Amsal 18:11 mengatakan :
Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya
Dan dari membaca uraian terjemahan Alkitab versi yang lain, maknanya menjadi jelas bagi kita :
- Orang yang kaya menyangka atau memandang bahwa harta bedanya itu seperti benteng dan pagar tembok yang tinggi (untuk melindunginya dari berbagai bahaya) :
Bahwa pada sangka orang kaya harta bendanya baginya akan kota benteng dan akan pagar tembok yang tinggi (versi TL)
Kota
benteng bagi orang kaya adalah hartanya, dan seperti tembok yang
tinggi menurut sangkaannya (versi SB2010)
Orang
kaya menganggap kekayaan sebagai benteng yang tangguh, sebuah tembok
tinggi yang aman (versi FAYH)
- Orang kaya percaya hartanya akan melindunginya sehingga ia merasa aman karenanya :
Orang kaya menganggap hartanya akan melindunginya. Mereka menganggapnya seperti benteng yang kuat (versi VMD)
- Orang kaya percaya hartanya akan melindunginya sehingga ia merasa aman karenanya :
Orang kaya menganggap hartanya akan melindunginya. Mereka menganggapnya seperti benteng yang kuat (versi VMD)
Tetapi
orang kaya menyangka hartanyalah yang melindungi dia seperti tembok
tinggi dan kuat di sekeliling kota (vsi BIMK)
Ini persis serupa dengan yang disampaikan oleh Yesus dalam perumpamaannya tentang orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12:16-19 :
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Jelas sekali. Orang-orang yang berharta banyak (juga mereka yang berhasrat mengumpulkan harta) memiliki pola pikir yang sama. Harta berupa materi yang dilihat dan dirasakan oleh indera jasmani -dalam pikiran banyak orang yang kaya dan ingin kaya- merupakan suatu jaminan dan perlindungan, yang membawa rasa tenang dan aman dalam hidup mereka.
Itu bagai sebuah benteng.Tempat berlindung dari banyak tekanan dan bahaya yang mengancam. Juga seperti tembok yang tinggi yang menghalangi masuk segala yang hendak mengincar dan menyerang mereka.
Tidak sepenuhnya salah. Memang ada benarnya. Harta benda dapat menjadi perlindungan. Orang-orang yang berharta bertahan lebih lama menghadapi berbagai tantangan dan problema kehidupan daripada mereka yang miskin dan kekurangan. Dengan kekayaan materi yang mereka miliki, mereka dapat mengusahakan berbagai cara untuk bertahan hidup atau mencapai tujuan-tujuan mereka.
Sangat mungkin karena alasan di ataslah, banyak orang berpikir keadaan orang-orang berharta akan lebih baik daripada tidak kaya. Dan oleh sebab itu, sangat banyak orang menjadikan pengejaran, pengumpulan dan penimbunan harta sebagai tujuan hidup mereka selama di dunia ini. Semata-mata hanya supaya dapat merasa aman dan tenang menjalani tahun-tahun hidupnya.
Pertanyaan yang patut direnungkan adalah : seberapa kuatkah benteng harta kekayaan yang bersifat materi itu mejadi tempat pelarian dan persembunyian? Dapatkah itu selalu diandalkan dalam segala situasi kehidupan?
Mari kita meneliti lebih dalam.
DAMPAK MENGANDALKAN HARTA UNTUK DEMI MERASA AMAN DALAM HIDUP
Demi memiliki ketenangan dan kenyamanan hidup, manusia seringkali fokus pada pengejaran materi selama hidupnya. Ada yang berhasil mencapai level tinggi dan menjadi kaya raya secara luar biasa. Ada yang berhasil mengumpulkan harta untuk hidup yang lebih dari cukup, Namun, ada pula yang seumur hidupnya tak pernah berhenti berjuang demi sesuap nasi, tanpa pernah berkesempatan mengumpulkan harta yang banyak itu.
Apapun yang diperoleh manusia dalam perjuangannya mengumpulkan harta, sesungguhnyaada bahaya yang kerap kali tidak disadari dalam mengusahakan harta benda selama hidupnya.
