Oleh Peter B, MA
Apa yang disampaikan oleh rasul Petrus dalam suratnya
yang kedua tentang rekan sekerjanya di ladang Tuhan, Pauus rupanya
masih menjadi kenyataan hingga kini. Mengenai rasul yang dipanggil
paling belakangan dari rasul-rasul lainnya itu, Petrus menuliskan :
...seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya.
Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.
~ 2 Petrus 3:15-16
Dengan kata lain, tidaklah mudah memahami tulisan rasul Kristus yang paling giat dalam pekerjaan Tuhan itu. Apa yang ditulisnya terkadang sukar dipahami. Sampai-sampai yang membacanya berkali-kali pun tetap tidak memahaminya. Dan jika ada di antara mereka tidak teguh imannya, maka mereka akan memutarbalikkan tulisan dan pengajarannya itu menjadi sesuatu yang membinasakan mereka sendiri. Maksudnya, oleh sebab salah menafsirkan dan gagal menangkap maksud Paulus, beberapa orang menjadi sesat dan mengambil langkah yang salah, yang bukan tidak mungkin berujung pada hilangnya kesempatan terbaik untuk hidup bagi Tuhan bahkan merisikokan kepastian tempat mereka di sorga.
Atas peringatan ini, kita perlu benar-benar memperhatikannya. Perlu suatu sikap penuh kehati-hatian saat membaca surat-surat Paulus, lebih-lebih dalam menafsirkannya dan menyampaikan pengajaran yang bersumber tulisan-tulisan sang rasul.
Menjadi Tukang Tenda
Salah satu perdebatan yang berasal dari berbagai tafsiran mengenai kehidupan Paulus sebagaimana yang dituangkan dalam surat-suratnya adalah mengenai apakah sang rasul melayani sambil bekerja secara sekuler? Apakah hamba Tuhan ini juga menjalankan bisnis? Atau apakah sebagai rasul, penginjil dan guru bisakah ia dikatakan memiliki usaha di bidang perdagangan kemah sebagaimana dituliskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul 18:3?
Ini menjadi penting karena dari apa yang dipahami dan diyakini sebagai suatu kebenaran akan dibangun suatu sikap hati, cara pandang, bahkan praktek-praktek nyata sehari-hari mengenai bagaimana seseorang memandang pekerjaan Tuhan dan kehidupan seorang pelayan Tuhan termasuk sejauh mana pekerjaan sekuler boleh atau tidak dilakukan seorang yang menyebut dirinya sebagai hamba Tuhan yang melayani sepenuh waktu.
Sebagian orang dan hamba-hamba Tuhan berpendapat bahwa seperti teladan rasul Paulus yang juga bekerja dengan tangannya sendiri mencukupi kebutuhannya, maka seorang hamba Tuhan boleh bekerja juga. Boleh berbisnis juga layaknya yang bukan hamba Tuhan. Boleh menjalankan usaha sambil melayani atau memimpin jemaat. Dan ini terus berkembang sampai pada berbagai kesimpulan semacam pendeta bisa jadi pengusaha dan pengusaha pun bisa bergelar pendeta. Tidak perlu ada batas pelayan Tuhan sepenuh waktu dengan pekerjaan atau profesi sekuler untuk mencari nafkah. Ini sah dan tidak perlu dimasalahkan karena Rasul Paulus memberikan teladan semacam itu.
Sayangnya, sebagian yang lain tidak sepandangan. Bagi kelompok ini, melayani sepenuh waktu adalah panggilan khusus. Mereka memang diciptakan, dipanggil dan ditetapkan untuk menyediakan seluruh waktunya melayani dan mengurus pekerjaan Tuhan sehingga tidak boleh mengerjakan pekerjaan sekuler apapun. Seperti orang Lewi, mereka tidak boleh mengerjakan tanah atau ladang maupun menghidupi profesi lainnya. Hidup mereka dijamin dan dicukupi melalui persembahan persepuluhan yang diberikan sebelas suku lainnya, yang tidak ditetapkan secara khusus untuk melayani Tuhan di bait-Nya. Pendapat ini, lebih-lebih di zaman sekarang, ditantang dengan kuat ketika diperhadapkan dengan kenyataan Paulus beserta rekan-rekan pelayanannya yang lain ternyata bekerja secara sekuler dengan menjadi tukang kemah (lihat Kisah 18:3; 20:34).
Jelas bagi kita dan tidak mungkin disangkal -sebab disuratkan dalam Kitab Suci- bahwa Paulus memang menjadi pembuat tenda. Para penafsir Alkitab menduga bahwa itu dilakukannya selama melayani di Korintus (Kisah 18:3), di Efesus (Kisah 20:34) dan kemungkinan juga di Tesalonika (2 Tesalonika 3:8-9).
Pertanyaannya, cukupkah itu menjadi dasar untuk menyatakan bahwa seorang hamba Tuhan boleh juga menjalankan usaha, berbisnis atau memiliki profesi / pekerjaan sekuler lainnya yang menghasilkan nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya?
Mari kita meneliti lebih jauh.
Fakta-fakta lain dalam Alkitab terkait pelayanan sepenuh waktu dan/atau pekerjaan sekuler
Penafsiran kita terhadap ayat-ayat dalam Alkitab tidak bisa didasarkan pada satu dua ayat atau satu bagian kisah maupun pernyataan di dalamnya. Menafsir dan memahami Alkitab kita bukan pekerjaan sambil lalu, bukan pengamatan sekilas pandang, bukan sekedar mengumpulkan ayat-ayat yang senada yang lalu dengan cepat mengambil kesimpulan serta mengklaimnya sebagai suatu kebenaran.
Perlu suatu penelitian yang seksama. Yang dipimpin oleh Roh Kudus. Didasari hati yang mau belajar dan terbuka untuk diajar. Tidak segera puas dengan data yang diperoleh. Setiap orang yang hendak menafsir firman perlu menyelidiki lebih lagi di dalam hadirat Tuhan dan menerima penyingkapan-penyingkapan dari Tuhan sendiri, yang sesuai dengan hati-Nya dan selaras dengan pikiran-pikiran-Nya, yang juga diteguhkan oleh banyak bagian dalam Alkitab maupun dari teladan kehidupan Kristus dan hamba-hamba-Nya dari segala zaman. Dengan demikian, lalu dengan rendah hati kita dapat menyampaikan apa yang Tuhan kehendaki sebagai hasil perenungan terhadap suatu topik kehidupan itu.
Untuk mencari tahu lebih lanjut apakah rasul Paulus memberikan teladan bagi semua pelayan Tuhan bahwa seorang hamba Tuhan dibolehkan juga berbisnis secara sekuler kita perlu memperhatikan fakta-fakta Alkitab berikut ini:
1- Teladan Yesus Kristus: Ia mungkin pernah bekerja secara sekuler namun setelah usia 30 tahun mulai melayani, Ia tidak pernah lagi mengerjakan pekerjaan apapun selain melayani secara rohani
Dari Injil, kita tahu bahwa Yesus hidup dalam asuhan serta tinggal bersama orang tuanya sampai usia 30 tahun (lihat Lukas 2:51). Dan sewaktu Ia mulai dikenal secara luas, orang-orang pun mengenal-Nya sebagai anak si tukang kayu (Matius 13:55; Markus 6:3). Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Yesus mungkin turut membantu bisnis orang tuanya sehingga menjadi tukang kayu yang dikenal luas. Sekalipun begitu, di usia-Nya yang ke-30 tahun, Ia melepaskan semua pekerjaan atau tanggung jawab sekulernya untuk sepenuhnya melayani banyak orang secara rohani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Yesus tidak pernah berprofesi ganda pada saat Ia menjalani panggilan-Nya sebagai hamba Tuhan.
2- Teladan rasul-rasul Kristus lainnya : tidak satupun yang disebutkan memiliki pekerjaan sampingan atau berbisnis sekuler
Bahkan menurut penuturan Paulus, rasul-rasul hidup dengan cara menerima persembahan dari jemaat dan dibebaskan dari melakukan pekerjaan tangan (baca 1 Korintus 9:4-11).
3- Ajaran Yesus sendiri yang melatih murid-murid-Nya untuk hidup dengan iman, tidak membawa bekal dalam perjalanan memberitakan kabar baik, menerima penghidupan dari dukungan orang-orang yang dilayani dan selalu percaya Tuhan akan memelihara dan mencukupi kebutuhan pribadi maupun pelayanannya
Sangat jelas dikatakan dalam Matius 10:9-11 :
Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu._
Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.
Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat.
Dari sini sungguh sukar mengambil kesimpulan bahwa Tuhan menghendaki hamba-hamba-Nya mengusahakan sendiri keperluannya dengan melakukan pekerjaan sampingan lainnya sedangkan Ia sendiri melatih murid-murid-Nya melayani untuk hidup dengan iman, bukan mencukupi dirinya melalui membuka usaha atau berbisnis.
4- Ajaran Paulus sendiri: yang memberitakan Injil hidup dari pemberitaan injil itu
Adalah menarik menemukan fakta bahwa di kota dimana Paulus bekerja sebagai tukang tenda, ia ternyata menuliskan hal ini:
Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu?
Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar?…
Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?
Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.
~ 1 Korintus 9:11-14 (TB)
Dengan kata lain, meskipun Paulus bekerja sebagai tukang kemah, prinsip rohani yang dipegangnya ialah seperti yang Yesus ajarkan : hidup dengan iman dan dari hasil pemberitaan Injil itu sendiri. Tidak mengusahakan penghasilan sendiri tetapi menerima dukungan dari orang-orang yang mereka layani.
5- Kesesuaian dengan aturan taurat : ada suku Lewi, satu suku yang dikhususkan hanya untuk melakukan pekerjaan pelayanan kepada Tuhan dan tidak boleh mengerjakan ladangnya yang adalah gambaran dua kelompok umat di hadapan Tuhan : umat yang dipanggil hidup semata-mata melayani Tuhan dan umat yang masih mengerjakan pekerjaan sehari-hari seperti pada umumnya
Sebab itu suku Lewi tidak mempunyai bagian milik pusaka bersama-sama dengan saudara-saudaranya; TUHANlah milik pusakanya, seperti yang difirmankan kepadanya oleh TUHAN, Allahmu.
~ Ulangan 10:9
maka orang Lewi, karena ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama
...seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya.
Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.
~ 2 Petrus 3:15-16
Dengan kata lain, tidaklah mudah memahami tulisan rasul Kristus yang paling giat dalam pekerjaan Tuhan itu. Apa yang ditulisnya terkadang sukar dipahami. Sampai-sampai yang membacanya berkali-kali pun tetap tidak memahaminya. Dan jika ada di antara mereka tidak teguh imannya, maka mereka akan memutarbalikkan tulisan dan pengajarannya itu menjadi sesuatu yang membinasakan mereka sendiri. Maksudnya, oleh sebab salah menafsirkan dan gagal menangkap maksud Paulus, beberapa orang menjadi sesat dan mengambil langkah yang salah, yang bukan tidak mungkin berujung pada hilangnya kesempatan terbaik untuk hidup bagi Tuhan bahkan merisikokan kepastian tempat mereka di sorga.
Atas peringatan ini, kita perlu benar-benar memperhatikannya. Perlu suatu sikap penuh kehati-hatian saat membaca surat-surat Paulus, lebih-lebih dalam menafsirkannya dan menyampaikan pengajaran yang bersumber tulisan-tulisan sang rasul.
Menjadi Tukang Tenda
Salah satu perdebatan yang berasal dari berbagai tafsiran mengenai kehidupan Paulus sebagaimana yang dituangkan dalam surat-suratnya adalah mengenai apakah sang rasul melayani sambil bekerja secara sekuler? Apakah hamba Tuhan ini juga menjalankan bisnis? Atau apakah sebagai rasul, penginjil dan guru bisakah ia dikatakan memiliki usaha di bidang perdagangan kemah sebagaimana dituliskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul 18:3?
