persekutuan yang didorong oleh Roh Kudus, yang dikehendaki oleh Tuhan akhirnya terhambat bahkan tidak jarang gagal terjalin sehingga rencana Tuhan dirusakkan. Betapa ruginya apabila itu terjadi! Andreas dan saudaranya, Petrus menjadi rasul-rasul utama dan pertama karena keterbukaan Yesus. Sudahkah keramahan kita membuahkan hasil yang sama mulia dengan itu? Amin.

(Diambil dari warta Worship Center edisi 39 – 4 Oktober 2002)






 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 9:00 AM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.