Pertama, entah karena sibuk bekerja mengumpulkan materi atau karena kelimpahan materi sehingga ia berusaha menikmatinya selama hidup, orang yang hidupnya fokus untuk mengumpulkan harta cenderung LUPA AKAN JIWANYA. Urusan sehari-harinya adalah urusan materi. Kebendaan. Yang berkutat dengan hal-hal yang berlangsung di dunia ini belaka. Yang berkaitan dengan kebutuhan, keinginan dan kenyamanan jasmani semata. Yang jarang bersinggungan dengan kebutuhan rohani dan sorgawi yang sebenarnya lebih sifatnya kekal. Mereka yang mengejar kekayaan materi tak jarang lupa akan perkara rohani, akan kesementaraan hidup di dunia, akan adanya kekekalan setelah waktunya di dunia ini telah habis.
Selanjutnya, fokus manusia pada harta benda membuat ia TIDAK PEDULI AKAN TUHAN DAN JALAN-JALAN-NYA. Yang mereka ketahui hanyalah apakah mereka akan untung atau rugi secara materi. Baik dan buruk diukur dari seberapa kaya dan terpandang seseorang di hadapannya. Benar atau salah dinilai dari seberapa banyak kekayaan yang dimiliki orang. Hubungan-hubungan dijalin berdasarkan level keuntungan materi yang bisa diperoleh atau yang nanti diperkirakan akan diperoleh di waktu-waktu mendatang. Di sisi lain, kebenaran firman diabaikan. Ukuran-ukuran yang dikehendaki Tuhan dinafikan. Cara dan jalan Tuhan tak dipedulikan atau diperhatikan apalagi dipertimbangkan sebagai pegangan hidup namun sebaliknya, dipandang remeh dan hina oleh karena kerap kali dipandang sebagai penghalang tujuan mereka untuk menjadi orang-orang kaya.
Satu hal lagi. Dengan bertambahnya harta, hati manusia semakin meninggi. Mereka yang belum kaya namun berlagak kaya saja (Amsal 13:7) telah menampilkan suatu gaya hidup yang pongah. Dan meski tidak semua orang yang kaya sombong kelakuannya, jauh di dalam hatinya banyak orang kaya memandang dirinya lebih tinggi daripada manusia lain pada umumnya, yang sering nyata melalui gaya hidupnya maupun caranya memandang hidup. Kesombongan inilah yang sesungguhnya diperingatkan Tuhan atas orang-orang kaya akan menjadi penghalang mereka masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sebab hanya dengan merendahkan diri saja orang dapat datang dan meminta kasih karunia untuk terhubung dengan Tuhan. Kekayaan membuat orang kuat dan mampu sehingga ia tidak merasa memerlukan Tuhan.
Dalam Alkitab ada kisah seorang kaya raya bernama Nabal (lihat 1 Samuel 25). Ketika Daud bermaksud meminta sekedar bantuan dari belas kasihan Nabal kepada dia dan orang-orangnya yang sudah kerap kali membantu menjaga ternak-ternak Nabal yang banyak itu, tanggapan Nabal sangat menyakitkan hati :
Tetapi Nabal menjawab anak buah Daud itu, katanya: "Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya.
Masakan aku mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu dari mana mereka datang?"
~ 1 Samuel 25:10-11
Dengan tanpa sungkan, Nabal mengaku tidak kenal siapa Daud. Dia menuduh dan menghakimi Daud sebagai kacung pemberontak yang suka melawan tuannya. Dia pun memandang orang-orang Daud sebagai orang-orang tidak jelas dan tidak layak menerima bantuannya. Suatu penolakan yang kasar dan jahat dari seorang yang seharusnya merupakan orang terhormat dan terpandang oleh karena kekayaannya.