Ini menjadi penting karena dari apa yang dipahami dan diyakini sebagai suatu kebenaran akan dibangun suatu sikap hati, cara pandang, bahkan praktek-praktek nyata sehari-hari mengenai bagaimana seseorang memandang pekerjaan Tuhan dan kehidupan seorang pelayan Tuhan termasuk sejauh mana pekerjaan sekuler boleh atau tidak dilakukan seorang yang menyebut dirinya sebagai hamba Tuhan yang melayani sepenuh waktu.
Sebagian orang dan hamba-hamba Tuhan berpendapat bahwa seperti teladan rasul Paulus yang juga bekerja dengan tangannya sendiri mencukupi kebutuhannya, maka seorang hamba Tuhan boleh bekerja juga. Boleh berbisnis juga layaknya yang bukan hamba Tuhan. Boleh menjalankan usaha sambil melayani atau memimpin jemaat. Dan ini terus berkembang sampai pada berbagai kesimpulan semacam pendeta bisa jadi pengusaha dan pengusaha pun bisa bergelar pendeta. Tidak perlu ada batas pelayan Tuhan sepenuh waktu dengan pekerjaan atau profesi sekuler untuk mencari nafkah. Ini sah dan tidak perlu dimasalahkan karena Rasul Paulus memberikan teladan semacam itu.
Sayangnya, sebagian yang lain tidak sepandangan. Bagi kelompok ini, melayani sepenuh waktu adalah panggilan khusus. Mereka memang diciptakan, dipanggil dan ditetapkan untuk menyediakan seluruh waktunya melayani dan mengurus pekerjaan Tuhan sehingga tidak boleh mengerjakan pekerjaan sekuler apapun. Seperti orang Lewi, mereka tidak boleh mengerjakan tanah atau ladang maupun menghidupi profesi lainnya. Hidup mereka dijamin dan dicukupi melalui persembahan persepuluhan yang diberikan sebelas suku lainnya, yang tidak ditetapkan secara khusus untuk melayani Tuhan di bait-Nya. Pendapat ini, lebih-lebih di zaman sekarang, ditantang dengan kuat ketika diperhadapkan dengan kenyataan Paulus beserta rekan-rekan pelayanannya yang lain ternyata bekerja secara sekuler dengan menjadi tukang kemah (lihat Kisah 18:3; 20:34).
Jelas bagi kita dan tidak mungkin disangkal -sebab disuratkan dalam Kitab Suci- bahwa Paulus memang menjadi pembuat tenda. Para penafsir Alkitab menduga bahwa itu dilakukannya selama melayani di Korintus (Kisah 18:3), di Efesus (Kisah 20:34) dan kemungkinan juga di Tesalonika (2 Tesalonika 3:8-9).
Pertanyaannya, cukupkah itu menjadi dasar untuk menyatakan bahwa seorang hamba Tuhan boleh juga menjalankan usaha, berbisnis atau memiliki profesi / pekerjaan sekuler lainnya yang menghasilkan nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya?
Mari kita meneliti lebih jauh.
Fakta-fakta lain dalam Alkitab terkait pelayanan sepenuh waktu dan/atau pekerjaan sekuler
Penafsiran kita terhadap ayat-ayat dalam Alkitab tidak bisa didasarkan pada satu dua ayat atau satu bagian kisah maupun pernyataan di dalamnya. Menafsir dan memahami Alkitab kita bukan pekerjaan sambil lalu, bukan pengamatan sekilas pandang, bukan sekedar mengumpulkan ayat-ayat yang senada yang lalu dengan cepat mengambil kesimpulan serta mengklaimnya sebagai suatu kebenaran.
Perlu suatu penelitian yang seksama. Yang dipimpin oleh Roh Kudus. Didasari hati yang mau belajar dan terbuka untuk diajar. Tidak segera puas dengan data yang diperoleh. Setiap orang yang hendak menafsir firman perlu menyelidiki lebih lagi di dalam hadirat Tuhan dan menerima penyingkapan-penyingkapan dari Tuhan sendiri, yang sesuai dengan hati-Nya dan selaras dengan pikiran-pikiran-Nya, yang juga diteguhkan oleh banyak bagian dalam Alkitab maupun dari teladan kehidupan Kristus dan hamba-hamba-Nya dari segala zaman. Dengan demikian, lalu dengan rendah hati kita dapat menyampaikan apa yang Tuhan kehendaki sebagai hasil perenungan terhadap suatu topik kehidupan itu.
Untuk mencari tahu lebih lanjut apakah rasul Paulus memberikan teladan bagi semua pelayan Tuhan bahwa seorang hamba Tuhan dibolehkan juga berbisnis secara sekuler kita perlu memperhatikan fakta-fakta Alkitab berikut ini:
1- Teladan Yesus Kristus: Ia mungkin pernah bekerja secara sekuler namun setelah usia 30 tahun mulai melayani, Ia tidak pernah lagi mengerjakan pekerjaan apapun selain melayani secara rohani
Dari Injil, kita tahu bahwa Yesus hidup dalam asuhan serta tinggal bersama orang tuanya sampai usia 30 tahun (lihat Lukas 2:51). Dan sewaktu Ia mulai dikenal secara luas, orang-orang pun mengenal-Nya sebagai anak si tukang kayu (Matius 13:55; Markus 6:3). Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Yesus mungkin turut membantu bisnis orang tuanya sehingga menjadi tukang kayu yang dikenal luas. Sekalipun begitu, di usia-Nya yang ke-30 tahun, Ia melepaskan semua pekerjaan atau tanggung jawab sekulernya untuk sepenuhnya melayani banyak orang secara rohani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Yesus tidak pernah berprofesi ganda pada saat Ia menjalani panggilan-Nya sebagai hamba Tuhan.
2- Teladan rasul-rasul Kristus lainnya : tidak satupun yang disebutkan memiliki pekerjaan sampingan atau berbisnis sekuler
Bahkan menurut penuturan Paulus, rasul-rasul hidup dengan cara menerima persembahan dari jemaat dan dibebaskan dari melakukan pekerjaan tangan (baca 1 Korintus 9:4-11).
3- Ajaran Yesus sendiri yang melatih murid-murid-Nya untuk hidup dengan iman, tidak membawa bekal dalam perjalanan memberitakan kabar baik, menerima penghidupan dari dukungan orang-orang yang dilayani dan selalu percaya Tuhan akan memelihara dan mencukupi kebutuhan pribadi maupun pelayanannya
Sangat jelas dikatakan dalam Matius 10:9-11 :
Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu._
Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.
Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat.
Dari sini sungguh sukar mengambil kesimpulan bahwa Tuhan menghendaki hamba-hamba-Nya mengusahakan sendiri keperluannya dengan melakukan pekerjaan sampingan lainnya sedangkan Ia sendiri melatih murid-murid-Nya melayani untuk hidup dengan iman, bukan mencukupi dirinya melalui membuka usaha atau berbisnis.
4- Ajaran Paulus sendiri: yang memberitakan Injil hidup dari pemberitaan injil itu
Adalah menarik menemukan fakta bahwa di kota dimana Paulus bekerja sebagai tukang tenda, ia ternyata menuliskan hal ini:
Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu?
Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar?…
Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?
Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.
~ 1 Korintus 9:11-14 (TB)
Dengan kata lain, meskipun Paulus bekerja sebagai tukang kemah, prinsip rohani yang dipegangnya ialah seperti yang Yesus ajarkan : hidup dengan iman dan dari hasil pemberitaan Injil itu sendiri. Tidak mengusahakan penghasilan sendiri tetapi menerima dukungan dari orang-orang yang mereka layani.
5- Kesesuaian dengan aturan taurat : ada suku Lewi, satu suku yang dikhususkan hanya untuk melakukan pekerjaan pelayanan kepada Tuhan dan tidak boleh mengerjakan ladangnya yang adalah gambaran dua kelompok umat di hadapan Tuhan : umat yang dipanggil hidup semata-mata melayani Tuhan dan umat yang masih mengerjakan pekerjaan sehari-hari seperti pada umumnya
Sebab itu suku Lewi tidak mempunyai bagian milik pusaka bersama-sama dengan saudara-saudaranya; TUHANlah milik pusakanya, seperti yang difirmankan kepadanya oleh TUHAN, Allahmu.
~ Ulangan 10:9
maka orang Lewi, karena ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama
engkau, dan orang asing, anak yatim
dan janda yang di dalam tempatmu, akan datang makan dan menjadi
kenyang, supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau di dalam segala
usaha yang dikerjakan tanganmu.
~ Ulangan 14:29
Hanya kepada suku Lewi tidak diberikan milik pusaka: yang menjadi milik pusakanya ialah TUHAN, Allah Israel, seperti yang dijanjikan-Nya kepada mereka.
~ Yosua 13:14
Sebab orang Lewi tidak mendapat bagian di tengah-tengah kamu, karena jabatan sebagai imam TUHAN ialah milik pusaka mereka..."
~ Yosua 18:7
Suku Lewi tidak mendapat bagian milik pusaka berupa bagian tanah di Kanaan. Tanah merupakan gambaran dari dunia kasat mata sekarang ini. Tidak memperoleh tanah berarti tidak mendapat bagian untuk mengerjakannya dan menikmati hasil-hasilnya. Sama seperti kehidupan hamba-hamba Tuhan yang dipanggil secara khusus hanya untuk melayani-Nya, demikian pula orang-orang Lewi dipanggil dan ditetapkan untuk mengerjakan pekerjaan yang Tuhan bebankan saja, tidak seperti orang-orang lain pada umumnya yang bekerja dan mencari nafkah sehari-hari. Dan sama seperti orang-orang Lewi tidak mendapatkan hasil dari pekerjaan-pekerjaan lain selain hanya dari melayani Tuhan, demikian pula hamba-hamba Tuhan seharusnya tidak memperoleh sumber-sumber lain (selain dari pekerjaan Tuhan sendiri) sebagai penopang kehidupannya.
6- Mereka yang dipanggil secara khusus untuk melayani seperti Kristus melayani (yaitu dengan sepenuh waktunya) harus meninggalkan semua pekerjaannya semula lalu mengabdikan hidup untuk pekerjaan Tuhan
Banyak yang melihat Yesus melayani. Sebagian menjadi simpatisan yang mengikuti-Nya kemana Ia pergi. Sebagian lagi memilih mendekat dan menjadi kumpulan 70 murid-murid-Nya (Lukas 10:1). Tetapi ada 12 orang yang dipanggil dan dipilih-Nya secara khusus untuk menjadi murid-murid inti-Nya dan dimuridkan langsung oleh Yesus. Mereka ini diperintahkan untuk mendampingi Dia kemanapun Ia pergi, menjadi murid dan tim utama pelayanan-Nya, hidup bersama Dia, mengamati dan meneladani-Nya.
Akan halnya 12 orang ini, semua dari mereka melepaskan pekerjaan lamanya -sama seperti Yesus - untuk memasuki babak kehidupan baru yaitu melayani Tuhan dan banyak orang.
Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."
Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka
dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.
~ Matius 4:19-22
Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!"Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.
~ Lukas 5:27-28
Sepanjang kehidupan serta pelayanan Yesus, murid-murid hidup sama seperti Yesus. Tidak bekerja. Hidup dengan iman. Menerima dukungan dana dari orang-orang yang mereka layani (Lukas 8:1-3; Lukas 10:38-39; Matius 10:40-42). Murid-murid mulai berpikir kembali ke pekerjaan lama mereka setelah Yesus tidak ada lagi bersama-sama dengan mereka (Yohanes 21:1-3)
7- Nabi-nabi yang dipanggil secara khusus menyampaikan pesan Tuhan tidak pernah tercatat memiliki profesi atau pekerjaan sekuler lainnya. Mereka semula memiliki profesi tertentu namun begitu Tuhan memanggil, mereka hidup sebagai pelayan-pelayan Tuhan semata.
Hal ini tergambar jelas dari kehidupan Elia yang hidup di tepi sungai Kerit dan dengan iman menerima pemeliharaan dari Tuhan melalui burung-burung gagak atau menumpang makan dan tinggal di rumah seorang janda miskin di Kota Sarfat. Penggantinya, Elisa pun melakukan hal yang sama. Ketika ia dipanggil menjadi murid Elia, ia meninggalkan pekerjaan dan keluarganya sama sekali untuk hidup sepenuhnya melayani Tuhan.
