KOMUNITAS PERSATUAN INTERDENOMINASI GEREJA YANG MEMPERJUANGKAN TERJADINYA KEBANGUNAN ROHANI

GEREJA YANG HILANG DALAM DUNIA YANG TERHILANG

Posted By passion for revival on Selasa, 21 Juni 2016 | 12:06 PM





Pengamatan menyeluruh atas Gereja masa kini membuat orang bertanya-tanya berapa lama lagi Allah yang kudus dapat menahan diri dari pelaksanaan ancaman-Nya untuk memuntahkan perkara-perkara Laodikia ini dari mulut-Nya. Karena apabila ada satu hal yang disetujui bersama oleh para pengkhotbah, maka hal itu adalah bahwa jaman Gereja sekarang ini adalah jaman Laodikia.

Dan walaupun kepala kita sudah seperti telur di ujung tanduk, kita orang-orang percaya ini miskin, malas, suka yang mewah, tidak punya kasih, dan serba kurang. Walaupun Allah kita yang penuh belas kasihan mengampuni dosa kita, menyucikan kejahatan kita, dan mengasihani kebodohan kita, hati kita yang suam-suam kuku adalah kenajisan pada pemandangan-Nya. Kita harus panas atau dingin, menyala-nyala ataumembeku, terbakar habis atau terusir keluar. Allah membenci yang kurang panas dan kurang kasih.  


Kristus sekarang ini “terluka di rumah sahabat-sahabat-Nya.” Pada masa sekarang Kitab Suci dari Allah lebih menderita oleh penafsir-penafsirnya daripada oleh karena lawan-lawan-Nya!

Kita begitu longgar dalam penggunaan ayat-ayat Kitab Suci, memutar-balikkan penafsirannya, dan begitu malas sampai tidak mampu mengambil kekayaannya yang tak terukur itu. Tuan Pengkhotbah akan memperlicin kefasihan lidahnya dan berkhotbah dengan berapi-api, melayani Tuhan dengan semangat dan keringat untuk membela pengilhaman Alkitab. Tetapi saudara kita kekasih yang sama ini juga, dalam beberapa hembusan nafas kemudian, dengan ketenangan yang mematikan terdengar merasionalisasikan Firman yang terilhami itu menyatakan bahwa mujizat-mijizat itu sudah kuno dan dengan tegas mengatakan: “Teks ini bukan untuk jaman sekarang.” Dengan demikian iman yang sedang menghangat dari orang yang baru percaya dipadamkan oleh ketidakpercayaan sang pengkhotbah.

Hanya Gereja sendirilah yang dapat “membatasi Yang Kudus dari Israel,” dan hari ini Gereja telah menyempurnakan keahliannya melakukan hal itu. Jika ada peringkat dalam hal kematian, maka yang paling mati yang saya ketahui adalah berkhotbah mengenai Roh Kudus tanpa pengurapan Roh Kudus.

Dalam berdoa, dengan kecongkakan yang tak terampuni kita berusaha, untuk memohon Roh yang terberkati itu datang dengan anugerah-Nya—tetapi tidak dengan karunia (adikodrati)-Nya!

Inilah jamannya Roh Kudus dibatasi dan diasingkan, bahkan juga di lingkungan orang-orang kristem. Kita perlu berkata bahwa kita menginginkan Yoel 2 digenapi. Kita berseru, “Curahkanlah Roh-Mu atas semua daging!” tetapi menambahkan peringatan yang tidak diucapkan, “tetapi jangan biarkan anak perempuan kami bernubuat, atau anak-anak muda kami melihat penglihatan-penglihatan!”

“Oh, Allahku! Bila di dalam berkembangnya ketidakpercayaan kami dan dalam senja teologis kami, serta tidak berkuasanya kerohanian kami, kami telah mendukakan dan terus mendukakan Roh Kudus-Mu, maka dalam belas kasihan-Mu muntahkanlah kami dari mulut-Mu! Jika Engkau tidak dapat melakukan sesuatu dengan kami dan melalui kami, maka tolong, Tuhan, lakukan sesuatu tanpa kami!Lewati saja kami dan ambil saja bangsa yang sekarang tidak mengenal Engkau! Selamatkan, kuduskan, dan penuhi mereka dengan Roh Kudus bagi suatu pelayanan mujizat! Kirimkan mereka keluar ‘indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya, dahsyat seperti bala tentara dengan panji-panjinya’ untuk memulihkan Gereja yang sakit dan menggoncangkan dunia yang jenuh-dosa!”