Jawaban atau tanggapan Nabal adalah jawaban tipikal orang-orang kaya pada umumnya. Mereka tidak mau menguji dan menilai dengan benar dan seksama. Mereka menilai orang dari jabatan, kedudukan, kekayaan, reputasi dan apa yang membawa keuntungan bagi mereka. Bagi Nabal, membantu atau memberikan dukungan kepada Daud hanya merugikan dirinya saja. Ia lebh berminat mengadakan hubungan dengan Saul, jika itu mungkin, daripada dengan Daud. Itu karena Daud orang pelarian, musuh kerajaan, buron utama di seluruh negeri. Jika tindakannya membantu Daud itu kedengaran oleh sang raja yang memusuhi Daud, sudah pasti bisnisnya akan terancam dan ia akan hidup di bawah tekanan penguasa kerajaan. Rasa aman dalam bisa-bisa tak dimilikinya lagi. Maka pikirnya, lebih baik aku mengusir orang rendahan ini. Kesombongan hatinya membuatnya memandang rendah orang lain, tanpa tahu bahwa yang dihinanya itu seorang yang disebut Tuhan seorang yang berkenan di hati-Nya.
Tidakkah Anda perhatikan? Inilah sikap banyak orang-orang yang berharta banyak. Mudah menghakimi dan merendahkan orang. Lebih-lebih yang status sosialnya di bawah mereka. Tidak tahu membedakan mana orang yang baik dan lurus, mana yang jahat dan busuk. Tidak pernah mengerti mana yang merupakan hamba-hamba pilihan Tuhan dan mana yang palsu. Tidak pernah mau repot mencari tahu mana pemimpin atau hamba Tuhan yang sungguh-sungguh disertai Tuhan dan mana yang sudah ditinggalkan Tuhan. Mereka melihat, menilai, dan memutuskan berdasarkan untung atau rugi bagi bisnis mereka, apakah menguntungkan dan prospek baik bagi usaha mereka.
Inilah gambaran orang yang fokus pada pengumpulan kekayaan dalam hidupnya, Yang sangkanya dengan kekayaannya yang banyak itu, ia akan hidup terjamin, aman dan tenang sampai akhir hayatnya.
Kelanjutan hingga akhir kisah hidup Nabal sesungguhnya merupakan pertanda atau perlambang dari Tuhan, suatu wanti-wanti bagi kita semua untuk tidak fokus pada pengejaran harta benda sehingga melupakan Tuhan dan jalan-jalan-Nya.
Bacalah lanjutan kisahnya. Bukankah tak lama setelah penolakan Nabal, Daud bergegas mengadakan perhitungan dengan maksud memusnahkan Nabal? (Bukankah demikian yang terjadi terhadap beberapa orang kaya bermulut tajam yang kemudian berakhir menjadi korban pelampiasan kemarahan orang-orang yang sakit hati kepadanya?)
Dan kita pun membaca tak lama setelah amarah Daud ditenangkan oleh Abigail, istri Nabal, sang juragan itu akhirmya membatu selama sepuluh hari (diduga ia mengalami serangan stroke) persis setelah berakhirnya pesta
Ini persis serupa dengan yang disampaikan oleh Yesus dalam perumpamaannya tentang orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12:16-19 :
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Jelas sekali. Orang-orang yang berharta banyak (juga mereka yang berhasrat mengumpulkan harta) memiliki pola pikir yang sama. Harta berupa materi yang dilihat dan dirasakan oleh indera jasmani -dalam pikiran banyak orang yang kaya dan ingin kaya- merupakan suatu jaminan dan perlindungan, yang membawa rasa tenang dan aman dalam hidup mereka.
Itu bagai sebuah benteng.Tempat berlindung dari banyak tekanan dan bahaya yang mengancam. Juga seperti tembok yang tinggi yang menghalangi masuk segala yang hendak mengincar dan menyerang mereka.
Tidak sepenuhnya salah. Memang ada benarnya. Harta benda dapat menjadi perlindungan. Orang-orang yang berharta bertahan lebih lama menghadapi berbagai tantangan dan problema kehidupan daripada mereka yang miskin dan kekurangan. Dengan kekayaan materi yang mereka miliki, mereka dapat mengusahakan berbagai cara untuk bertahan hidup atau mencapai tujuan-tujuan mereka.
Sangat mungkin karena alasan di ataslah, banyak orang berpikir keadaan orang-orang berharta akan lebih baik daripada tidak kaya. Dan oleh sebab itu, sangat banyak orang menjadikan pengejaran, pengumpulan dan penimbunan harta sebagai tujuan hidup mereka selama di dunia ini. Semata-mata hanya supaya dapat merasa aman dan tenang menjalani tahun-tahun hidupnya.
