KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

FREE FROM BITTERNESS, READY TO LOVE

Posted By passion for revival on Minggu, 07 Oktober 2018 | 9:00 AM



Oleh: Peter B,



“Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.”

“Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah.” (Roma 14:19; Roma 14:10)


Salah satu hal yang paling tidak diinginkan oleh manusia adalah penolakan. Hal lain yang kurang lebih sama atau bahkan lebih parah dengan itu adalah pelecehan atau perendahan harga diri seorang manusia. Dapat dikatakan mustahil menemukan manusia yang suka untuk ditolak atau menikmati untuk dilecehkan kecuali ia memiliki kelainan jiwa. Beberapa orang karena sangat ingin diterima oleh orang lain banyak kali mau dan rela melakukan hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan atau mungkin juga bahkan hal-hal yang seharusnya tidak mau mereka lakukan karena mereka tidak menyukainya dan bertentangan dengan hati nurani mereka. Orang tua yang tidak mau repot mendidik anak dan ingin disukai oleh anaknya sering memilih untuk memanjakan mereka. Anak-anak yang tidak ingin bertengkar dengan orang tuanya lebih suka memilih untuk patuh sekalipun itu harus meninggalkan Tuhan. Karena ingin diterima dan memiliki teman yang banyak, anak-anak muda tidak jarang terseret pergaulan yang merusak kepribadian mereka. Karena ketakutan tidak lagi didukung oleh anggota jemaat yang kaya, para pendeta mengkompromikan standar firman Tuhan melalui sikap dan pengajaran yang tidak bermutu….


Ditolak itu pahit. Dilecehkan itu sakit. Diremehkan adalah suatu penderitaan. Namun justru itulah yang seringkali terjadi di tengah-tengah keluarga kita, sekolah kita, lingkungan sekitar kita, kota dan bangsa kita, tidak ketinggalan juga gereja kita. Kepahitan karena penolakan itu selalu terjadi dan di sanalah iblis menaburkan benih-benih kerusakan dan penghancuran. Saya berani menjamin, apabila saya keluar ke depan rumah saya dan saya panggil orang pertama yang lewat atau siapa saja yang mungkin lewat kemudian saya bertanya kepadanya apakah ia senang untuk ditolak dan direndahkan maka saya sangat yakin jika jawaban mereka adalah ‘tidak’. Karena sekali lagi tidak ada seorang pun yang suka untuk ditolak, mendapatkan caci maki, atau dihina habis-habisan.


Tetapi lebih dari itu, saya menjumpai sesuatu yang aneh, yang membuat saya tidak habis pikir. Jika hampir semua orang setuju bahwa mereka tidak suka dilecehkan, secara sebaliknya fakta berbicara secara berbeda. Maksudnya adalah bahwa meskipun orang-orang tidak suka dilecehkan, tetapi dari hidup dan tingkah laku mereka sendiri justru acapkali keluar penolakan, kepahitan, kebencian, intimidasi, kebusukan, serta penghinaan kepada pribadi orang-orang yang lain. Dapatkah ini di benarkan? Bukankah ini standard ganda dalam kehidupan? Adilkah jika kita ingin diperlukan dengan baik dan ramah sedangkan kita sendiri suka untuk memperlakukan orang dengan jahat? Tetapi itulah fakta dari kehidupan manusia di dunia. Karena kejatuhannya dalam kuasa dosa, semua manusia memiliki kecenderungan untuk menyakiti dan menolak orang lain. Sesungguhnya apa penyebab semuanya itu? Penyebab munculnya sikap penuh kepahitan dan penolakan dari seseorang seringkali disebabkan karena sebelumnya mereka telah disakiti dan ditolak oleh orang lain. Kepahitan yang ada di hati banyak oranglah yang akhirnya mengotori dan menjadikan keruh mata air kehidupan mereka. Hati yang semula tidak terisi dosa, karena luka akibat penolakan dari luar atau karena penderitaan hidup, kini dikuasai oleh racun. Bahkan di antara orang-orang Kristen yang lahir baru, yang telah disucikan hatinya dan mendapatkan hati yang baru, penolakan dari saudara seiman maupun pihak yang berotoritas seperti misalnya: orang tua, atasan di tempat kerja atau malah pendeta mereka menorehkan suatu luka yang akhirnya membusuk dan menyebar ke mana-mana.