Di zaman Elia pula, ada 100 orang nabi-nabi yang dikumpulkan dalam gua, diberi makan oleh Obaja, bendahara raja Ahab (1 Raja-raja 18:13) yang menyiratkan bahwa para nabi di zaman itu dikenali dari pekerjaan mereka murni sebagai nabi, tanpa embel-embel profesi lainnya. Sebab jika tidak demikian mereka tidak perlu bersembunyi atau disembunyikan karena adanya ancaman pembunuhan oleh penguasa pada waktu itu.
Cara hidup yang sama ditunjukkan pula oleh nabi-nabi lainnya:
Jawab Amos kepada Amazia: "Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.
~ Amos 7:14-15
8- Kenyataan bahwa hingga kini "tuaian banyak namun pekerja sedikit"
Injil mencatat salah satu momen dari pelayanan Yesus seperti ini :
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.
Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.
Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu."
~ Matius 9:36-38
Sejak zaman Yesus hingga kini, pekerja-pekerja utisan sorga sangatlah sedikit. Tuaian di bumi memerlukan lebih banyak lagi pekerja. Lebih-lebih mendekati tuaian raya yang terakhir. Bapa terus memanggil dan berkehendak mengirimkan pekerja-pekerja itu. Jadi mungkinkah pekerjaan yang banyak ini dikerjakan oleh pekerja-pekerja yang memiliki pekerjaan sambilan dan tidak fokus sepenuhnya melakukan pekerjaan Bapa?
Apabila pekerjaan sekuler dan berorientasi duniawi saja, yang pekerja-pekerjanya banyak dan selalu ada menuntut porsi sepenuh waktu (yang oleh karenanya kadangkala menghalangi orang menyediakan sedikit waktu saja melayani Tuhan), mungkinkah Tuhan puas pekerjaan-Nya dikerjakan oleh orang-orang panggilan-Nya yang hanya mengerjakan tugas-tugas dari-Nya dengan separuh waktu saja bagi Dia?
Kita seharusnya sudah dapat mengetahui jawabannya.
9- Prinsip Tuan atau Majikan yang Baik : bahwa Tuhan sebagai yang empunya pekerjaan dan memanggil para pekerja-Nya untuk melaksanakan tugas-tugas dari-Nya adalah Tuan yang Baik, yang pasti akan bertanggung jawab memelihara hidup pekerja-pekerja-Nya.
Allah, Dialah Tuan dari segala tuan. Tidak ada majikan yang lebih baik daripada Dia. Dan jikalau setiap majikan atau pemberi kerja di dunia ini ada yang begitu memperhatikan pekerja-pekerjanya, maka Tuhan tentu lebih lagi. Jika ada tuan yang berusaha sekuat tenaga memenuhi kewajibannya membayar gaji karyawan-karyawannya supaya mereka tidak kekurangan dan dapat hidup sejahtera, betapa lebihnya Tuhan kita! Mustahil Dia tidak memelihara dan mencukupi hamba-hamba yang dipanggil-Nya mengabdikan seluruh waktu, tenaga dan hidup bagi-Nya. Ia pasti akan bertanggung jawab atas setiap hamba-hamba-Nya. Tidak akan membiarkan mereka kekurangan dan terlunta-lunta sehingga nama-Nya dipermalukan. Pun Ia tidak akan membiarkan setiap pekerja-Nya harus mengais rejeki sendiri, mengusahakan dengan segala susah payah sambil melakukan tugas-tugas pelayanan yang ditanggungkan atas mereka. Ia punya seribu satu macam cara untuk memelihara hidup hanba-hamba-Nya termasuk mengirimkan makanan melalui burung gagak, menumbuhkan pohon jarak untuk berteduh atau memunculkan uang dari mulut ikan. Jika dengan lima potong roti dan dua ekor ikan, lima ribu orang diberi makan sampai kenyang dan ratusan ribu orang Israel diberi makan minum di padang gurun, jelaslah Tuhan sanggup memenuhi makan minum setiap orang yang menyerahkan hidup mengerjakan panggilan-Nya.
Apabila setiap hamba Tuhan yang yakin Tuhan memanggilnya untuk memikul tugas pelayanan ternyata masih harus dituntut memikirkan bagaimana mencukupi penghidupannya sehari-hari pastilah Tuhan merupakan Tuan yang lalim, suatu hal yang tak boleh sedikitpun terlintas di pikiran kita tentang Allah kita yang baik dan sempurna itu. Dia yang memanggil orang menjadi hamba-Nya sudah pasti akan memenuhi dan mencukupi penghidupan hamba-hamba-Nya itu.
10- Terakhir, terkait Paulus, sebenarnya tidak selalu sang rasul menghidupi diri dan pelayanannya dengan bekerja sebagai tukang kemah. Ia juga menerima dukungan keuangan dari jemaat dalam berbagai kesempatan.
Meskipun ada ayat-ayat yang menunjukkan bagaimana Paulus bekerja dengan tangannya sendiri untuk kebutuhan hidupnya namun ada pula ayat-ayat yang menyatakan bahwa ia pun dicukupi oleh bantuan berupa persembahan kasih dari jemaat :
Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.
Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.
Karena di Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku.
Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.
Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.
~ Filipi 4:14-18
Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu!
Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus 11:8-9
Dengan kata lain, tidak selalu Paulus memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan bekerja secara sekuler (di luar kegiatan melayani Tuhan). Ia melakukannya
~ Ulangan 14:29
Hanya kepada suku Lewi tidak diberikan milik pusaka: yang menjadi milik pusakanya ialah TUHAN, Allah Israel, seperti yang dijanjikan-Nya kepada mereka.
~ Yosua 13:14
Sebab orang Lewi tidak mendapat bagian di tengah-tengah kamu, karena jabatan sebagai imam TUHAN ialah milik pusaka mereka..."
~ Yosua 18:7
Suku Lewi tidak mendapat bagian milik pusaka berupa bagian tanah di Kanaan. Tanah merupakan gambaran dari dunia kasat mata sekarang ini. Tidak memperoleh tanah berarti tidak mendapat bagian untuk mengerjakannya dan menikmati hasil-hasilnya. Sama seperti kehidupan hamba-hamba Tuhan yang dipanggil secara khusus hanya untuk melayani-Nya, demikian pula orang-orang Lewi dipanggil dan ditetapkan untuk mengerjakan pekerjaan yang Tuhan bebankan saja, tidak seperti orang-orang lain pada umumnya yang bekerja dan mencari nafkah sehari-hari. Dan sama seperti orang-orang Lewi tidak mendapatkan hasil dari pekerjaan-pekerjaan lain selain hanya dari melayani Tuhan, demikian pula hamba-hamba Tuhan seharusnya tidak memperoleh sumber-sumber lain (selain dari pekerjaan Tuhan sendiri) sebagai penopang kehidupannya.
6- Mereka yang dipanggil secara khusus untuk melayani seperti Kristus melayani (yaitu dengan sepenuh waktunya) harus meninggalkan semua pekerjaannya semula lalu mengabdikan hidup untuk pekerjaan Tuhan
Banyak yang melihat Yesus melayani. Sebagian menjadi simpatisan yang mengikuti-Nya kemana Ia pergi. Sebagian lagi memilih mendekat dan menjadi kumpulan 70 murid-murid-Nya (Lukas 10:1). Tetapi ada 12 orang yang dipanggil dan dipilih-Nya secara khusus untuk menjadi murid-murid inti-Nya dan dimuridkan langsung oleh Yesus. Mereka ini diperintahkan untuk mendampingi Dia kemanapun Ia pergi, menjadi murid dan tim utama pelayanan-Nya, hidup bersama Dia, mengamati dan meneladani-Nya.
Akan halnya 12 orang ini, semua dari mereka melepaskan pekerjaan lamanya -sama seperti Yesus - untuk memasuki babak kehidupan baru yaitu melayani Tuhan dan banyak orang.
Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."
Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka
dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.
~ Matius 4:19-22
Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!"Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.
~ Lukas 5:27-28
Sepanjang kehidupan serta pelayanan Yesus, murid-murid hidup sama seperti Yesus. Tidak bekerja. Hidup dengan iman. Menerima dukungan dana dari orang-orang yang mereka layani (Lukas 8:1-3; Lukas 10:38-39; Matius 10:40-42). Murid-murid mulai berpikir kembali ke pekerjaan lama mereka setelah Yesus tidak ada lagi bersama-sama dengan mereka (Yohanes 21:1-3)
7- Nabi-nabi yang dipanggil secara khusus menyampaikan pesan Tuhan tidak pernah tercatat memiliki profesi atau pekerjaan sekuler lainnya. Mereka semula memiliki profesi tertentu namun begitu Tuhan memanggil, mereka hidup sebagai pelayan-pelayan Tuhan semata.
Hal ini tergambar jelas dari kehidupan Elia yang hidup di tepi sungai Kerit dan dengan iman menerima pemeliharaan dari Tuhan melalui burung-burung gagak atau menumpang makan dan tinggal di rumah seorang janda miskin di Kota Sarfat. Penggantinya, Elisa pun melakukan hal yang sama. Ketika ia dipanggil menjadi murid Elia, ia meninggalkan pekerjaan dan keluarganya sama sekali untuk hidup sepenuhnya melayani Tuhan.
Di zaman Elia pula, ada 100 orang nabi-nabi yang dikumpulkan dalam gua, diberi makan oleh Obaja, bendahara raja Ahab (1 Raja-raja 18:13) yang menyiratkan bahwa para nabi di zaman itu dikenali dari pekerjaan mereka murni sebagai nabi, tanpa embel-embel profesi lainnya. Sebab jika tidak demikian mereka tidak perlu bersembunyi atau disembunyikan karena adanya ancaman pembunuhan oleh penguasa pada waktu itu.
Cara hidup yang sama ditunjukkan pula oleh nabi-nabi lainnya:
Jawab Amos kepada Amazia: "Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.
~ Amos 7:14-15
8- Kenyataan bahwa hingga kini "tuaian banyak namun pekerja sedikit"
Injil mencatat salah satu momen dari pelayanan Yesus seperti ini :
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.
Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.
Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu."
~ Matius 9:36-38
Sejak zaman Yesus hingga kini, pekerja-pekerja utisan sorga sangatlah sedikit. Tuaian di bumi memerlukan lebih banyak lagi pekerja. Lebih-lebih mendekati tuaian raya yang terakhir. Bapa terus memanggil dan berkehendak mengirimkan pekerja-pekerja itu. Jadi mungkinkah pekerjaan yang banyak ini dikerjakan oleh pekerja-pekerja yang memiliki pekerjaan sambilan dan tidak fokus sepenuhnya melakukan pekerjaan Bapa?
Apabila pekerjaan sekuler dan berorientasi duniawi saja, yang pekerja-pekerjanya banyak dan selalu ada menuntut porsi sepenuh waktu (yang oleh karenanya kadangkala menghalangi orang menyediakan sedikit waktu saja melayani Tuhan), mungkinkah Tuhan puas pekerjaan-Nya dikerjakan oleh orang-orang panggilan-Nya yang hanya mengerjakan tugas-tugas dari-Nya dengan separuh waktu saja bagi Dia?
Kita seharusnya sudah dapat mengetahui jawabannya.
9- Prinsip Tuan atau Majikan yang Baik : bahwa Tuhan sebagai yang empunya pekerjaan dan memanggil para pekerja-Nya untuk melaksanakan tugas-tugas dari-Nya adalah Tuan yang Baik, yang pasti akan bertanggung jawab memelihara hidup pekerja-pekerja-Nya.