Pertanyaan yang patut direnungkan adalah : seberapa kuatkah benteng harta kekayaan yang bersifat materi itu mejadi tempat pelarian dan persembunyian? Dapatkah itu selalu diandalkan dalam segala situasi kehidupan?
Mari kita meneliti lebih dalam.
DAMPAK MENGANDALKAN HARTA UNTUK DEMI MERASA AMAN DALAM HIDUP
Demi memiliki ketenangan dan kenyamanan hidup, manusia seringkali fokus pada pengejaran materi selama hidupnya. Ada yang berhasil mencapai level tinggi dan menjadi kaya raya secara luar biasa. Ada yang berhasil mengumpulkan harta untuk hidup yang lebih dari cukup, Namun, ada pula yang seumur hidupnya tak pernah berhenti berjuang demi sesuap nasi, tanpa pernah berkesempatan mengumpulkan harta yang banyak itu.
Apapun yang diperoleh manusia dalam perjuangannya mengumpulkan harta, sesungguhnyaada bahaya yang kerap kali tidak disadari dalam mengusahakan harta benda selama hidupnya.
Pertama, entah karena sibuk bekerja mengumpulkan materi atau karena kelimpahan materi sehingga ia berusaha menikmatinya selama hidup, orang yang hidupnya fokus untuk mengumpulkan harta cenderung LUPA AKAN JIWANYA. Urusan sehari-harinya adalah urusan materi. Kebendaan. Yang berkutat dengan hal-hal yang berlangsung di dunia ini belaka. Yang berkaitan dengan kebutuhan, keinginan dan kenyamanan jasmani semata. Yang jarang bersinggungan dengan kebutuhan rohani dan sorgawi yang sebenarnya lebih sifatnya kekal. Mereka yang mengejar kekayaan materi tak jarang lupa akan perkara rohani, akan kesementaraan hidup di dunia, akan adanya kekekalan setelah waktunya di dunia ini telah habis.
Selanjutnya, fokus manusia pada harta benda membuat ia TIDAK PEDULI AKAN TUHAN DAN JALAN-JALAN-NYA. Yang mereka ketahui hanyalah apakah mereka akan untung atau rugi secara materi. Baik dan buruk diukur dari seberapa kaya dan terpandang seseorang di hadapannya. Benar atau salah dinilai dari seberapa banyak kekayaan yang dimiliki orang. Hubungan-hubungan dijalin berdasarkan level keuntungan materi yang bisa diperoleh atau yang nanti diperkirakan akan diperoleh di waktu-waktu mendatang. Di sisi lain, kebenaran firman diabaikan. Ukuran-ukuran yang dikehendaki Tuhan dinafikan. Cara dan jalan Tuhan tak dipedulikan atau diperhatikan apalagi dipertimbangkan sebagai pegangan hidup namun sebaliknya, dipandang remeh dan hina oleh karena kerap kali dipandang sebagai penghalang tujuan mereka untuk menjadi orang-orang kaya.
Satu hal lagi. Dengan bertambahnya harta, hati manusia semakin meninggi. Mereka yang belum kaya namun berlagak kaya saja (Amsal 13:7) telah menampilkan suatu gaya hidup yang pongah. Dan meski tidak semua orang yang kaya sombong kelakuannya, jauh di dalam hatinya banyak orang kaya memandang dirinya lebih tinggi daripada manusia lain pada umumnya, yang sering nyata melalui gaya hidupnya maupun caranya memandang hidup. Kesombongan inilah yang sesungguhnya diperingatkan Tuhan atas orang-orang kaya akan menjadi penghalang mereka masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sebab hanya dengan merendahkan diri saja orang dapat datang dan meminta kasih karunia untuk terhubung dengan Tuhan. Kekayaan membuat orang kuat dan mampu sehingga ia tidak merasa memerlukan Tuhan.
Dalam Alkitab ada kisah seorang kaya raya bernama Nabal (lihat 1 Samuel 25). Ketika Daud bermaksud meminta sekedar bantuan dari belas kasihan Nabal kepada dia dan orang-orangnya yang sudah kerap kali membantu menjaga ternak-ternak Nabal yang banyak itu, tanggapan Nabal sangat menyakitkan hati :
Tetapi Nabal menjawab anak buah Daud itu, katanya: "Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya.