Kepahitan diumpamakan oleh penulis surat Ibrani seperti sumber atau akar kehidupan sebuah tanaman. “Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibrani 12:15). Artinya adalah bahwa kepahitan itu memiliki pengaruh yang dahsyat lagi luas. Seorang yang memiliki kepahitan dalam hidupnya dan kepahitan itu semakin banyak, bukan saja hidupnya sendiri yang akan menjadi sangat pahit melainkan juga kehidupan banyak orang. Itu menimbulkan kerusuhan. Itu mencemarkan banyak orang. Satu orang yang pahit hatinya dapat diperkirakan dapat mempengaruhi puluhan hingga jutaan orang yang lain! Tahukah Anda, jutaan orang Yahudi dibunuh dan Eropa akan dikuasai dengan tangan besi selama Perang Dunia I? Selanjutnya, tahukah Anda siapakah pelakunya? Apakah sebabnya Ia melakukan semua itu? Nama tiran yang kejam itu adalah Adolf Hitler. Karena kepahitan dan penolakan dari Bapa tirinya yang orang Yahudi dan penolakan dari orang-orang Kristen semasa ia masih kanak-kanak, ia bertekad membunuh seluruh ras Yahudi dan memunahkan Kekristenan. Dapat diduga pula, antek-antek, tangan kanan dan kirinya, orang-orang kepercayaannya seperti Joseph Gobbels, Heinrich Himmler, atau Rudolf Hess termasuk pula dalam bilangan orang-orang yang dipenuhi oleh kepahitan yang dalam.


Melalui sikap-sikap manusia yang hidup di luar kebenaran dan disirami oleh kuasa-kuasa kegelapan, kepahitan tumbuh dengan subur di antara manusia. Mustahil menemukan manusia yang bebas dari kepahitan. Setiap orang pasti bersalah karena hatinya yang pahit dan penuh dengan kebencian. Tidak ada perkecualian untuk itu. Tetapi sesuatu yang mustahil bukan merupakan sesuatu yang besar bagi Tuhan. Tuhan suka mengubah yang pahit menjadi manis. Tuhan senang membentuk the troublemakers (para pembuat masalah dan perusak suasana) menjadi pribadi yang memberkati banyak orang. Hingga hari ini, Ia tetap gemar mengadakan sesuatu yang baru. Selidikilah Perjanjian Lama dan kita akan menemukan orang-orang yang seharusnya menjadi pribadi paling pahit di dunia. Sebaliknya, mereka justru menjadi orang-orang terbaik yang pernah ada di dunia ini. Ambillah satu contoh. Yusuf yang disengsarakan begitu rupa oleh keluarga dan saudara-saudaranya, justru memberkati kaum keluarganya bahkan bangsa-bangsa. Bukankah itu ajaib? Juga di Perjanjian Baru, Rasul-rasul dan jemaat mula-mula yang dianiaya oleh orang-orang Yahudi dan Kaisar-kaisar Roma menunjukkan ketabahan, kekuatan, kesabaran, sukacita dan terlebih lagi kasih dan pengampunan. Stefanus yang menerima hunjaman demi hunjaman batu ke tubuhnya “berseru dengan suara nyaring; “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kisah Para Rasul 7:60). Bukankah itu mulia sebagaimana kematian Tuhan kita di kayu salib dengan perkataan, “Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”?


Kita masih memiliki satu pertanyaan di sini. Adakah orang yang bebas dari kepahitan? Dapatkah seseorang memiliki hati yang penuh kasih sehingga ia tidak lagi memiliki sikap penuh penolakan atau penghinaan pada orang lain? Siapakah orang yang sedemikan? Jawabannya tidak terlalu sulit. Mereka adalah para penyembah sejati dari Tuhan. Mereka yang memiliki hati bagi Tuhan, memiliki hati seperti Dia yaitu mengasihi sesamanya manusia. Sesungguhnya hati yang paling pahit yang mungkin pernah ada di dunia adalah hati Tuhan. Sebaliknya hati Bapa kita yang di Surga dipenuhi kasih, keramahan dan kehangatan. Ia tidak pernah menolak orang yang datang padaNya tetapi menerima dan menyambut mereka. Jika kita menyembah Dia dan menyerahkan hidup kita kepadaNya, kita akan diubahkan menjadi serupa dengan Dia. Oleh sebab itu para penyembah sejati, pasti memiliki sikap yang baik, penuh penghargaan dan limpah dengan kasih terhadap sesamanya, terlebih lagi terhadap saudara seimannya. Minggu-minggu ini kita akan belajar mengenai sikap para penyembah sejati dalam berhubungan dengan orang-orang lain. Dan seperti sebelumnya, kita akan belajar dari teladan kehidupan Yesus Kristus, Tuhan kita. Amin.


(Diambil dari warta Worship Center edisi 38 – 27 September 2002)



 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 9:00 AM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.