Allah, Dialah Tuan dari segala tuan. Tidak ada majikan yang lebih baik daripada Dia. Dan jikalau setiap majikan atau pemberi kerja di dunia ini ada yang begitu memperhatikan pekerja-pekerjanya, maka Tuhan tentu lebih lagi. Jika ada tuan yang berusaha sekuat tenaga memenuhi kewajibannya membayar gaji karyawan-karyawannya supaya mereka tidak kekurangan dan dapat hidup sejahtera, betapa lebihnya Tuhan kita! Mustahil Dia tidak memelihara dan mencukupi hamba-hamba yang dipanggil-Nya mengabdikan seluruh waktu, tenaga dan hidup bagi-Nya. Ia pasti akan bertanggung jawab atas setiap hamba-hamba-Nya. Tidak akan membiarkan mereka kekurangan dan terlunta-lunta sehingga nama-Nya dipermalukan. Pun Ia tidak akan membiarkan setiap pekerja-Nya harus mengais rejeki sendiri, mengusahakan dengan segala susah payah sambil melakukan tugas-tugas pelayanan yang ditanggungkan atas mereka. Ia punya seribu satu macam cara untuk memelihara hidup hanba-hamba-Nya termasuk mengirimkan makanan melalui burung gagak, menumbuhkan pohon jarak untuk berteduh atau memunculkan uang dari mulut ikan. Jika dengan lima potong roti dan dua ekor ikan, lima ribu orang diberi makan sampai kenyang dan ratusan ribu orang Israel diberi makan minum di padang gurun, jelaslah Tuhan sanggup memenuhi makan minum setiap orang yang menyerahkan hidup mengerjakan panggilan-Nya.
Apabila setiap hamba Tuhan yang yakin Tuhan memanggilnya untuk memikul tugas pelayanan ternyata masih harus dituntut memikirkan bagaimana mencukupi penghidupannya sehari-hari pastilah Tuhan merupakan Tuan yang lalim, suatu hal yang tak boleh sedikitpun terlintas di pikiran kita tentang Allah kita yang baik dan sempurna itu. Dia yang memanggil orang menjadi hamba-Nya sudah pasti akan memenuhi dan mencukupi penghidupan hamba-hamba-Nya itu.
10- Terakhir, terkait Paulus, sebenarnya tidak selalu sang rasul menghidupi diri dan pelayanannya dengan bekerja sebagai tukang kemah. Ia juga menerima dukungan keuangan dari jemaat dalam berbagai kesempatan.
Meskipun ada ayat-ayat yang menunjukkan bagaimana Paulus bekerja dengan tangannya sendiri untuk kebutuhan hidupnya namun ada pula ayat-ayat yang menyatakan bahwa ia pun dicukupi oleh bantuan berupa persembahan kasih dari jemaat :
Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.
Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.
Karena di Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku.
Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.
Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.
~ Filipi 4:14-18
Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu!
Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus 11:8-9
Dengan kata lain, tidak selalu Paulus memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan bekerja secara sekuler (di luar kegiatan melayani Tuhan). Ia melakukannya
hanya karena alasan-alasan dan
kondisi-kondisi khusus.
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN PAULUS MEMUTUSKAN MENGAMBIL PEKERJAAN SEBAGAI PEMBUAT KEMAH
(Yang sama sekali jauh dari yang mungkin selama ini pernah kita pikirkan dan sama sekali berbeda dengan motif banyak pekerja Tuhan yang juga berkecimpung di dunia sekuler)
Jika kita telah tahu bahwa prinsip yang diyakini Paulus dan yang telah ditunjukkannya sepanjang pelayanannya sebagai hamba Tuhan adalah suatu kehidupan yang didasarkan iman pada Tuhan yang sanggup memelihara hamba-hamba-Nya, sesungguhnya kita harus memahami sebenar-benarnya bahwa ketika sang rasul memutuskan untuk bekerja sebagai pembuat kemah, ia tidak melakukannya atas dasar pertimbangan-pertimbangan atau motif-motif yang seringkali disamarkan dan diatasnamakan mengembangkan pekerjaan Tuhan padahal ingin hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, atau untuk memperkaya diri maupun supaya dapat membangun suatu pusat pelayanan yang megah dengan fasilitas lengkap, yang tentunya memerlukan dana yang besar dan mahal.
Alasan rasul Paulus dapat kita telisik dari pernyataannya sendiri.
Mari kita mengamatinya dan membiarkan Roh-Nya sendiri yang akan berbicara kepada kita.
Seperti telah kita ketahui sebelumnya, Paulus menyatakan bahwa ia menghidupi dirinya, bekerja dengan tangannya sendiri di tiga kota. Di Korintus. Di Efesus. Dan di Tesalonika.
Di Korintus
Di kota inilah pertama kalinya kita mengetahui bahwa Paulus bekerja sebagai tukang kemah sebagaimana disebutkan dalalm Kisah Para Rasul 18:3. Ini kemudian diteguhkan dengan pernyataannya yang mengejutkan secara panjang lebar dalam 1 Korintus 9 saat ia menceritakan dirinya memilih memberitakan injil tanpa upah (sekalipun ia berhak menerimanya).
Jika demikian, mengapa Paulus memutuskan untuk melayani sambil bekerja mencari penghidupan sebagai tukang kemah? Dan apa alasannya ia memilih mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mau menerima persembahan jemaat?
Ada beberapa dugaan yang mungkin menjadi penyebab :
1) Adanya perpecahan di jemaat Korintus dan Paulus tidak ingin memihak kelompok manapun
Jika kita membaca surat pertama Paulus kepada jemaat Korintus, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu masalah besar yang sedang terjadi pada jemaat di kota itu adalah perpecahan gereja.
Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?
Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?
Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.
~ 1 Korintus 3:3-5
Di masa rasul-rasul Kristus hidup, adalah sesuatu yang tidak wajar (dan seharusnya sekarang pun harus dipandang demikian) apabila di antara jemaat Tuhan di dalam satu kota muncul berbagai kelompok dan golongan. Lebih-lebih apabila itu didasarkan atas pilihan hamba Tuhan mana yang lebih difavoritkan atau disukai.
Paulus menilai bahwa mereka yang mendasarkan kehidupan berjemaatnya dengan mengikuti figur hamba Tuhan, sebaik apapun hamba Tuhan itu, sejatinya menunjukkan kualitas kerohanian mereka yang disebutnya sebagai "manusia duniawi" dan masih "hidup secara manusiawi" (yang artinya belum benar-benar mengalami kelahiran baru dan menjadi manusia baru dalam Kristus).
Menggunakan ukuran ini, sebenarnya cukup mengerikan jika mengetahui kondisi gereja hari ini yang masih dihantui perpecahan saat mayoritas jemaat yang beribadah seringkali berpaut serta bergantung pada figur pemimpin rohani daripada (tertuju dan mencari) Tuhan secara pribadi. Ini ciri-ciri jemaat yang kanak-kanak rohani. Hanya bisa minum susu atau makanan lunak saja. Tidak bisa menikmati makanan keras rohani yang menyehatkan dan menguatkan lebih lagi (lihat 2 Korintus 3:1-2).
Saya berkeyakinan bahwa karena hal ini pula Paulus membatasi diri menerima persembahan dari jemaat Korintus. Ia tidak ingin dipandang berpihak dengan menerima persembahan dari kelompok atau golongan jemaat tertentu dalam jemaat, yang selanjutnya bisa berimbas perpecahan yang semakin luas karena dipicu persaingan untuk memperoleh pengakuan dari hamba Tuhan yang difavoritkan tersebut sehingga pemujaan kepada seorang hamba Tuhan menjadi semakin besar daripada kepada Tuhan sendiri.
Bagi Paulus (yang melihat sebagaimana Tuhan melihat), jemaat Korintus adalah satu di hadapan Tuhan. Tidak ada satu golongan yang lebih disayangi dan diperhatikannya dibandingkan kelompok yang lain. Yang tidak memberikan persembahan kepadanya, tetap adalah jemaat Tuhan yang harus dilayaninya dengan sepenuh hati. Sama dengan kelompok jemaat yang bermaksud memberikannya dukungan keuangan kepadanya. Karena ia tidak mau membuat pembedaan, ia memutuskan "melayani tanpa upah". Inilah suatu kualitas kehambaan sejati. Sama seperti yang diperagakan Elisa saat menolak menerima persembahan Naaman, panglima Aram yang disembuhkan dari kusta setelah dilayaninya (2 Raja-raja 5:15-16). Seorang hamba sejati -bahkan saat menerima berkat yang sebenarnya menjadi haknya- tunduk kepada pengaturan Tuannya. Jika tuannya memerintahkannya tidak menerima persembahan, meskipun itu adalah haknya, maka ia harus taat dan ikut.
Sungguh berbeda dengan kelakuan mereka yang hari ini mengaku sebagai hamba Tuhan namun menuntut, mendesak dan menarget dengan berbagai cara supaya jemaat memenuhi kebutuhannya dan membayarkan haknya itu!
2) Adanya rasul-rasul palsu yaitu pekerja-pekerja curang yang menyamar sebagai rasul Kristus sehingga Paulus harus menunjukkan perbedaan yang tegas antara hamba sejati dan yang bukan
Dalam suratnya yang kedua, Paulus menuliskan hal-hal yang lebih mendalam terkait pelayanan dan jabatan pelayanannya sebagai seorang rasul. Rupanya di waktu-waktu selanjutnya ada orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai hamba-hamba Tuhan bahkan mengaku sebagai rasul-rasul Tuhan. Merekapun menuntut hak mereka untuk diakui, dihormati, dilayani dan ditanggung penghidupannya oleh jemaat (lihat 2 Korintus 10:12-18; 11). Di sinilah Paulus kembali menegaskan bahwa kehambaan dan kerasulannya nyata dari hidup dan pelayanannya.
Semuanya dinyatakan begitu rinci dalam 2 Korintus 11, lebih-lebih ketika ia menegaskan sebagai berikut :
Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?
Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu! Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus 11:7-9
Rasul Kristus sejati, hamba Tuhan yang murni dan utusan Tuhan sendiri ialah ia yang tidak ingin menjadi beban bagi jemaat. Bahkan ketika mereka menerima persembahan kasih jemaat, di dasar hati mereka sungguh tidak rela karena itu mungkin bisa menjadi beban bagi jemaat. Ini merupakan kebalikan dari hamba-hamba palsu yang justru memperalat dan membebani jemaat dengan tuntutan dan tanggung jawab yang mengatasnamakan visi dan kehendak Tuhan (padahal semuanya jika diuji dan didalami lebih lanjut seringkali merupakan proyek-proyek ambisi manusiawi saja!).
Tujuan Paulus bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri tampak semakin terang ketika ia menegaskan alasannya lebih lanjut :
Tetapi apa yang kulakukan, akan tetap kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan.
Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.
Paulus bermaksud membuat perbedaan. Ia ingin menunjukkan ciri-ciri pembeda antara hamba Tuhan sejati dan yang sekedar mengaku-ngaku sebagai pelayan Tuhan. Paulus ingin bermegah dalam hal-hal yang mencerminkan kualitas seorang pekerja Tuhan dengan motif-motif yang paling murni : hamba-hamba Tuhan yang hanya rindu mengabdi, melayani, menjadi berkat (bahkan sebesar-besarnya berkat) bagi jemaat Tuhan, menjadi teladan kehidupan rohani yang seharusnya seturut ukuran Tuhan.
Ini merupakan kontras atau kebalikan dari mereka yang menyatakan diri sebagai hamba Tuhan namun alih-alih berjerih lelah bagi jemaat, mereka memanipulasi jemaat dengan tampilan-tampilan rohani dan agamawi serta kepandaian berkata-kata (2 Korintus 11:6) yang mempesona termasuk dengan membawa berbagai ajaran yang tampaknya berasal dari Tuhan tetapi membawa pesan dan roh yang lain daripada injil yang benar (2 Korintus 11:4)
Di Korintus, alasan Paulus tidak mungkin lebih jelas lagi.
Ia -yang bisa jadi kemungkinan besar digerakkan oleh Roh Tuhan untuk tidak menerima persembahan dari jemaat- memilih menjalani suatu kehidupan yang sukar (lebih sukar bahkan dibandingkan hamba-hamba Tuhan lain pada umumnya) demi menjadi teladan kehambaan sejati.
