Oleh: Peter B, MA
Tiga hal paling
mendasar dalam hubungan kita dengan Tuhan (yang kemudian tercermin
dalam hidup kita sehari-hari dan terhadap sesama kita) ialah iman,
pengharapan dan kasih. Di dalam ketiga hal inilah hidup rohani kita
harus terus dibangun, bertumbuh, semakin kokoh, teguh dan tak
tergoyahkan. Ketiganya juga merupakan modal utama yang kita miliki
dan harus kita pertahankan apabila kita rindu untuk bertahan hingga
kesudahannya dan menerima hidup kekal.
Salah satu dari
ketiga hal di atas ialah pengharapan.
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, harapan diartikan salah satunya sebagai "keinginan
supaya menjadi kenyataan". Dalam kamus Webster, kata "hope"
(pengharapan) dimaknai sebagai "perasaan menginginkan sesuatu
supaya terjadi dan berpikir bahwa sesuatu dapat terjadi: suatu
perasaan bahwa sesuatu yang baik akan terjadi atau menjadi
kenyataan", selain itu adalah "hasrat yang bersatu dengan
keyakinan akan suatu pemenuhan atau penantian atas suatu
penggenapan".
Intinya, pengharapan
adalah penantian dengan keyakinan bahwa sesuatu akan terjadi atau
menjadi kenyataan.
Dalam kepercayaan
dan ajaran Kristen, pengharapan pada Tuhan berarti suatu penantian
dengan yakin bahwa orang-orang yang percaya dan menjadi pengikut
Kristus akan melihat sorga dan menerima hidup kekal setelah
berakhirnya hidup di dunia sekarang ini.
Dalam pengharapan
itulah kita bertahan dan menanti dengan sabar. Karena pengharapan
juga, kita rela menjalani suatu penantian yang bisa terasa panjang,
melelahkan, penuh liku-liku, bahkan seringkali harus melalui berbagai
penderitaan dan kesukaran selama di dunia sebagai pengikut Kristus.
Banyak yang
mengatakan bahwa selama masih ada pengharapan, manusia akan bertahan
hidup. Bahkan pengharapanlah yang terkadang menjadi satu-satunya
alasan orang tidak menyerah menghadapi kesulitan sebesar apapun atau
kondisi seberat apapun. Sepanjang seseorang masih yakin ada jalan
keluar atau pertolongan yang datang, sejauh itulah ia tidak akan
menyerah.
Hal yang sama
berlaku atas manusia rohani kita. Okeh karena pengharapan yang ada
pada kita, kita tidak menyerah dan meninggalkan iman kita pada Tuhan.
Oleh sebab kita yakin bahwa di ujung perjalanan hidup di dunia ini
ada terang kemuliaan yang besar bagi kita, maka kita bertahan dan
terus melangkah dalam terowongan dunia yang panjang lagi gelap dunia
ini.
Tuhan mencari
pengharapan di dalam hati kita. Ia ingin itu ditampilkan keluar
kepada sekitar kita sehingga menjadi kesaksian yang besar bagi mereka
yang tiada mengenal-Nya. Suatu pernyataan yang gamblang bahwa orang
yang mengenal Tuhan menikmati kebahagiaan selama hidup yang sekarang
karena adanya penantian yang nyata, yang sanggup mengubahkan hati dan
hidup.
Dalam mempelajari
tentang pengharapan, kita perlu datang menemui rasul Petrus. Dialah
yang dipercayakan Tuhan untuk mengajar dan menyampaikan hal-hal utama
tentang pengharapan dalam Kristus. Dari yang ditulisnya dalam kedua
suratnya, kita akan belajar lebih mendalam tentang bagaimana mengukur
pengharapan kita: apakah kita memiliki pengharapan itu, dan jika kita
memilikinya seberapa besar pengharapan itu ada pada kita.
Dari menelusuri
surat Petrus, kita akan menemukan bahwa pengharapan kita dapat
dinilai dari beberapa hal berikut ini.
PERTAMA, PENGHARAPAN
SEJATI DINYATAKAN DALAM SUKACITA DI TENGAH-TENGAH DUKACITA YANG HARUS
KITA ALAMI SELAMA DI DUNIA
Yaitu kamu, yang
dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu
menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada
zaman akhir.
Bergembiralah akan
hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh
berbagai-bagai pencobaan.
