Di Indonesia ada istilah UUD. Dahulu semua tahu itu
singkatan dari Undang-Undang Dasar. Namun belakangan istilah UD lebih terkenal
sebagai singkatan dari Ujung Ujungnya Duit. Tampaknya, sedikit banyak istilah
itu muncul sebagai kesimpulan yang terjadi dari kebiasaan orang-orang Indonesia
yang dalam hampir segala hal yang dilakukan bermotifkan keuangan. Semua lancar
kalau ada uang. Baru bergerak dan bekerja kalau uang berbicara. Ini menjadi tak
terbantahkan dengan terungkapnya tindak pidana korupsi yang masih belum
menunjukkan tanda-tanda berkurang intensitasnya di Indonesia. Korupsi seolah
sudah berurat berakar di seluruh lapisan bangsa. Menjadi kebiasaan yang sudah
menjadi gaya hidup. Itulah sebabnya dikatakan semua ujung-ujungnya adalah duit.
Harus jujur diakui bahwa orang-orang Indonesia mudah
dipengaruhi oleh materi. Kita mengejarnya, mengumpulkannya, mengembangkannya,
juga memamerkannya sebagai suatu prestise atau kebanggaan di depan yang
lainnya. Menjadi kaya secara materi hampir-hampir menjadi tujuan hidup
mayoritas orang Indonesia. Dan karena itu, firman Tuhan terbukti benar ketika
banyak orang di negeri ini berlomba-lomba memperoleh kekayaan dengan cara
apapun juga:
Tetapi mereka yang
ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam
berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan
manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
~ 1 Timotius 6:9-10
Karena ingin kaya, orang memburu uang. Dan karena ingin
memperoleh uang secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya, orang jatuh ke dalam
pencobaan, dalam jerat, dalam nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang tanpa
sadar mengantar mereka pada keruntuhan dan kebinasaan. Sebagian yang lain
menyimpang dari iman: melepaskan imannya pada Yesus (murtad) atau tak lagi
hidup dalam iman pada Tuhan tetapi hidup mengikuti prinsip dan cara dunia ini.
"Yen ora edan ora keduman" yang artinya "jika tidak ikut gila
tidak akan kebagian" menjadi pedoman hidup orang-orang yang berlomba
mengejar harta dunia. Sebagian lagi melalaikan pencarian akan Tuhan,
menyiksa diri dengan susah payah dan kerja melampaui batas sehingga melupakan
apa yang penting dan bermakna dalam hidup (seperti keluarga, hubungan-hubungan
yang baik atau bahkam sekedar waktu-waktu istirahat). Hidup mereka,
meskipun banyak harta, terbukti kemudian menyimpan berbagai luka dan duka. Ini
tak terbantahkan ketika kita melihat mereka yang semula diakui sebagai orang
pandai, kaya, terhormat, berpangkat, memiliki jabatan, kedudukan dan
berprestasi belakangan ditangkap, diadili dan menjalani hukuman di balik
penjara karena melakukan korupsi.
Yang lebih ironis, hari-hari ini sering didengungkan,
diajarkan, didoakan bahkan dideklarasikan di mimbar-mimbar gereja bahkan hingga
di kelompok-kelompok sel atau persekutuan rumah tangga, bahwa orang Kristen
seharusnya adalah orang-orang yang kaya secara materi, mengalami kelimpahan
harta benda, hidup dalam gaya hidup kelas atas karena itulah yang dijanjikan
Tuhan. Ditekankan pula bahwa Tuhan mau kita menjadi kaya secara materi karena
dengan itu seorang Kristen dapat mendukung pelayanan pekerjaan Tuhan dan
menjadi kesaksian akan betapa hidupnya diberkati Tuhan.
Benarkah pengajaran yang demikian ini?
Hal lain yang tak kalah ironis adalah ketika ada yang
mempertanyakan ajaran yang demikian, banyak yang mencibir dan mengatakan bahwa
yang meragukan ajaran tersebut berarti "kurang iman", "tidak mau
diberkati", "pantas hidupnya miskin dan pas-pasan karena kurang
iman", "itu orang tidak percaya janji Tuhan", atau "tidak
heran kehidupan dan pelayanannya tidak ada kemajuan".
Hal-hal semacam ini di tengah-tengah masyarakat Indonesia
yang mengagungkan materi dipahami sebagai sesuatu yang masuk akal. Sebab semua
keberhasilan dan pencapaian diukur dari seberapa banyak harta yang dimiliki.
Termasuk pandangan bahwa pelayanan yang diberkati Tuhan adalah pelayanan dengan
fasilitas lengkap gedung yang megah dan jemaat yang banyak.
Selagi memang pelayanan membutuhkan berbagai fasilitas
untuk dapat menjangkau lebih luas lagi, patut kita merenungkan dan bertanya
dengan jujur dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
- Jika ukuran pelayanan yang berhasil adalah kelengkapan
dan kelimpahan materi, mungkinkah kita akan percaya pada Yesus jika Ia hadir di
tengah-tengah kita dengan cara pelayanan seperti yang dilakukan-Nya 2000 tahun
lalu, dimana Ia tampil sebagai pemimpin rohani yang sederhana dan tidak
memiliki banya harta?
- jika memang Tuhan menghendaki umat-Nya kaya raya secara
materi, mengapa Ia mengatakan berulang kali dengan tegas bahwa "orang kaya
sukar masuk kerajaan sorga"? (Mat. 19:23-24)
- apakah sesungguhnya ukuran diberkati oleh Tuhan itu?
Apakah diukur dari kelimpahan materi atau yang lain? Dan jika memang ukurannya
adalah banyaknya harta duniawi yang dimiliki, mengapa itu tidak tampak dari
kehidupan Yesus maupun rasul-rasul-Nya yang sebagian besar adalah
murid-murid-Nya secara langsung maupun dari kehidupan bapa-bapa gereja di masa
lalu?