Tentu muncul pertanyaan, apakah ini tidak bertentangan dengan teladan Kristus yang meninggalkan seluruhnya pekerjaan sekulernya untuk kemudian sepenuhnya masuk di ladang pelayanan?
Saya yakin di sini Paulus mendapat kasih karunia Tuhan sebagai hamba Tuhan yang bekerja keras di ladang Tuhan (sebagaimana yang dinyatakannya dalam 1 Korintus 15:10). Ia dimampukan (bukan karena kemampuan dan kehebatannya sendiri) untuk melayani Tuhan sekaligus masih mengerjakan pekerjaan untuk penghidupannya sendiri.
Dari sini pun kita mengetahui bahwa Tuhan yang kita layani adalah Allah yang fleksibel dalam menerapkan prinsip-prinsip kebenaran asalkan itu didasari hati yang murni dan tulus untuk SEMATA-MATA memuliakan Dia.
Pendapat saya
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN PAULUS MEMUTUSKAN MENGAMBIL PEKERJAAN SEBAGAI PEMBUAT KEMAH
(Yang sama sekali jauh dari yang mungkin selama ini pernah kita pikirkan dan sama sekali berbeda dengan motif banyak pekerja Tuhan yang juga berkecimpung di dunia sekuler)
Jika kita telah tahu bahwa prinsip yang diyakini Paulus dan yang telah ditunjukkannya sepanjang pelayanannya sebagai hamba Tuhan adalah suatu kehidupan yang didasarkan iman pada Tuhan yang sanggup memelihara hamba-hamba-Nya, sesungguhnya kita harus memahami sebenar-benarnya bahwa ketika sang rasul memutuskan untuk bekerja sebagai pembuat kemah, ia tidak melakukannya atas dasar pertimbangan-pertimbangan atau motif-motif yang seringkali disamarkan dan diatasnamakan mengembangkan pekerjaan Tuhan padahal ingin hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, atau untuk memperkaya diri maupun supaya dapat membangun suatu pusat pelayanan yang megah dengan fasilitas lengkap, yang tentunya memerlukan dana yang besar dan mahal.
Alasan rasul Paulus dapat kita telisik dari pernyataannya sendiri.
Mari kita mengamatinya dan membiarkan Roh-Nya sendiri yang akan berbicara kepada kita.
Seperti telah kita ketahui sebelumnya, Paulus menyatakan bahwa ia menghidupi dirinya, bekerja dengan tangannya sendiri di tiga kota. Di Korintus. Di Efesus. Dan di Tesalonika.
Di Korintus
Di kota inilah pertama kalinya kita mengetahui bahwa Paulus bekerja sebagai tukang kemah sebagaimana disebutkan dalalm Kisah Para Rasul 18:3. Ini kemudian diteguhkan dengan pernyataannya yang mengejutkan secara panjang lebar dalam 1 Korintus 9 saat ia menceritakan dirinya memilih memberitakan injil tanpa upah (sekalipun ia berhak menerimanya).
Jika demikian, mengapa Paulus memutuskan untuk melayani sambil bekerja mencari penghidupan sebagai tukang kemah? Dan apa alasannya ia memilih mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mau menerima persembahan jemaat?
Ada beberapa dugaan yang mungkin menjadi penyebab :
1) Adanya perpecahan di jemaat Korintus dan Paulus tidak ingin memihak kelompok manapun
Jika kita membaca surat pertama Paulus kepada jemaat Korintus, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu masalah besar yang sedang terjadi pada jemaat di kota itu adalah perpecahan gereja.
Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?
Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?
Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.
~ 1 Korintus 3:3-5
Di masa rasul-rasul Kristus hidup, adalah sesuatu yang tidak wajar (dan seharusnya sekarang pun harus dipandang demikian) apabila di antara jemaat Tuhan di dalam satu kota muncul berbagai kelompok dan golongan. Lebih-lebih apabila itu didasarkan atas pilihan hamba Tuhan mana yang lebih difavoritkan atau disukai.
Paulus menilai bahwa mereka yang mendasarkan kehidupan berjemaatnya dengan mengikuti figur hamba Tuhan, sebaik apapun hamba Tuhan itu, sejatinya menunjukkan kualitas kerohanian mereka yang disebutnya sebagai "manusia duniawi" dan masih "hidup secara manusiawi" (yang artinya belum benar-benar mengalami kelahiran baru dan menjadi manusia baru dalam Kristus).
Menggunakan ukuran ini, sebenarnya cukup mengerikan jika mengetahui kondisi gereja hari ini yang masih dihantui perpecahan saat mayoritas jemaat yang beribadah seringkali berpaut serta bergantung pada figur pemimpin rohani daripada (tertuju dan mencari) Tuhan secara pribadi. Ini ciri-ciri jemaat yang kanak-kanak rohani. Hanya bisa minum susu atau makanan lunak saja. Tidak bisa menikmati makanan keras rohani yang menyehatkan dan menguatkan lebih lagi (lihat 2 Korintus 3:1-2).
Saya berkeyakinan bahwa karena hal ini pula Paulus membatasi diri menerima persembahan dari jemaat Korintus. Ia tidak ingin dipandang berpihak dengan menerima persembahan dari kelompok atau golongan jemaat tertentu dalam jemaat, yang selanjutnya bisa berimbas perpecahan yang semakin luas karena dipicu persaingan untuk memperoleh pengakuan dari hamba Tuhan yang difavoritkan tersebut sehingga pemujaan kepada seorang hamba Tuhan menjadi semakin besar daripada kepada Tuhan sendiri.
Bagi Paulus (yang melihat sebagaimana Tuhan melihat), jemaat Korintus adalah satu di hadapan Tuhan. Tidak ada satu golongan yang lebih disayangi dan diperhatikannya dibandingkan kelompok yang lain. Yang tidak memberikan persembahan kepadanya, tetap adalah jemaat Tuhan yang harus dilayaninya dengan sepenuh hati. Sama dengan kelompok jemaat yang bermaksud memberikannya dukungan keuangan kepadanya. Karena ia tidak mau membuat pembedaan, ia memutuskan "melayani tanpa upah". Inilah suatu kualitas kehambaan sejati. Sama seperti yang diperagakan Elisa saat menolak menerima persembahan Naaman, panglima Aram yang disembuhkan dari kusta setelah dilayaninya (2 Raja-raja 5:15-16). Seorang hamba sejati -bahkan saat menerima berkat yang sebenarnya menjadi haknya- tunduk kepada pengaturan Tuannya. Jika tuannya memerintahkannya tidak menerima persembahan, meskipun itu adalah haknya, maka ia harus taat dan ikut.
Sungguh berbeda dengan kelakuan mereka yang hari ini mengaku sebagai hamba Tuhan namun menuntut, mendesak dan menarget dengan berbagai cara supaya jemaat memenuhi kebutuhannya dan membayarkan haknya itu!
2) Adanya rasul-rasul palsu yaitu pekerja-pekerja curang yang menyamar sebagai rasul Kristus sehingga Paulus harus menunjukkan perbedaan yang tegas antara hamba sejati dan yang bukan
Dalam suratnya yang kedua, Paulus menuliskan hal-hal yang lebih mendalam terkait pelayanan dan jabatan pelayanannya sebagai seorang rasul. Rupanya di waktu-waktu selanjutnya ada orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai hamba-hamba Tuhan bahkan mengaku sebagai rasul-rasul Tuhan. Merekapun menuntut hak mereka untuk diakui, dihormati, dilayani dan ditanggung penghidupannya oleh jemaat (lihat 2 Korintus 10:12-18; 11). Di sinilah Paulus kembali menegaskan bahwa kehambaan dan kerasulannya nyata dari hidup dan pelayanannya.
Semuanya dinyatakan begitu rinci dalam 2 Korintus 11, lebih-lebih ketika ia menegaskan sebagai berikut :
Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?
Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu! Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.
~ 2 Korintus 11:7-9
Rasul Kristus sejati, hamba Tuhan yang murni dan utusan Tuhan sendiri ialah ia yang tidak ingin menjadi beban bagi jemaat. Bahkan ketika mereka menerima persembahan kasih jemaat, di dasar hati mereka sungguh tidak rela karena itu mungkin bisa menjadi beban bagi jemaat. Ini merupakan kebalikan dari hamba-hamba palsu yang justru memperalat dan membebani jemaat dengan tuntutan dan tanggung jawab yang mengatasnamakan visi dan kehendak Tuhan (padahal semuanya jika diuji dan didalami lebih lanjut seringkali merupakan proyek-proyek ambisi manusiawi saja!).
Tujuan Paulus bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri tampak semakin terang ketika ia menegaskan alasannya lebih lanjut :
Tetapi apa yang kulakukan, akan tetap kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan.
Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.
Paulus bermaksud membuat perbedaan. Ia ingin menunjukkan ciri-ciri pembeda antara hamba Tuhan sejati dan yang sekedar mengaku-ngaku sebagai pelayan Tuhan. Paulus ingin bermegah dalam hal-hal yang mencerminkan kualitas seorang pekerja Tuhan dengan motif-motif yang paling murni : hamba-hamba Tuhan yang hanya rindu mengabdi, melayani, menjadi berkat (bahkan sebesar-besarnya berkat) bagi jemaat Tuhan, menjadi teladan kehidupan rohani yang seharusnya seturut ukuran Tuhan.
Ini merupakan kontras atau kebalikan dari mereka yang menyatakan diri sebagai hamba Tuhan namun alih-alih berjerih lelah bagi jemaat, mereka memanipulasi jemaat dengan tampilan-tampilan rohani dan agamawi serta kepandaian berkata-kata (2 Korintus 11:6) yang mempesona termasuk dengan membawa berbagai ajaran yang tampaknya berasal dari Tuhan tetapi membawa pesan dan roh yang lain daripada injil yang benar (2 Korintus 11:4)
Di Korintus, alasan Paulus tidak mungkin lebih jelas lagi.
Ia -yang bisa jadi kemungkinan besar digerakkan oleh Roh Tuhan untuk tidak menerima persembahan dari jemaat- memilih menjalani suatu kehidupan yang sukar (lebih sukar bahkan dibandingkan hamba-hamba Tuhan lain pada umumnya) demi menjadi teladan kehambaan sejati.
Tentu muncul pertanyaan, apakah ini tidak bertentangan dengan teladan Kristus yang meninggalkan seluruhnya pekerjaan sekulernya untuk kemudian sepenuhnya masuk di ladang pelayanan?
Saya yakin di sini Paulus mendapat kasih karunia Tuhan sebagai hamba Tuhan yang bekerja keras di ladang Tuhan (sebagaimana yang dinyatakannya dalam 1 Korintus 15:10). Ia dimampukan (bukan karena kemampuan dan kehebatannya sendiri) untuk melayani Tuhan sekaligus masih mengerjakan pekerjaan untuk penghidupannya sendiri.
Dari sini pun kita mengetahui bahwa Tuhan yang kita layani adalah Allah yang fleksibel dalam menerapkan prinsip-prinsip kebenaran asalkan itu didasari hati yang murni dan tulus untuk SEMATA-MATA memuliakan Dia.
Pendapat saya
pribadi, saya berkeyakinan bahwa Tuhan
mengijinkan Paulus untuk bekerja dengan tangannya sendiri untuk
mencukupi kebutuhannya sehari-hari sekaligus membantu keperluan
jemaat adalah karena ia tidak menikah seumur hidupnya. Dengan waktu
yang lebih luang, Paulus memaksimalkan waktunya untuk hidup dalam
tingkatan kehambaan yang sangat tinggi, yang sulit disamai oleh
kebanyakan hamba-hamba Tuhan yang lain. Di sini lagi-lagi kita dapat
melihat dan merasakan betapa Paulus benar-benar habis-habisan dalam
melayani dan mengerjakan panggilan Tuhan dalam hidupnya, menjadi
hamba sejati yang menunaikan tugas dari Bapa hingga saat terakhir.
Sesuatu yang seharusnya menjadikan kita malu mengingat jauhnya
perbedaan hal tersebut dengan kebanyakan gaya hidup hamba-hamba Tuhan
di gereja modern hari ini.
