Oleh: Peter B,
“Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan
damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.”
“Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu?
Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap
takhta pengadilan Allah.” (Roma 14:19; Roma 14:10)
Salah satu hal yang paling tidak diinginkan oleh manusia
adalah penolakan. Hal lain yang kurang lebih sama atau bahkan lebih parah
dengan itu adalah pelecehan atau perendahan harga diri seorang manusia. Dapat
dikatakan mustahil menemukan manusia yang suka untuk ditolak atau menikmati
untuk dilecehkan kecuali ia memiliki kelainan jiwa. Beberapa orang karena
sangat ingin diterima oleh orang lain banyak kali mau dan rela melakukan hal-hal
yang seharusnya tidak boleh dilakukan atau mungkin juga bahkan hal-hal yang
seharusnya tidak mau mereka lakukan karena mereka tidak menyukainya dan
bertentangan dengan hati nurani mereka. Orang tua yang tidak mau repot mendidik
anak dan ingin disukai oleh anaknya sering memilih untuk memanjakan mereka.
Anak-anak yang tidak ingin bertengkar dengan orang tuanya lebih suka memilih
untuk patuh sekalipun itu harus meninggalkan Tuhan. Karena ingin diterima dan
memiliki teman yang banyak, anak-anak muda tidak jarang terseret pergaulan yang
merusak kepribadian mereka. Karena ketakutan tidak lagi didukung oleh anggota
jemaat yang kaya, para pendeta mengkompromikan standar firman Tuhan melalui
sikap dan pengajaran yang tidak bermutu….
Ditolak itu pahit. Dilecehkan itu sakit. Diremehkan adalah
suatu penderitaan. Namun justru itulah yang seringkali terjadi di tengah-tengah
keluarga kita, sekolah kita, lingkungan sekitar kita, kota dan bangsa kita,
tidak ketinggalan juga gereja kita. Kepahitan karena penolakan itu selalu
terjadi dan di sanalah iblis menaburkan benih-benih kerusakan dan penghancuran.
Saya berani menjamin, apabila saya keluar ke depan rumah saya dan saya panggil
orang pertama yang lewat atau siapa saja yang mungkin lewat kemudian saya
bertanya kepadanya apakah ia senang untuk ditolak dan direndahkan maka saya
sangat yakin jika jawaban mereka adalah ‘tidak’. Karena sekali lagi tidak ada
seorang pun yang suka untuk ditolak, mendapatkan caci maki, atau dihina
habis-habisan.
Tetapi lebih dari itu, saya menjumpai sesuatu yang aneh,
yang membuat saya tidak habis pikir. Jika hampir semua orang setuju bahwa
mereka tidak suka dilecehkan, secara sebaliknya fakta berbicara secara berbeda.
Maksudnya adalah bahwa meskipun orang-orang tidak suka dilecehkan, tetapi dari
hidup dan tingkah laku mereka sendiri justru acapkali keluar penolakan,
kepahitan, kebencian, intimidasi, kebusukan, serta penghinaan kepada pribadi
orang-orang yang lain. Dapatkah ini di benarkan? Bukankah ini standard ganda
dalam kehidupan? Adilkah jika kita ingin diperlukan dengan baik dan ramah
sedangkan kita sendiri suka untuk memperlakukan orang dengan jahat? Tetapi
itulah fakta dari kehidupan manusia di dunia. Karena kejatuhannya dalam kuasa
dosa, semua manusia memiliki kecenderungan untuk menyakiti dan menolak orang
lain. Sesungguhnya apa penyebab semuanya itu? Penyebab munculnya sikap penuh
kepahitan dan penolakan dari seseorang seringkali disebabkan karena sebelumnya
mereka telah disakiti dan ditolak oleh orang lain. Kepahitan yang ada di hati
banyak oranglah yang akhirnya mengotori dan menjadikan keruh mata air kehidupan
mereka. Hati yang semula tidak terisi dosa, karena luka akibat penolakan dari
luar atau karena penderitaan hidup, kini dikuasai oleh racun. Bahkan di antara
orang-orang Kristen yang lahir baru, yang telah disucikan hatinya dan
mendapatkan hati yang baru, penolakan dari saudara seiman maupun pihak yang
berotoritas seperti misalnya: orang tua, atasan di tempat kerja atau malah
pendeta mereka menorehkan suatu luka yang akhirnya membusuk dan menyebar ke
mana-mana.