~ 1 Petrus 1:5-6
Dalam nats di atas,
diberitahukan pada kita bahwa bagi setiap orang yang memiliki
pengharapan dalam Tuhan, sesungguhnya beroleh pemeliharaan dari
Tuhan. Bukan sembarang pemeliharaan, tetapi pemeliharaan oleh
kekuatan Allah sendiri. Mengetahui ini, sang rasul memberikan
dorongan untuk mengekspresikan pengharapan dalam suatu sikap hidup
yang nyata yaitu dalam hal memiliki dan menyatakan sukacita,
sekalipun untuk sementara waktu lamanya harus menanggung banyak
dukacita.
DUKACITA DALAM
MENGIKUT TUHAN
Sekalipun dalam
Tuhan ada janji-janji berkat dan kelegaan selama hidup di dunia,
namun sejatinya, hidup mengikut Tuhan bukan sesuatu yang mudah. Di
sinilah kita harus melihat dengan perspektif yang lebih luas sehingga
kita akan menangkap maksud Tuhan dengan benar.
Memandang hidup
mengiring Tuhan dari satu sisi saja akan membuat kita segera jatuh
kepada pengajaran dan pemahaman yang ekstrim. Hanya menekankan
berkat-berkat dan janji kemudahan dari Tuhan akan membuat kita
mengalami "diabetes rohani" -dimana manusia rohani dan
organ-organ tubuh kita dilemahkan serta tak mampu mengalami
kesembuhan ketika terluka.
Sebaliknya, jika
kita hanya fokus pada hal-hal yang sukar dan berat dalam perjalanan
ikut Tuhan, kita dengan segera akan menjadi takut, kecewa,
menghindar, meninggalkan Tuhan dan murtad oleh karena merasa tertekan
dan merasa semakin berat beban hidup kita.
Berbeda jika kita
mengikut Tuhan dengan mengetahui bahwa janji-janji Tuhan yang besar,
ajaib dan luar biasa itu disediakan bagi kita supaya sepanjang
perjalanan kita dikuatkan dan dimampukan untuk tetap kuat, tidak
mudah dilemahkan dan putus asa, sanggup bertahan sampai akhir. Dari
sudut pandang ini, menapaki jalan Tuhan meski harus melalui pintu
yang sesak dan jalan yang sempit, tetap akan terasa manis,
menyenangkan dan jauh lebih baik daripada melangkah di jalan-jalan
dunia ini yang meski tampak ramai dan penuh keseruan namun dibaliknya
menyimpan banyak kekecewaan, kesedihan dan kemalangan.
Petrus mengatakan
bahwa ada "duka cita karena berbagai pencobaan" selama kita
menjalani hidup di dunia. Itu artinya akan ada masalah yang datang
dalam hari-hari kita. Ada yang terjadi karena kesalahan kita sendiri,
tapi ada pula yang disebabkan perbuatan orang lain yang berdampak
langsung atau tidak langsung yang ternyata berbuah masalah bagi kita.
Ada juga ujian iman yang harus kita hadapi. Dalam bentuk tantangan
atau kesulitan hidup maupun penolakan serta aniaya dari sekitar kita
karena menjadi murid Yesus. Kita harus berurusan dengan semua ini
sambil kita menjaga diri kita tidak hanyut dan larut dalam
pengaruh-pengaruh dunia. Hidup dalam gaya hidup yang berbeda dengan
dunia bagaimanapun membawa keterasingan tersendiri bagi mereka yang
sungguh beriman. Itu semua merupakan dukacita sebagai anak-anak Tuhan
sebagaimana yang dimaksudkan Petrus.
Dan terhadap semua
dukacita itu, yang sementara waktu saja harus kita alami itu, kita
diperintahkan untuk bersukacita di atasnya.
SUKACITA DALAM
DUKACITA
Pertanyaan besar
yang muncul di pikiran kita tentunya, "Mungkinkah kita
bersukacita dalam keadaan sedang berdukacita? Tidakkah ini sesuatu
yang aneh dan abnormal? Tidakkah itu terdengar seperti semacam
kegilaan?"
Hikmat dunia, meski
seringkali luar biasa, pada dasarnya tak berbanding sama sekali
dengan hikmat Tuhan. Dunia tidak dapat mencapai sukacita sejati.
Hanya sukacita semu di atas lautan dukacita. Amsal 14:13 adalah
gambaran dari yang terjadi dalam kehidupan manusia di bumi ini:
Di dalam tertawa pun
hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan.
Ini berkebalikan
dengan yang dapat kita lakukan di dalam Tuhan. Oleh karena
pengharapan di hati kita, dukacita-dukacita yang harus kita lalui
dapat diubahkan menjadi sukacita demi sukacita. Kita dapat bergembira
sebagaimana rasul Petrus katakan. Juga sebagaimana yang Paulus
nasihatkan:
Bersukacitalah dalam
pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
~ Roma 12:12
Seperti Daud,
ratapan kita dapat diubah menjadi tarian, suatu pembalikan keadaan
yang jauh di luar pikiran manusia biasa!