Di Efesus
Kita mengetahui mengenai hal ini bukan dari suratnya kepada jemaat Efesus, melainkan saat Paulus mengucapkannya ketika mengadakan perpisahan dengan penatua gereja Efesus di Miletus (lihat Kisah Rasul 20). Dalam kata-kata perpisahannya yang cukup panjang, pada bagian akhir ia menyampaikan salah satu pernyataan yang paing banyak dikutip di antara anak-anak Tuhan hari ini yaitu "lebih berbahagia memberi daripada menerima":
Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.
Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.
Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."
~ Kisah Para Rasul 20:33-35
Perhatikanlah perkataan Paulus itu. Kepada penatua jemaat Efesus, ia bersaksi dan itu bukan kesaksian dusta. Bahwa ia tidak pernah menginginkan perak, emas atau pakaian apapun juga dari jemaat. Yang ia lakukan adalah sebaliknya.
Ia memenuhi sendiri keperluannya dan keperluan sesama hamba Tuhan yang bersama dengan dia. Inilah alasan pertama ia bekerja dengan tangannya sendiri : UNTUK MEMENUHI KEPERLUANNYA SEHARI-HARI SELAGI MELAYANI TUHAN. Hanya untuk memenuhi keperluan sehari-harinya, BUKAN UNTUK MEMILIKI HIDUP YANG NYAMAN DAN TERJAMIN APALAGI BERMEWAH-MEWAH, JUGA BUKAN UNTUK MENAIKKAN STATUS SOSIAL DI MATA MASYARAKAT.
Paulus yang dalam didikan Yahudi memang diajarkan memiliki keterampilan sejak muda, memilih menjadi tukang tenda alias pembuat tenda. Hasil pekerjaannya kemudian digunakan hanya sebagai penutup kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ia BUKAN PENGUSAHA tenda yang melebarkan sayap bisnisnya untuk menangguk profit yang semakin besar atau mendirikan suatu badan usaha yang dikembangkan untuk memenangkan pasar dan persaingan bisnis tenda.
Ia semata-mata bekerja dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa ia tidak ingin menjadi beban atau menginginkan harta jemaat sedikitpun dengan mencukupi kebutuhannya sendiri. Dan itu baru alasan pertama, bukan satu-satunya.
Alasan yang kedua disebutkan dalam ayat 35. Ia hendak memberikan teladan hidup dan pelayanan. Lagi-lagi alasan ini, yang serupa dengan alasannya melakukan pekerjaan sekuler di Korintus. Ya, Paulus ingin memberikan contoh terbaik. Ia tahu ia adalah rasul pionir dalam pekerjaan Tuhan yang akan dan sedang meluas ke seluruh penjuru dunia. Ia terpanggil menetapkan standar dan itu adalah standar kehambaan yang sejati.
Masih ada alasan ketiga. Ia ingin membantu orang-orang lemah. Yang dimaksud di sini adalah mereka yang sedang tidak berdaya, perlu mendapatkan pertolongan oleh karena kondisi ekonomi mereka yang rendah, yang sedang sakit dan terdesak kebutuhan hidupnya. Terhadap mereka, Paulus terbeban. Bisa jadi beberapa orang jemaat di sana sedang dalam kondisi demikian sehingga Paulus memutuskan untuk tidak membebani mereka dengan menanggung penghidupannya, Sebaliknya, IA BEKERJA DENGAN TANGANNYA AGAR DAPAT MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA MEREKA. Sekali lagi, tujuannya untuk memberikan dukungan kepada yang membutuhkan. Bukan untuk kepentingannya sendiri, apalagi untuk membiayai gaya hidup yang nyaman dan santai.
Dan jika ini bisa disebut alasan, inilah alasan keempat Paulus. Ia INGIN MENGHIDUPI GAYA HIDUP KRISTUS. Gaya hidup yang seperti apa? Yang sederhana. Yang tidak banyak mengumpulkan untuk kepentingan pribadi. Yang menggunakan apa yang ada pada-Nya bagi kepentingan pekerjaan Bapa. Yang menyerahkan semua yang dimiliki-Nya sebagai persembahan untuk menggenapi tugas dan panggilan yang dipercayakan kepada-Nya. Yang di atas semuanya itu, Yesus menunjukkan suatu gaya hidup tertinggi dari manusia yang menyatakan bahwa LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARIPADA MENERIMA. Inilah alasan utama Paulus memilih masih mengerjakan pekerjaan sekuler sebagai sampingan yaitu supaya ia bisa memberi, bukan demi menerima dan mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri.
Bagi Paulus, pelayanan bukan ajang aktualisasi diri, menaikkan martabat atau pengaruh sosial, atau sekedar kesenangan emosi dan sensasi karena melakukan berbagai kegiatan kerohanian. Menjadi hamba Tuhan dengan panggilan sebagai rasul, penginjil dan guru adalah panggilan yang bukan main-main, yang harus dikerjakan dengan segala kesungguhan, sesuai kehendak Tuhan dan dalam standar dari Allah sendiri.
Dari apa yang disampaikannya pada penatua Efesus, kita tahu Paulus adalah hamba sejati. Yang menyerahkan setiap hak yang ada pada dirinya semata-mata demi mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan, termasuk hak-haknya untuk menerima dukungan persembahan jemaat. Di sinilah kita harus menyadari bahwa kita harus memahami hati dan jiwa seorang Paulus sebagai hamba Tuhan sebelum menggunakan teladannya sebagai alasan melampiaskan hasrat dan keinginan kita yang ingin melayani namun dengan hati yang menyimpang kepada hal-hal lain yang menguntungkan diri sendiri.
Di Tesalonika
Pernyataan eksplisit Paulus yang terakhir terkait pilihannya melakukan pekerjaan sekuler selagi menjadi seorang hamba Tuhan disampaikan pada jemaat Tesalonika.
Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu,
dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu.
Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti.
Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna.
Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri.
2 Tesalonika 3:7-12
Dalam bagian ini, ayat 10 seringkali disalahpahami oleh orang-orang percaya. Banyak yang berpendapat bahwa adalah merupakan tugas semua orang untuk bekerja mencari nafkah untuk mendapatkan makanannya karena di situ dikatakan "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan", Di sinilah kesesatan tafsir kerap terjadi. Karena pengertian yang sempit dengan yang dimaksud sebagai "bekerja" maka banyak orang merasa melayani Tuhan adalah sambilan dalam hidup (bukan pekerjaan yang sesungguhnya), sedangkan yang utama yang semestinya harus dikerjakan selama hidup adalah mencari nafkah.
Pandangan ini tidak saja keliru namun sesat karena tidak memahami jalan-jalan Tuhan. Faktanya, Yesus sendiri melepaskan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu untuk hidup melayani sepenuh waktu. Ia pun memanggil murid-murid-Nya untuk meninggalkan pekerjaan (sekuler) mereka untuk kemudian hidup melayani sepenuhnya serta berjalan dengan iman. Bagaimana mungkin rasul Paulus, yang sangat menghayati dan menghidupi ajaran Kristus bisa mengharuskan orang Kristen menghabiskan hidup dengan hanya mencari nafkah? Lagi-lagi kebodohan dan kecenderungan hati kita yang mengikuti pola-pola duniawi membuat kita salah memahami maksud Tuhan.
Sebab itu perhatikanlah dengan seksama ayat-ayat di atas.
Sesungguhnya kita akan melihat pola pikir yang sama dengan perkataan Paulus sebelumnya.
Paulus bekerja keras sambil melayani karena ia ingin menjadi teladan kehidupan dari seorang hamba Tuhan. Sesuatu yang ia ulangi dan ulangi lagi.
Dari Paulus kita dapat melihat motivasi seorang hamba Tuhan yang melepaskan hak-hakmya demi menjadi teladan itu : ia tidak ingin menjadi beban bagi siapapun di bagi siapapun di antara jemaat (ayat 8). Ini karena jemaat pada saat itu bukan jemaat yang sudah mapan melainkan jemaat yang terdiri dari jiwa-jiwa baru yang membutuhkan contoh nyata kehidupan yang mengabdi kepada Kristus, yang hendak menyatakan bahwa kehidupan yang demikian adalah kehidupan yang tidak mengutamakan diri sendiri, yang tidak fokus pada pemuasan kebutuhan diri sendiri melainkan dengan segala sukacita berbagi segala sesuatu dengan anggota keluarga Allah lainnya,
Namun masih ada tujuan lain, Paulus memutuskan tidak menerima persembahan jemaat di sana dan memilih mencari nafkah bagi dirinya sendiri oleh karena ada beberapa praktek dalam jemaat Tesalonika yang hendak ditentangnya.
Ayat 11 memberitahukan kita bahwa Paulus mendapati ada orang-orang (yang merupakan anggota jemaat) "yang tidak tertib hidupnya", "yang tidak bekerja" (maksudnya sehari-hari tidak melakukan apapun baik mencari nafkah maupun giat berkarya bagi Tuhan), tetapi "yang sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna". Di ayat sebelumnya pun (ayat 6) Paulus juga telah mengungkapkan siapa mereka ini :
Tetapi kami berpesan… supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami.
~ 2 Tesalonika 3:6
Paulus menyebut mereka "tidak
Di Efesus
Kita mengetahui mengenai hal ini bukan dari suratnya kepada jemaat Efesus, melainkan saat Paulus mengucapkannya ketika mengadakan perpisahan dengan penatua gereja Efesus di Miletus (lihat Kisah Rasul 20). Dalam kata-kata perpisahannya yang cukup panjang, pada bagian akhir ia menyampaikan salah satu pernyataan yang paing banyak dikutip di antara anak-anak Tuhan hari ini yaitu "lebih berbahagia memberi daripada menerima":
Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.
Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.
Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."
~ Kisah Para Rasul 20:33-35
Perhatikanlah perkataan Paulus itu. Kepada penatua jemaat Efesus, ia bersaksi dan itu bukan kesaksian dusta. Bahwa ia tidak pernah menginginkan perak, emas atau pakaian apapun juga dari jemaat. Yang ia lakukan adalah sebaliknya.
Ia memenuhi sendiri keperluannya dan keperluan sesama hamba Tuhan yang bersama dengan dia. Inilah alasan pertama ia bekerja dengan tangannya sendiri : UNTUK MEMENUHI KEPERLUANNYA SEHARI-HARI SELAGI MELAYANI TUHAN. Hanya untuk memenuhi keperluan sehari-harinya, BUKAN UNTUK MEMILIKI HIDUP YANG NYAMAN DAN TERJAMIN APALAGI BERMEWAH-MEWAH, JUGA BUKAN UNTUK MENAIKKAN STATUS SOSIAL DI MATA MASYARAKAT.
Paulus yang dalam didikan Yahudi memang diajarkan memiliki keterampilan sejak muda, memilih menjadi tukang tenda alias pembuat tenda. Hasil pekerjaannya kemudian digunakan hanya sebagai penutup kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ia BUKAN PENGUSAHA tenda yang melebarkan sayap bisnisnya untuk menangguk profit yang semakin besar atau mendirikan suatu badan usaha yang dikembangkan untuk memenangkan pasar dan persaingan bisnis tenda.
Ia semata-mata bekerja dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa ia tidak ingin menjadi beban atau menginginkan harta jemaat sedikitpun dengan mencukupi kebutuhannya sendiri. Dan itu baru alasan pertama, bukan satu-satunya.
Alasan yang kedua disebutkan dalam ayat 35. Ia hendak memberikan teladan hidup dan pelayanan. Lagi-lagi alasan ini, yang serupa dengan alasannya melakukan pekerjaan sekuler di Korintus. Ya, Paulus ingin memberikan contoh terbaik. Ia tahu ia adalah rasul pionir dalam pekerjaan Tuhan yang akan dan sedang meluas ke seluruh penjuru dunia. Ia terpanggil menetapkan standar dan itu adalah standar kehambaan yang sejati.