Masakan aku mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu dari mana mereka datang?"
~ 1 Samuel 25:10-11
Dengan tanpa sungkan, Nabal mengaku tidak kenal siapa Daud. Dia menuduh dan menghakimi Daud sebagai kacung pemberontak yang suka melawan tuannya. Dia pun memandang orang-orang Daud sebagai orang-orang tidak jelas dan tidak layak menerima bantuannya. Suatu penolakan yang kasar dan jahat dari seorang yang seharusnya merupakan orang terhormat dan terpandang oleh karena kekayaannya.
Jawaban atau tanggapan Nabal adalah jawaban tipikal orang-orang kaya pada umumnya. Mereka tidak mau menguji dan menilai dengan benar dan seksama. Mereka menilai orang dari jabatan, kedudukan, kekayaan, reputasi dan apa yang membawa keuntungan bagi mereka. Bagi Nabal, membantu atau memberikan dukungan kepada Daud hanya merugikan dirinya saja. Ia lebh berminat mengadakan hubungan dengan Saul, jika itu mungkin, daripada dengan Daud. Itu karena Daud orang pelarian, musuh kerajaan, buron utama di seluruh negeri. Jika tindakannya membantu Daud itu kedengaran oleh sang raja yang memusuhi Daud, sudah pasti bisnisnya akan terancam dan ia akan hidup di bawah tekanan penguasa kerajaan. Rasa aman dalam bisa-bisa tak dimilikinya lagi. Maka pikirnya, lebih baik aku mengusir orang rendahan ini. Kesombongan hatinya membuatnya memandang rendah orang lain, tanpa tahu bahwa yang dihinanya itu seorang yang disebut Tuhan seorang yang berkenan di hati-Nya.
Tidakkah Anda perhatikan? Inilah sikap banyak orang-orang yang berharta banyak. Mudah menghakimi dan merendahkan orang. Lebih-lebih yang status sosialnya di bawah mereka. Tidak tahu membedakan mana orang yang baik dan lurus, mana yang jahat dan busuk. Tidak pernah mengerti mana yang merupakan hamba-hamba pilihan Tuhan dan mana yang palsu. Tidak pernah mau repot mencari tahu mana pemimpin atau hamba Tuhan yang sungguh-sungguh disertai Tuhan dan mana yang sudah ditinggalkan Tuhan. Mereka melihat, menilai, dan memutuskan berdasarkan untung atau rugi bagi bisnis mereka, apakah menguntungkan dan prospek baik bagi usaha mereka.
Inilah gambaran orang yang fokus pada pengumpulan kekayaan dalam hidupnya, Yang sangkanya dengan kekayaannya yang banyak itu, ia akan hidup terjamin, aman dan tenang sampai akhir hayatnya.
Kelanjutan hingga akhir kisah hidup Nabal sesungguhnya merupakan pertanda atau perlambang dari Tuhan, suatu wanti-wanti bagi kita semua untuk tidak fokus pada pengejaran harta benda sehingga melupakan Tuhan dan jalan-jalan-Nya.
Bacalah lanjutan kisahnya. Bukankah tak lama setelah penolakan Nabal, Daud bergegas mengadakan perhitungan dengan maksud memusnahkan Nabal? (Bukankah demikian yang terjadi terhadap beberapa orang kaya bermulut tajam yang kemudian berakhir menjadi korban pelampiasan kemarahan orang-orang yang sakit hati kepadanya?)
Dan kita pun membaca tak lama setelah amarah Daud ditenangkan oleh Abigail, istri Nabal, sang juragan itu akhirmya membatu selama sepuluh hari (diduga ia mengalami serangan stroke) persis setelah berakhirnya pesta
pengguntingan
bulu domba, yang sebenarnya serupa pesta panen bagi mereka yang
berbisnis ternak. Harta kekayaannya yang berlimpah itu, yang disimpan
dan dikumpulkan bagi dirinya sendiri, nyatanya tak berguna
memberikannya kesehatan atau bahkan menyelamatkan nyawanya sendiri.