Aku yang meratap
telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah
Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita,
~ Mazmur 30:12
Pertanyaannya kini,
bagaimana kita bisa bergembira selagi harus mengalami berbagai
dukacita?
1) Kemampuan dan
kekuatan untuk bersukacita datang dari kuasa Roh Kudus yang diam di
dalam kita.
Saat kita tidak
melangkah dengan kekuatan sendiri tetapi bergantung pada kerja kuasa
Roh Kudus yang menuntun kita dalam ketaatan serta penyerahan, maka
kita akan memetik hasilnya. Itulah yang dinamakan buah Roh, dimana
salah satunya adalah sukacita (Galatia 5:22). Roh Kuduslah yang
memberikan kita kekuatan untuk tetap merasakan sukacita dalam segala
keadaan. Ini seringkali terjadi tanpa benar-benar kita sadari. Jika
kita mengarahkan mata hati kita pada Tuhan dan terus mencari dan
merasakan kehadiran-Nya, di hati kita mengalir sukacita yang tetap,
yang tak dipengaruhi oleh keadaan sekitar kita tapi yang mengalir
terpancar dari sumber-sumber daya sorgawi yang tak pernah habis.
2) Pengharapan
sejati memberikan pada kita suatu perspektif yang baru dalam
menyikapi segala kesusahan yang datang menimpa kita.
Tanpa pengharapan
atau hanya dengan pengharapan yang kecil, maka tantangan yang kecil
dan biasa seolah menghadang bagai kiamat di depan mata. Tapi jika
kita yakin bahwa badai persoalan akan berlalu dan sehabis hujan akan
muncul pelangi, kita akan tabah bahkan terus melangkah dengan
berani. Dan jika dunia hanya menggunakan logika dan pengalaman
sebagai dasar untuk berharap, kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki
lebih daripada itu. Pada kita ada janji Tuhan yang tak pernah
berdusta, sesuatu yang pasti yang dapat kita andalkan, yaitu bahwa
apapun situasinya Ia selalu bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi
kita, yaitu membawa kita di jalur keselamatan untuk menghantarkan
kita pada takdir yang mulia pada akhirnya.
Bahwa sekalipun
buruk yang terjadi atas kita, kita akan berakhir baik. Bahwa meski
terasa tak menyenangkan yang kita alami sekarang ini tapi kita
percaya pasti bahwa di ujung perjalanan hidup, kita akan memperoleh
yang terbaik. Bahwa walau hidup di dunia ini kita tidak memiliki
harta sebanyak orang-orang paling kaya di bumi tetapi kita tahu bahwa
ada harta kekal telah disediakan dan disiapkan bagi kita di sorga.
Dalam pengharapan bahwa akan ada kemuliaan inilah kita menerima
sukacita dan penghiburan yang tak pernah surut.
Maka oleh karena itu
hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami
mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan,
— sebab hidup kami
ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat —
tetapi hati kami
tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap
pada Tuhan.
~ 2 Korintus 5:6-8
Sebab itu kami
tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin
merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke
sehari.
Sebab penderitaan
ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang
melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.
Sebab kami tidak
memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena
yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah
kekal.
~ 2 Korintus 4:16-18
Perhatikanlah betapa
pengharapan menjadikan Paulus manusia yang berbeda. Tabah. Tidak
tawar hati. Penderitaan menjadi ringan. Yakin akan kemuliaan kekal.
Fokus pada yang tak kelihatan. Memiliki manusia batiniah yang
dibaharui hari demi hari.
Itulah pengharapan
sejati. Menghasilkan, bukan saja hidup yang positif tetapi hidup
dalam sukacita yang tetap, mengatasi segala kesengsaraan yang
melampaui susah payah hidup sehari-hari namun juga karena Injil dan
pekerjaan Tuhan!
3) Dalam pengharapan
yang benar selalu ada alasan untuk bersukacita daripada berdukacita.
Pengharapan
diumpamakan oleh Paulus dalam bentuk senjata peperangan berupa
ketopong. Disebut sebagai ketopong keselamatan dalam Efesus 6:17 atau
ketopong pengharapan keselamatan dalam 1 Tesalonika 5:8, menunjukkan
betapa pengharapan melindungi pikiran kita dari serangan kuasa
kegelapan. Dalam pengharapan, kita memikirkan apa yang di atas, bukan
yang di bumi. Dan perenungan-perenungan kita akan menghasilkan
berbagai alasan untuk selalu bersukacita.