Masih ada alasan ketiga. Ia ingin membantu orang-orang lemah. Yang dimaksud di sini adalah mereka yang sedang tidak berdaya, perlu mendapatkan pertolongan oleh karena kondisi ekonomi mereka yang rendah, yang sedang sakit dan terdesak kebutuhan hidupnya. Terhadap mereka, Paulus terbeban. Bisa jadi beberapa orang jemaat di sana sedang dalam kondisi demikian sehingga Paulus memutuskan untuk tidak membebani mereka dengan menanggung penghidupannya, Sebaliknya, IA BEKERJA DENGAN TANGANNYA AGAR DAPAT MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA MEREKA. Sekali lagi, tujuannya untuk memberikan dukungan kepada yang membutuhkan. Bukan untuk kepentingannya sendiri, apalagi untuk membiayai gaya hidup yang nyaman dan santai.
Dan jika ini bisa disebut alasan, inilah alasan keempat Paulus. Ia INGIN MENGHIDUPI GAYA HIDUP KRISTUS. Gaya hidup yang seperti apa? Yang sederhana. Yang tidak banyak mengumpulkan untuk kepentingan pribadi. Yang menggunakan apa yang ada pada-Nya bagi kepentingan pekerjaan Bapa. Yang menyerahkan semua yang dimiliki-Nya sebagai persembahan untuk menggenapi tugas dan panggilan yang dipercayakan kepada-Nya. Yang di atas semuanya itu, Yesus menunjukkan suatu gaya hidup tertinggi dari manusia yang menyatakan bahwa LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARIPADA MENERIMA. Inilah alasan utama Paulus memilih masih mengerjakan pekerjaan sekuler sebagai sampingan yaitu supaya ia bisa memberi, bukan demi menerima dan mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri.
Bagi Paulus, pelayanan bukan ajang aktualisasi diri, menaikkan martabat atau pengaruh sosial, atau sekedar kesenangan emosi dan sensasi karena melakukan berbagai kegiatan kerohanian. Menjadi hamba Tuhan dengan panggilan sebagai rasul, penginjil dan guru adalah panggilan yang bukan main-main, yang harus dikerjakan dengan segala kesungguhan, sesuai kehendak Tuhan dan dalam standar dari Allah sendiri.
Dari apa yang disampaikannya pada penatua Efesus, kita tahu Paulus adalah hamba sejati. Yang menyerahkan setiap hak yang ada pada dirinya semata-mata demi mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan, termasuk hak-haknya untuk menerima dukungan persembahan jemaat. Di sinilah kita harus menyadari bahwa kita harus memahami hati dan jiwa seorang Paulus sebagai hamba Tuhan sebelum menggunakan teladannya sebagai alasan melampiaskan hasrat dan keinginan kita yang ingin melayani namun dengan hati yang menyimpang kepada hal-hal lain yang menguntungkan diri sendiri.
Di Tesalonika
Pernyataan eksplisit Paulus yang terakhir terkait pilihannya melakukan pekerjaan sekuler selagi menjadi seorang hamba Tuhan disampaikan pada jemaat Tesalonika.
Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu,
dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu.
Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti.
Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna.
Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri.
2 Tesalonika 3:7-12
Dalam bagian ini, ayat 10 seringkali disalahpahami oleh orang-orang percaya. Banyak yang berpendapat bahwa adalah merupakan tugas semua orang untuk bekerja mencari nafkah untuk mendapatkan makanannya karena di situ dikatakan "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan", Di sinilah kesesatan tafsir kerap terjadi. Karena pengertian yang sempit dengan yang dimaksud sebagai "bekerja" maka banyak orang merasa melayani Tuhan adalah sambilan dalam hidup (bukan pekerjaan yang sesungguhnya), sedangkan yang utama yang semestinya harus dikerjakan selama hidup adalah mencari nafkah.
Pandangan ini tidak saja keliru namun sesat karena tidak memahami jalan-jalan Tuhan. Faktanya, Yesus sendiri melepaskan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu untuk hidup melayani sepenuh waktu. Ia pun memanggil murid-murid-Nya untuk meninggalkan pekerjaan (sekuler) mereka untuk kemudian hidup melayani sepenuhnya serta berjalan dengan iman. Bagaimana mungkin rasul Paulus, yang sangat menghayati dan menghidupi ajaran Kristus bisa mengharuskan orang Kristen menghabiskan hidup dengan hanya mencari nafkah? Lagi-lagi kebodohan dan kecenderungan hati kita yang mengikuti pola-pola duniawi membuat kita salah memahami maksud Tuhan.
Sebab itu perhatikanlah dengan seksama ayat-ayat di atas.
Sesungguhnya kita akan melihat pola pikir yang sama dengan perkataan Paulus sebelumnya.
Paulus bekerja keras sambil melayani karena ia ingin menjadi teladan kehidupan dari seorang hamba Tuhan. Sesuatu yang ia ulangi dan ulangi lagi.
Dari Paulus kita dapat melihat motivasi seorang hamba Tuhan yang melepaskan hak-hakmya demi menjadi teladan itu : ia tidak ingin menjadi beban bagi siapapun di bagi siapapun di antara jemaat (ayat 8). Ini karena jemaat pada saat itu bukan jemaat yang sudah mapan melainkan jemaat yang terdiri dari jiwa-jiwa baru yang membutuhkan contoh nyata kehidupan yang mengabdi kepada Kristus, yang hendak menyatakan bahwa kehidupan yang demikian adalah kehidupan yang tidak mengutamakan diri sendiri, yang tidak fokus pada pemuasan kebutuhan diri sendiri melainkan dengan segala sukacita berbagi segala sesuatu dengan anggota keluarga Allah lainnya,
Namun masih ada tujuan lain, Paulus memutuskan tidak menerima persembahan jemaat di sana dan memilih mencari nafkah bagi dirinya sendiri oleh karena ada beberapa praktek dalam jemaat Tesalonika yang hendak ditentangnya.
Ayat 11 memberitahukan kita bahwa Paulus mendapati ada orang-orang (yang merupakan anggota jemaat) "yang tidak tertib hidupnya", "yang tidak bekerja" (maksudnya sehari-hari tidak melakukan apapun baik mencari nafkah maupun giat berkarya bagi Tuhan), tetapi "yang sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna". Di ayat sebelumnya pun (ayat 6) Paulus juga telah mengungkapkan siapa mereka ini :
Tetapi kami berpesan… supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami.
~ 2 Tesalonika 3:6
Paulus menyebut mereka "tidak
melakukan pekerjaan mereka" dan
"tidak menurut ajaran yang telah mereka terima" selama ini
dari Paulus
Jika meneliti lebih jauh, tampaknya ini berhubungan dengan pesan Paulus kepada Timotius. Dalam 1 Timotius 6:3-5, Paulus menyampaikan sebagai berikut :
Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat — yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus — dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita,
ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,
percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.
Ia menggunakan istilah yang sama dalam surat yang dituliskannya pada jemaat Tesalonika yaitu "orang-orang yang tidak menurut ajaran ... kita" . Dan dari situ kita tahu bahwa yang dimaksud itu ialah orang-orang yang berlagak tahu (padahal tidak tahu apa-apa), yang suka bersilat kata dan mencari-cari persoalan (tentunya yang berhubungan dengan hal-hal rohani), yang perkataannya menyebabkan dengki, curiga dan fitnah di antara saudara dalam Tuhan. Juga… YANG MENGIRA IBADAH ITU ADALAH SUMBER KEUNTUNGAN.
Apa sesungguhnya yang dimaksud Paulus mengenai orang-orang ini?
1 Timotius 6:6 menegaskan bahwa Paulus tidak menolak ada berkat yang besar dalam ibadah kita pada Tuhan tetapi motif hati kita semestinya BUKANLAH UNTUK MENDAPATKAN KEUNTUNGAN ATAU BERKAT-BERKAT ITU!
Orang-orang yang berpikir bahwa kalau ia rajin ibadah maka ia akan dapat banyak berkat inilah orang-orang yang sesat imannya di pandangan Paulus. Mereka menyimpang dari ajaran yang sejati. Apalagi jika dihubungkan dengan praktek di Tesalonika.
Beberapa orang di Tesalonika rajin beribadah dan terlihat sibuk secara rohani sambil berpikir mereka melakukan itu supaya mereka diberkati secara luar biasa dan… TIDAK PERLU MELAKUKAN APA-APA DALAM HIDUP MEREKA SEHARI-HARI!
Pokoknya rajin sembahyang. Aktif ke gereja. Tidak pernah absen acara-acara doa. Ikut program-program gereja yang ada sudah cukup supaya berkat-berkat jasmani dicurahkan -padahal ada lebih banyak hal yang mereka dapat lakukan untuk menjadi berkat daripada sekedar menunggu untuk menerima berkat!
Orang-orang malas yang menyalahgunakan perkara-perkara rohani untuk mendapatkan keuntungan jasmani inilah yang ditentang oleh Paulus. Bagi Paulus, hidup harus bekerja dan berkarya -SESUAI KEHENDAK TUHAN. Jangan sibuk berdebat, berselisih paham akan hal-hal rohani, banyak mengikuti ibadah tapi tidak banyak berkat dan buah-buah rohani tampak dan dihasilkan dari hidupnya.
Terhadap orang-orang sedemikian Paulus ingin menunjukkan bahwa meski ia seorang hamba Tuhan yang berhak disokong penghidupannya oleh jemaat, ia memilih bekerja keras SIANG DAN MALAM, untuk menunjukkan betapa hidup seorang yang melayani, mengabdi dan menghamba kepada Tuhan itu PRODUKTIF. Hidup mereka menjadi berkat (dan bukannya beban) dimanapun mereka berada. Tidak mencari keuntungan dari pekerjaan Tuhan melainkan justru memberikan keuntungan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan. Mereka tidak menggantungkan hidup dari apa yang disebut sebagai pelayanan pekerjaan Tuhan namun justru pekerjaan Tuhan turut ditentukan kemajuannya oleh sebab keberadaannya.
Pendeknya, Paulus ingin menunjukkan bahwa hidup mengabdi pada Tuhan itu bukan hidup yang tampak sibuk secara rohani namun tanpa kemajuan yang nyata sambil mengharapkan jemaat mencukupkan kebutuhan mereka. Hamba sejati tidak menjadi beban atau mencari keuntungan materi. mereka memberikan dan menggunakan yang ada pada mereka untuk sepenuh-penuhnya dan sebesar-besarnya memajukan pekerjaan Tuhan!
Melalui teladannya di Tesalonika, Paulus sepertinya ingin menyampaikan kepada jemaat, "Hai jemaat, inilah hidup mengikuti Kristus itu. Bukan untuk mencari keuntungan diri tapi dengan mengorbankan diri sebagai persembahan bagi kemuliaan Tuhan. Bukan dengan motivasi mencari keuntungan bagi diri melainkan dengan motif mencari dan memberikan keuntungan bagi Kerajaan Sorga!"
Jelaslah bagi kita bahwa motif di hati kita sangat penting di hadapan Tuhan. Dengan itulah dibedakan antara hamba sejati dan hamba palsu. Hamba sejati tidak mencari keuntungan dari pelayanannya; ia justru melakukan pengorbanan demi pengorbanan demi pekerjaan Tuhan.
Berapa banyakkah hamba Tuhan hari ini yang melayani justru demi mencari keuntungan diri? Entah itu keuntungan materi atau untuk mencari pujian dan nama bagi diri mereka sendiri, supaya mereka dikagumi dan dipuji orang melalui dunia pelayanan?
Bukankah berkali-kali kita lihat orang-orang yang mengaku sebagai pelayan bagi Tuhan namun kesehariannya memamerkan gaya hidup yang mewah (dengan alasan supaya nama Tuhan dimuliakan), padahal semua itu kemudian hanya untuk menunjukkan betapa terpandangnya mereka melebihi yang lain baik secara jasmani maupun rohani?
Betapa berbedanya ini dengan Paulus yang bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan diri dan tidak menjadi beban jemaat, tetapi demi menjadi teladan hidup yang dipersembahkan seluruhnya bagi Tuhan serta membawa kemajuan bagi pekerjaan Tuhan?