Sangat menyedihkan ujung nasib mereka yang mengandalkan kekayaannya
sebagai perlindungan dalam hidupnya.
RASA AMAN SEJATI : BUKAN PADA BANYAKNYA KEKAYAAN
Daud lahir dari kalangan kelas menengah. Ayahnya, Isai, cukup dikenal di Bethlehem. Perjalanan hidup Daud pun naik turun. Semula ia gembala kambing domba. Lalu menjadi pahlawan bangsa sehingga ia lalu didapuk menjadi panglima tentara Israel. Namun proses Tuhan membuatnya harus mengambiil jalan sukar di tempat yang paling bawah. Ia terlunta-ounta bagai gelandangan yang hidup dari gua ke gua. Jauh dari kaya, ia sering harus mengemis dan bekerja seperti segerombolan preman menjaga keamanan. Tetapi Daud kemudian menjadi kaya raya setelah menjadi raja Israel. Meski begitu, Tawarikh mencatat Daud menggunakan simpanan kekayaannya itu sebagai modal pembangunan bait suci yang akan dibangun Salomo, anaknya.
Jadi Daud mengalami saat-saat kekurangan dan masa-masa kelimpahan. Daud merasakan saat-saat miskin maupun kaya. Namun di atas semuanya, ia tidak pernah menjadikan pencarian kekayaan sebagai tujuan hidupnya. Pun, ketika kaya, ia tidak menyandarkan rasa amannya pada kekayaannya. Daud telah memiliki kota benteng lain. Yang telah dipercayainya sejak ia muda. Dan ia tidak pernah kecewa dengan perlindungannya (atau tepatnya Pelindungnya) itu!
Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!
Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya.
Ia menjangkau dari tempat tinggi, mengambil aku, menarik aku dari banjir.
Ia melepaskan aku dari musuhku yang gagah dan dari orang-orang yang membenci aku, karena mereka terlalu kuat bagiku.
Mereka menghadang aku pada hari sialku, tetapi TUHAN menjadi sandaran bagiku;_
Ia membawa aku ke luar ke tempat lapang, Ia menyelamatkan aku, karena Ia berkenan kepadaku.
~ Mazmur 18:3, 7, 17-20
TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;
apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.
Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;
tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
~ Mazmur 37:23-26
RASA AMAN SEJATI : BUKAN PADA BANYAKNYA KEKAYAAN
Daud lahir dari kalangan kelas menengah. Ayahnya, Isai, cukup dikenal di Bethlehem. Perjalanan hidup Daud pun naik turun. Semula ia gembala kambing domba. Lalu menjadi pahlawan bangsa sehingga ia lalu didapuk menjadi panglima tentara Israel. Namun proses Tuhan membuatnya harus mengambiil jalan sukar di tempat yang paling bawah. Ia terlunta-ounta bagai gelandangan yang hidup dari gua ke gua. Jauh dari kaya, ia sering harus mengemis dan bekerja seperti segerombolan preman menjaga keamanan. Tetapi Daud kemudian menjadi kaya raya setelah menjadi raja Israel. Meski begitu, Tawarikh mencatat Daud menggunakan simpanan kekayaannya itu sebagai modal pembangunan bait suci yang akan dibangun Salomo, anaknya.
Jadi Daud mengalami saat-saat kekurangan dan masa-masa kelimpahan. Daud merasakan saat-saat miskin maupun kaya. Namun di atas semuanya, ia tidak pernah menjadikan pencarian kekayaan sebagai tujuan hidupnya. Pun, ketika kaya, ia tidak menyandarkan rasa amannya pada kekayaannya. Daud telah memiliki kota benteng lain. Yang telah dipercayainya sejak ia muda. Dan ia tidak pernah kecewa dengan perlindungannya (atau tepatnya Pelindungnya) itu!
Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!
Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya.
Ia menjangkau dari tempat tinggi, mengambil aku, menarik aku dari banjir.
Ia melepaskan aku dari musuhku yang gagah dan dari orang-orang yang membenci aku, karena mereka terlalu kuat bagiku.