- adakah dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa Tuhan menilai
dan memuji seorang hamba-Nya oleh karena banyak kekayaannya? Bukankah
sebaliknyalah yang ada, yaitu Alkitab banyak kali memperingatkan orang yang
ingin kaya atau yang dalam keadaan kaya harta?
- Jika Yesus sendiri berkata bahwa orang kaya sukar masuk
Kerajaan Sorga maka apakah Yesus yang sama itu akan mengajarkan supaya
murid-murid-Nya menginginkan kekayaan dan menjadi kaya secara materi? Tidakkah
itu saling bertentangan satu sama lain? Tidakkah dengan demikian Ia malah
mengarahkan murid-murid-Nya menjadi orang-orang yang kecil kemungkinannya untuk
masuk Kerajaan Sorga?
Pada sisi lain, harus pula diakui bahwa ada tokoh-tokoh
iman yang hidup dalam kelimpahan kekayaan. Ada Abraham, Ishak Dan Yakub yang
memang keturunan dari keluarga yang berada. Ada Daud yajg menimbun banyak harta
dan Salomo yang bisa jadi merupakan orang terkaya yang pernah ada di bumi. Di
samping itu, tidak sedikit pula janji-janji Tuhan akan kekayaan ada di
sepanjang Kejadian sampai Wahyu. Berdasar kehidupan tokoh-tokoh ini dan
ayat-ayat tentang janji kelimpahan inilah biasanya dibangun pemahaman atau
pengajaran rohani bahwa Tuhan menghendaki anak-anak-Nya menjadi kaya secara
materi.
Jadi bagaimana?
Apakah sebenarnya yang Tuhan kehendaki?
Sesungguhnya inilah yang paling Ia kehendaki dari kita:
"Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN,
Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang
ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu,
berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang
kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu.
~ Ulangan 10:12-13
Menjadi kaya bukan merupakan sesuatu yang berdosa di
hadapan Tuhan. Ia pun ingin anak-anak-Nya hidup bukan dalam kemiskinan dan
kekurangan (Maz. 37:25). Meskipun demikian, lebih daripada hati kita berhasrat
menjadi kaya, Ia rindu hati kita terhubung dengan-Nya, menjalani hidup
dalam hormat dan takut akan Dia namun sekaligus dipenuhi cinta kepada-Nya.
Suatu hidup yang limpah dalam pengabdian dan penyerahan hidup kita untuk
melakukan kehendak-Nya.
Terhadap orang-orang yang mau hidup sedemikianlah, Ia
menjanjikan berkat dan kelimpahan. Bukan kepada orang yang fokus dan penuh
hasrat menjadi kaya harta benda di dunia ini. Saya yakin bahwa mereka yang
memusatkan diri mengejar kekayaan bahkan 'memanfaatkan' hubungannya dengan
Tuhan dan firman-Nya demi memperoleh kekayaan, cepat atau lambat akan tersesat.
Sebab Tuhan, yang penuhbhikmat dan pengetahuan itu, tidak akan mempercayakan
kekayaan apabila anak-anak-Nya belum siap menanggungnya.
Dan jika ada yang merasa diberkati secara materi dan
berpikir bahwa Tuhan memberkatinya karena ia rajin ke gereja, tekun mengklaim
janji Tuhan, rajin mendeklarasikan firman Tuhan, atau sibuk dalam pelayanan dan
sebagainya padahal hatinya tertuju dan bermotifkan mendapatkan kekayaan
duniawi, bukannya mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya -maka seharusnya ia
berhati-hati dan memperhatikan dengan seksama, ia sedang terhubung dengan siapa.
Sebab Tuhan bukan Allah dan Bapa yang bodoh yang akan
memberikan apapun yang diminta dan didesakkan orang dalam doanya. Ia pun bukan
mesin yang segera mengeluarkan uang setelah menekan tombol-tombol yang tepat.
Ia pun bukan jin pengganda uang yang melipatgandakan sedikit uang menjadi
bertumpuk-tumpuk secara otomatis.
Ia tahu cara dan waktu untuk memberkati
kekasih-kekasih-Nya. Ia tahu yang terbaik bagi kita lebih daripada kita
menyangka kita tahu yang terbaik bagi kita.
Oleh sebab itu, mintalah kekuatan dan hikmat untuk mengenal
Dia dan untuk dikuatkan dan dipersiapkan menanggung kepercayaan yang lebih
besar termasuk dalam hal memegang dan mengelola materi.
Jangan ingin menjadi kaya akan harta yang hanya diperoleh
di dunia sekarang ini.
Inginkanlah menjadi kaya akan harta sorgawi.
Di bumi sekarang ini dan sebagai puncaknya di sorga nanti.
Itulah orang yang (sungguh-sungguh) kaya di hadapan Tuhan.
Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap
segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya
tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan,
kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat,
sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan
merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku
akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada
padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah,
makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu,
dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?
Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta
bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah."
~ Lukas 12:15-21
Tuhan memberkati setiap kita yang melakukan petunjuk dan
perintah-Nya!
Dalam terang Firman-Nya,
Peter B
Hamba sahaya di ladang Tuhan
Syaloom..Terimakasih pencerahannya :)
BalasHapusPerkenalkan nama saya Hardiman benny, asal Medan
Mohon dukung doanya dari saudara seiman.
Agar saya bisa menjadi pelayan Tuhan, dan hidup menjadi lebih baik.
Karena saat ini benar benar sangat kacau !! Hidup penuh dengan masalah dunia ?!! Aku sangat rindu kasih dari Yesus
Amin.