KESIMPULAN
Dalam kehidupannya yang sudah disibukkan dengan pelayanan pekerjaan Tuhan, Paulus masih "membebani" diri dengan melakukan pekerjaan mencari nafkah demi menghidupi dirinya sendiri. Bukan berarti ia tidak pernah menerima persembahan jemaat, namum ia membatasi dirinya supaya tidak menjadi beban terlalu besar bagi jemaat.
Setiap orang yang dipanggil sepenuh waktu untuk melayani Tuhan namun masih tidak mau melepaskan pekerjaan sekulernya karena alasan-alasan egois, sejatinya TIDAK BOLEH DAN TIDAK DAPAT menjadikan pekerjaan Paulus sebagai alasan pembenar dan contoh alkitabiah agar mereka bisa menginjakkan kaki di dunia rohani maupun sekuler apalagi dengan maksud memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri dari kedua dunia itu. Jika ia ingin bekerja sekaligus melayani Tuhan, ia harus memiliki alasan yang sama, hati yang serupa, maupun jiwa, kerinduan serta cara hidup Paulus sebagai hamba Tuhan.
Bisa jadi tafsiran ini berbeda dengan tafsiran lainnya tetapi setiap kita memiliki kewajiban meneliti segala sesuatunya di dalam pimpinan Roh Kudus yang berdiam di dalam kita. Sebab hanya yang dipimpin Roh yang akan beroleh pengertian akan pikiran Kristus (1 Korintus 2:11-13,15-16)
Sebab jika setiap orang yang mengikut Kristus dipanggil untuk mencari harta sorgawi, betapa lebih lagi itu bagi mereka yang dipanggil melayani Tuhan sepenuh waktunya -tidak selayaknya mereka mengejar harta atau keuntungan-keuntungan duniawi.
HAMBA-HAMBA SEJATI KRISTUS MEMANG MEMPEROLEH JAMINAN DAN KEUNTUNGAN DARI TUHAN DALAM PENGABDIAN KEPADA TUHAN NAMUN MEREKA TIDAK MELAYANI TUHAN KARENA INGIN MENDAPATKAN KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN ITU. MEREKA MENYERAHKAN DIRI MEREKA MENGERJAKAN PANGGILAN TUHAN DEMI KESEMPATAN UNTUK MEMULIAKAN TUHAN YANG SANGAT MEREKA KASIHI.
MEREKA TAHU BAGAIMANA MENYEMBUNYIKAN DIRI DARI PENGAGUMAN DAN PUJIAN MANUSIA SEBAB MEREKA HIDUP HANYA UNTUK MENCARI PERKENAN TUHAN.
HIDUP MEREKA HANYA UNTUK SATU TUJUAN SAJA : MENINGGIKAN DAN MEMULIAKAN YESUS KRISTUS DI ATAS SEGALANYA.
BAGI MEREKA, MEMPEROLEH PENGAKUAN DAN PENGHARGAAN MANUSIA TIDAK ADA ARTINYA KARENA YESUS KRISTUSLAH HARUS SEMAKIN BESAR SEDANGKAN MEREKA DENGAN SENANG HATI MENJADI SEMAKIN KECIL! (Yohanes 3:30)
Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan
Jika meneliti lebih jauh, tampaknya ini berhubungan dengan pesan Paulus kepada Timotius. Dalam 1 Timotius 6:3-5, Paulus menyampaikan sebagai berikut :
Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat — yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus — dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita,
ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,
percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.
Ia menggunakan istilah yang sama dalam surat yang dituliskannya pada jemaat Tesalonika yaitu "orang-orang yang tidak menurut ajaran ... kita" . Dan dari situ kita tahu bahwa yang dimaksud itu ialah orang-orang yang berlagak tahu (padahal tidak tahu apa-apa), yang suka bersilat kata dan mencari-cari persoalan (tentunya yang berhubungan dengan hal-hal rohani), yang perkataannya menyebabkan dengki, curiga dan fitnah di antara saudara dalam Tuhan. Juga… YANG MENGIRA IBADAH ITU ADALAH SUMBER KEUNTUNGAN.
Apa sesungguhnya yang dimaksud Paulus mengenai orang-orang ini?
1 Timotius 6:6 menegaskan bahwa Paulus tidak menolak ada berkat yang besar dalam ibadah kita pada Tuhan tetapi motif hati kita semestinya BUKANLAH UNTUK MENDAPATKAN KEUNTUNGAN ATAU BERKAT-BERKAT ITU!
Orang-orang yang berpikir bahwa kalau ia rajin ibadah maka ia akan dapat banyak berkat inilah orang-orang yang sesat imannya di pandangan Paulus. Mereka menyimpang dari ajaran yang sejati. Apalagi jika dihubungkan dengan praktek di Tesalonika.
Beberapa orang di Tesalonika rajin beribadah dan terlihat sibuk secara rohani sambil berpikir mereka melakukan itu supaya mereka diberkati secara luar biasa dan… TIDAK PERLU MELAKUKAN APA-APA DALAM HIDUP MEREKA SEHARI-HARI!
Pokoknya rajin sembahyang. Aktif ke gereja. Tidak pernah absen acara-acara doa. Ikut program-program gereja yang ada sudah cukup supaya berkat-berkat jasmani dicurahkan -padahal ada lebih banyak hal yang mereka dapat lakukan untuk menjadi berkat daripada sekedar menunggu untuk menerima berkat!
Orang-orang malas yang menyalahgunakan perkara-perkara rohani untuk mendapatkan keuntungan jasmani inilah yang ditentang oleh Paulus. Bagi Paulus, hidup harus bekerja dan berkarya -SESUAI KEHENDAK TUHAN. Jangan sibuk berdebat, berselisih paham akan hal-hal rohani, banyak mengikuti ibadah tapi tidak banyak berkat dan buah-buah rohani tampak dan dihasilkan dari hidupnya.
Terhadap orang-orang sedemikian Paulus ingin menunjukkan bahwa meski ia seorang hamba Tuhan yang berhak disokong penghidupannya oleh jemaat, ia memilih bekerja keras SIANG DAN MALAM, untuk menunjukkan betapa hidup seorang yang melayani, mengabdi dan menghamba kepada Tuhan itu PRODUKTIF. Hidup mereka menjadi berkat (dan bukannya beban) dimanapun mereka berada. Tidak mencari keuntungan dari pekerjaan Tuhan melainkan justru memberikan keuntungan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan. Mereka tidak menggantungkan hidup dari apa yang disebut sebagai pelayanan pekerjaan Tuhan namun justru pekerjaan Tuhan turut ditentukan kemajuannya oleh sebab keberadaannya.
Pendeknya, Paulus ingin menunjukkan bahwa hidup mengabdi pada Tuhan itu bukan hidup yang tampak sibuk secara rohani namun tanpa kemajuan yang nyata sambil mengharapkan jemaat mencukupkan kebutuhan mereka. Hamba sejati tidak menjadi beban atau mencari keuntungan materi. mereka memberikan dan menggunakan yang ada pada mereka untuk sepenuh-penuhnya dan sebesar-besarnya memajukan pekerjaan Tuhan!
Melalui teladannya di Tesalonika, Paulus sepertinya ingin menyampaikan kepada jemaat, "Hai jemaat, inilah hidup mengikuti Kristus itu. Bukan untuk mencari keuntungan diri tapi dengan mengorbankan diri sebagai persembahan bagi kemuliaan Tuhan. Bukan dengan motivasi mencari keuntungan bagi diri melainkan dengan motif mencari dan memberikan keuntungan bagi Kerajaan Sorga!"
Jelaslah bagi kita bahwa motif di hati kita sangat penting di hadapan Tuhan. Dengan itulah dibedakan antara hamba sejati dan hamba palsu. Hamba sejati tidak mencari keuntungan dari pelayanannya; ia justru melakukan pengorbanan demi pengorbanan demi pekerjaan Tuhan.
Berapa banyakkah hamba Tuhan hari ini yang melayani justru demi mencari keuntungan diri? Entah itu keuntungan materi atau untuk mencari pujian dan nama bagi diri mereka sendiri, supaya mereka dikagumi dan dipuji orang melalui dunia pelayanan?
Bukankah berkali-kali kita lihat orang-orang yang mengaku sebagai pelayan bagi Tuhan namun kesehariannya memamerkan gaya hidup yang mewah (dengan alasan supaya nama Tuhan dimuliakan), padahal semua itu kemudian hanya untuk menunjukkan betapa terpandangnya mereka melebihi yang lain baik secara jasmani maupun rohani?
Betapa berbedanya ini dengan Paulus yang bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan diri dan tidak menjadi beban jemaat, tetapi demi menjadi teladan hidup yang dipersembahkan seluruhnya bagi Tuhan serta membawa kemajuan bagi pekerjaan Tuhan?
KESIMPULAN
Dalam kehidupannya yang sudah disibukkan dengan pelayanan pekerjaan Tuhan, Paulus masih "membebani" diri dengan melakukan pekerjaan mencari nafkah demi menghidupi dirinya sendiri. Bukan berarti ia tidak pernah menerima persembahan jemaat, namum ia membatasi dirinya supaya tidak menjadi beban terlalu besar bagi jemaat.
Setiap orang yang dipanggil sepenuh waktu untuk melayani Tuhan namun masih tidak mau melepaskan pekerjaan sekulernya karena alasan-alasan egois, sejatinya TIDAK BOLEH DAN TIDAK DAPAT menjadikan pekerjaan Paulus sebagai alasan pembenar dan contoh alkitabiah agar mereka bisa menginjakkan kaki di dunia rohani maupun sekuler apalagi dengan maksud memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri dari kedua dunia itu. Jika ia ingin bekerja sekaligus melayani Tuhan, ia harus memiliki alasan yang sama, hati yang serupa, maupun jiwa, kerinduan serta cara hidup Paulus sebagai hamba Tuhan.
Bisa jadi tafsiran ini berbeda dengan tafsiran lainnya tetapi setiap kita memiliki kewajiban meneliti segala sesuatunya di dalam pimpinan Roh Kudus yang berdiam di dalam kita. Sebab hanya yang dipimpin Roh yang akan beroleh pengertian akan pikiran Kristus (1 Korintus 2:11-13,15-16)
Sebab jika setiap orang yang mengikut Kristus dipanggil untuk mencari harta sorgawi, betapa lebih lagi itu bagi mereka yang dipanggil melayani Tuhan sepenuh waktunya -tidak selayaknya mereka mengejar harta atau keuntungan-keuntungan duniawi.
HAMBA-HAMBA SEJATI KRISTUS MEMANG MEMPEROLEH JAMINAN DAN KEUNTUNGAN DARI TUHAN DALAM PENGABDIAN KEPADA TUHAN NAMUN MEREKA TIDAK MELAYANI TUHAN KARENA INGIN MENDAPATKAN KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN ITU. MEREKA MENYERAHKAN DIRI MEREKA MENGERJAKAN PANGGILAN TUHAN DEMI KESEMPATAN UNTUK MEMULIAKAN TUHAN YANG SANGAT MEREKA KASIHI.
MEREKA TAHU BAGAIMANA MENYEMBUNYIKAN DIRI DARI PENGAGUMAN DAN PUJIAN MANUSIA SEBAB MEREKA HIDUP HANYA UNTUK MENCARI PERKENAN TUHAN.
HIDUP MEREKA HANYA UNTUK SATU TUJUAN SAJA : MENINGGIKAN DAN MEMULIAKAN YESUS KRISTUS DI ATAS SEGALANYA.
BAGI MEREKA, MEMPEROLEH PENGAKUAN DAN PENGHARGAAN MANUSIA TIDAK ADA ARTINYA KARENA YESUS KRISTUSLAH HARUS SEMAKIN BESAR SEDANGKAN MEREKA DENGAN SENANG HATI MENJADI SEMAKIN KECIL! (Yohanes 3:30)
Salam Revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan
saya berterimakasih atas materi,,,saya ambil dari sekilasnya. thansk, God Bless.
BalasHapus