Mereka menghadang aku pada hari sialku, tetapi TUHAN menjadi sandaran bagiku;_
Ia membawa aku ke luar ke tempat lapang, Ia menyelamatkan aku, karena Ia berkenan kepadaku.
~ Mazmur 18:3, 7, 17-20
TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;
apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.
Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;
tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
~ Mazmur 37:23-26
Betapa berbeda jalan hidup mereka yang mengandalkan Tuhan, yang menjadikan Tuhan sebagai kota benteng mereka!
Mereka ditolong secara ajaib oleh Tuhan. Mereka diselamatkan dan dibawa dalam jalan keberuntungan meski melalui bahaya dan maut. Sepanjang hidupnya, mereka tidak menjadi angkuh tetapi menaruh belas kasihan selagi anak cucu mereka berkecukupan dalam pemeliharaan Tuhan bahkan menjadi berkat bagi sekeliling mereka!
Mari dengar dan perhatikanlah kata firman Tuhan. Itulah kebenaran yang semestinya kita rangkul, yakini dan hidupi. Mereka yang menjadikan Tuhan kubu pertahanan mereka akan tinggal aman hingga anak cucu. Suatu janji Tuhan yang teguh, yang diucapkan oleh lidah bibir yang tidak mungkin berdusta.
Sayangnya kepastian yang sama tak didapati bagi mereka yang mengandalkan harta benda.
Rasul Paulus mengatakan bahwa orang-orang kaya itu tinggi hati selagi mereka berharap pada sesuatu yang TAK TENTU yaitu kekayaan materi (lihat 1 Timotius 6:17). Jelas dalam pandangan Tuhan, kekayaan bukan kepastian. Tuhanlah yang perlu menjadi tempat pengharapan sejati (1 Timotius 6:17b).
Rasul Yakobus lebih keras lagi. Dalam suratnya (Yakobus 1:10-11), ia berkata sesungguhnya orang-orang kaya itu kedudukannya rendah di mata Tuhan. Ia akan segera lenyap seperti bunga rumput. Di tengah-tengah segala jerih payah mereka, mereka lenyap begitu saja (maksudnya binasa jiwanya selama-lamanya). Dan itu masih permulaannya. Dalam bagian akhir suratnya (Yakobus 5:1-6) kembali ia memperingatkan orang-orang kaya supaya mereka rajin-rajin menangis dan meratap (alih-alih berpesta pora dan berhura-hura) karena ada sengsara yang akan menimpa mereka. Kekayaan mereka yang dapat rusak akan menjadi kesaksian yang melawan mereka betapa mereka telah mengutamakan sesuatu yang keliru dalam hidup. Tuhan akan menghakimi orang-orang kaya yang hidupnya aman dan nyaman di dalam kekayaannya itu, yang oleh karena kenyamanannya itu mereka melupakan orang-orang yang kecil, hak pekerja-pekerja mereka dan memilih bersikap kejam terhadap orang-orang benar. Ya, mereka yang berfoya-foya dan memuaskan hasrat keinginannya selama hidupnya di bumi akan berhadap-hadapan dengan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan hidup mereka yang tak mempedulikan Tuhan dan kehendak-Nya.
Dalam beberapa terjemahan Alkitab seperti versi ENDE (bahasa Indonesia) maupun hampir semua versi bahasa Inggris menyebutkan bahwa orang kaya dalam Amsal 18:11 sesungguhnya BERKHAYAL dan TERMAKAN IMAJINASINYA SENDIRI dengan menyangka bahwa kekayaan kebendaan dapat menjadi sandaran mereka.
Oleh sebab itu pilihlah hari ini : apakah Anda mencari rasa aman pada Mamon atau pada TUHAN sendiri? Apakah Anda akan berlindung pada uang yang adalah ciptaan manusia atau kepada Tuhan, sang pencipta manusia dan segala yang ada? Apakah kota benteng Anda berasal dari dunia yang fana ini atau yang berasal dari kekekalan?
Pilihan Anda menentukan apakah kekecewaan atau kebahagiaan yang akan Anda rasakan di keabadian.
Dalam terang firman-Nya
Peter B
Hamba sahaya di Ladang Tuhan
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.