Ini terlihat begitu
jelas ketika kita menyelami berbagai pesan Alkitab dan kisah-kisah
pahlawan iman di dalamnya.
Oleh karena
pengharapan kepada Tuhan, Yusuf tak dipenuhi kepahitan ketika dijual
ke Mesir, menjadi budak dan narapidana. Sebaliknya, ia justru menjadi
salah satu pribadi paling manis dalam sejarah yang ditulis Tuhan.
Oleh karena
pengharapan juga, Yosua dan Kaleb menolak bersungut-sungut dan
melawan Musa tetapi yakin bahwa Tuhan yang telah berjanji memberikan
tanah perjanjian akan benar-benar memberikannya kepada kaum Israel.
Oleh karena
pengharapan bahwa Bapanya seorang yang baik dan pasti akan menerima
dirinya, anak yang hilang itu memberanikan diri untuk kembali pulang.
Dan oleh karena
pengharapan hidup kekal, Paulus bertahan sebagai hamba Tuhan dan
tetap menjadi saksi Tuhan walaupun harus hidup dalam penjara
Dan sekarang aku
harus menghadap pengadilan oleh sebab aku mengharapkan kegenapan
janji, yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita,
dan yang dinantikan
oleh kedua belas suku kita, sementara mereka siang malam melakukan
ibadahnya dengan tekun. Dan karena pengharapan itulah, ya raja
Agripa, aku dituduh orang-orang Yahudi.
~ Kisah Para Rasul
26:6-7
Dalam pengharapan
yang teguh dalam Tuhan, kita selalu akan dibukakan satu demi satu
akan setiap hal yang dapat kita syukuri di setiap situasi yang berat
dan menekan. Kitapun diingatkan serta ditunjukkan oleh Tuhan akan
berkat-berkat yang sebelumnya tiada kita sadari selagi kita merasa
kita sedang tidak menerima satupun berkat. Dan setelah mata kita
dicelikkan, betapa kita akan terkejut betapa limpah dan banyaknya itu
semua disediakan dan dianugerahkan Tuhan bagi kita yang berharap
hanya kepada-Nya.
Pengharapan
memampukan kita untuk kuat menjalani hidup bahkan menikmati
perjalanan itu sampai pada akhirnya. Seperti Musa di puncak Pisga
yang sekalipun hatinya sesak karena tak diijinkan masuk Kanaan, ia
dikuatkan saat melihat ke belakang dengan syukur bahwa sepanjang
empat puluh tahun yang berlalu, telah begitu banyak mujizat yang
Tuhan adakan, yang menjadi keyakinan dan pengharapannya bahwa Yosua
sang penggantinya akan mampu membawa seluruh bangsa menerima janji
Tuhan mewarisi tanah perjanjian.
BERGEMBIRA KARENA
PENUH PENGHARAPAN
Seorang anak yang
menanti hadiah dari orang tuanya pada hari ulang tahunnya menanti
dengan penuh harap. Penantian ini semakin membesarkan hati saat hari
pemenuhan janji semakin mendekat. Hampir pasti hari-harinya semakin
dipenuhi kegembiraan. Pengharapan yang sama membuat hari-hari
sepasang kekasih dihiasi kebahagiaan lebih-lebih hari pernikahan
semakin mendekati.
Pengharapan dalam
Tuhan seharusnya lebih lagi. Semakin kita yakin Tuhan akan menjemput
kita dan membawa kita dalam persekutuan di tempat yang abadi,
menjadikan hari-hari kita di dunia kita lalui dengan sukacita, bukan
dukacita. Meskipun banyak hal mencoba menyusupkan kesedihan di hati
tapi pengharapan yang dikerjakan Roh-Nya dalam kita akan mengalahkan
semuanya.
Tanda pertama hidup
kita memiliki pengharapan dalam Kristus adalah hati kita dimampukan
selalu untuk bersyukur, bersukacita dan menjalani hidup yang bebas
dari perasaan negatif, buruk, tertekan dan murung.
Sudah saatnya dunia
menemukan orang-orang yang menyunggingkan senyum dan tetap tertawa
dalam keadaan krisis seperti apapun di dunia. Dan biarlah orang-orang
itu adalah orang-orang tebusan Tuhan yang telah mencicipi sorga di
bumi sekalipun belum sampai di sana.
Adakah orang itu
Anda?
Salam revival
Indonesia penuh
kemuliaan Tuhan
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 2
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA Bagian 3
MENGUKUR PENGHARAPAN KITA? Bagian 4 (terakhir)
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.