Kepahitan diumpamakan oleh penulis surat Ibrani seperti
sumber atau akar kehidupan sebuah tanaman. “Jagalah supaya jangan ada seorang
pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang
pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibrani
12:15). Artinya adalah bahwa kepahitan itu memiliki pengaruh yang dahsyat lagi
luas. Seorang yang memiliki kepahitan dalam hidupnya dan kepahitan itu semakin
banyak, bukan saja hidupnya sendiri yang akan menjadi sangat pahit melainkan
juga kehidupan banyak orang. Itu menimbulkan kerusuhan. Itu mencemarkan banyak
orang. Satu orang yang pahit hatinya dapat diperkirakan dapat mempengaruhi
puluhan hingga jutaan orang yang lain! Tahukah Anda, jutaan orang Yahudi
dibunuh dan Eropa akan dikuasai dengan tangan besi selama Perang Dunia I?
Selanjutnya, tahukah Anda siapakah pelakunya? Apakah sebabnya Ia melakukan
semua itu? Nama tiran yang kejam itu adalah Adolf Hitler. Karena kepahitan dan
penolakan dari Bapa tirinya yang orang Yahudi dan penolakan dari orang-orang
Kristen semasa ia masih kanak-kanak, ia bertekad membunuh seluruh ras Yahudi
dan memunahkan Kekristenan. Dapat diduga pula, antek-antek, tangan kanan dan
kirinya, orang-orang kepercayaannya seperti Joseph Gobbels, Heinrich Himmler,
atau Rudolf Hess termasuk pula dalam bilangan orang-orang yang dipenuhi oleh
kepahitan yang dalam.
Melalui sikap-sikap manusia yang hidup di luar kebenaran
dan disirami oleh kuasa-kuasa kegelapan, kepahitan tumbuh dengan subur di
antara manusia. Mustahil menemukan manusia yang bebas dari kepahitan. Setiap
orang pasti bersalah karena hatinya yang pahit dan penuh dengan kebencian.
Tidak ada perkecualian untuk itu. Tetapi sesuatu yang mustahil bukan merupakan
sesuatu yang besar bagi Tuhan. Tuhan suka mengubah yang pahit menjadi manis.
Tuhan senang membentuk the troublemakers (para
pembuat masalah dan perusak suasana) menjadi pribadi yang memberkati banyak
orang. Hingga hari ini, Ia tetap gemar mengadakan sesuatu yang baru.
Selidikilah Perjanjian Lama dan kita akan menemukan orang-orang yang seharusnya
menjadi pribadi paling pahit di dunia. Sebaliknya, mereka justru menjadi
orang-orang terbaik yang pernah ada di dunia ini. Ambillah satu contoh. Yusuf
yang disengsarakan begitu rupa oleh keluarga dan saudara-saudaranya, justru
memberkati kaum keluarganya bahkan bangsa-bangsa. Bukankah itu ajaib? Juga di
Perjanjian Baru, Rasul-rasul dan jemaat mula-mula yang dianiaya oleh
orang-orang Yahudi dan Kaisar-kaisar Roma menunjukkan ketabahan, kekuatan,
kesabaran, sukacita dan terlebih lagi kasih dan pengampunan. Stefanus yang
menerima hunjaman demi hunjaman batu ke tubuhnya “berseru dengan suara nyaring;
“Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kisah Para Rasul 7:60).
Bukankah itu mulia sebagaimana kematian Tuhan kita di kayu salib dengan
perkataan, “Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat”?
Kita masih memiliki satu pertanyaan di sini. Adakah orang
yang bebas dari kepahitan? Dapatkah seseorang memiliki hati yang penuh kasih
sehingga ia tidak lagi memiliki sikap penuh penolakan atau penghinaan pada
orang lain? Siapakah orang yang sedemikan? Jawabannya tidak terlalu sulit.
Mereka adalah para penyembah sejati dari Tuhan. Mereka yang memiliki hati bagi
Tuhan, memiliki hati seperti Dia yaitu mengasihi sesamanya manusia.
Sesungguhnya hati yang paling pahit yang mungkin pernah ada di dunia adalah
hati Tuhan. Sebaliknya hati Bapa kita yang di Surga dipenuhi kasih, keramahan
dan kehangatan. Ia tidak pernah menolak orang yang datang padaNya tetapi
menerima dan menyambut mereka. Jika kita menyembah Dia dan menyerahkan hidup
kita kepadaNya, kita akan diubahkan menjadi serupa dengan Dia. Oleh sebab itu
para penyembah sejati, pasti memiliki sikap yang baik, penuh penghargaan dan
limpah dengan kasih terhadap sesamanya, terlebih lagi terhadap saudara
seimannya. Minggu-minggu ini kita akan belajar mengenai sikap para penyembah
sejati dalam berhubungan dengan orang-orang lain. Dan seperti sebelumnya, kita
akan belajar dari teladan kehidupan Yesus Kristus, Tuhan kita. Amin.
(Diambil dari warta Worship Center edisi 38 – 27 September
2002)
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.