Renungkanlah  : Allah tidak punya apa-apa lagi yang harus diberikan-Nya kepada dunia ini. Dia sudah memberikan Putra-Nya yang Tunggal bagi para pendosa; Dia memberikan alkitab kepada semua orang; Dia memberikan Roh Kudus untuk menginsyafkan dunia dan memperlengfkapi gereja. Tetapi apa gunanya buku cek jika ceknya tidak ditandatangani? Apa gunanya suatu persekutuan, walaupun persekutuan itu penting, jika Tuhan yang hidup tidak hadir?

Kita harus menganalisa Firman kebenaran dengan benar. Teks “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok” (Wahyu 3:20), tidak ada hubungannya dengan pendosa dan Juruselamat yang menanti. Tidak! Inilah gambaran tragis dari Tuhan kita, berdiri d depan pintu gereja Laodikia-Nya mencoba untuk masuk. Bayangkan itu! Sekali lagi, dalam kebanyakan pertemuan doa, teks apa yang lebih sering digunakan daripada “di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, disitu aku  ada di tengah-tengah mereka?” Tetapi terlalu sering dia tidak ada di tengah-tengah kita; Dia ada di depan pintu! Kita menyanyikan puji-pujian-Nya, tetapi menghindari pribadi-Nya!

Dengan setumpuk buku di sampan kita dan catatan pinggir di alkitab sebagai penuntun, kita hampir-hampir mengimunisasi diri kita sendiri dari kebenaran yang menghanguskan dari Firman Allah yang tidak berubah itu!

Saya tidak terlalu heran akan kesabaran Tuhan atas para pendosa yang berhati batu jaman ini. Lagipula, apakah kita sendiri tidak akan besabar dengan orang yang buta sekaligus tuli? Dan begitulah kondisi para pendosa. Tetapi saya heran sekali akan kesabaran Tuhan terhadap gereja yang mengantuk, malas, dan mementingkan diri sendiri ini! Problema Allah yang sebenarnya adalah gereja yang terhilang dalam dunia yang terhilang.

Oh, kita percaya yang bangkrut, buta, dan besar cakap! Kita telanjangdan tidak mengetahuinya. Kita kaya (belum pernah kita mempunyai barang-barang sebanyak sekarang), tetapi kita miskin (belum pernah kita begitu kekurangan pengurapan!) kita tidak kekurangan apa-apa (tetapi tidak memiliki hampir segala sesuatu yang dimiliki Gereja mula-mula.) Dapatkah Dia berdiri “ditengah-tengah” sementara kita bermain-main tanpa rasa malu dalam ketelanjangan rohani kita?

Oh, betapa kita memerlukan api! Dimanakah kuasa Roh Kudus yang menghantam para pendosa dan memenuhi altar-altar kita? Hari ini kita lebih tertarik untuk memenuhi gereja dengan doa. “Allah kita adalah api yang menghanguskan.” Allah dan api tidak dapat dipisahkan; begitu juga manusia dengan api. Sekarang ini kita, setiap pribadi, sedang menjejaki jalan setapak yang menyala seperti bara-api-yaitu-api-neraka, bagi pendosa, dan api-penghakiman bagi orang percaya! Karena Gereja telah kehilangan api Roh Kudus, berjuta-juta orang jatuh ke api-neraka.   

Nabi Musa dipanggil oleh api. Elia memanggil turun api. Elisa membuat api. Mikha menubuatkan api. Yohanes pembaptis berseru, “Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus, dan dengan api.” Yesus berkata, “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi.” Jika kita takut kehilangan kesempatan mengalami baptisan api setakut kita kehilangan kesempatan mengalami baptisan air, kita akan mendapatkan Gereja yang menyala-nyala dan Pantekosta yang baru. Gereja yang menyala-nyala dan Pentakosta yang baru. “Manusia lama” kita mungkin dapat mengelakkan baptisan air, tetapi ia akan dimusnahkan dalam baptisan api, karena Dia akan “membakar sekam itu dengan api yang tidak akan terpadamkan.” Sebelum mereka disucikan-api, para rasul pengerja-mujizat yang memandang kemuliaan kebangkitan-Nya itu, tidak akan dapat melayani salib.

Dengan wewenang dari manakah orang-orang pada jaman ini melakukan pelayanan di negeri ini ataupun di luar negeri tanpa suatu pengalaman di “ruang atas?” Kita tidak kekurangan pengkhotbah-pengkhotbah yang dinubuatkan, tetapi secara sangat menyedihkan kekurangan pengkhotbah-pengkhotbah yang bernubuat. Kita tidak memohon penafsir-penafsir rohani dan peramal-peramal sensasional. Hanya tersisa sedikit saja ruang lingkup topic untuk diramalkan, karena kita telah memiliki Buku itu dan penyigkapan akan pikiran Tuhan ada di dalamnya. Tetapi kita memang memerlukan orang-orang yang tampil berbicara dengan terus terang. Tidak seorang pun dapat memonopoli Roh Kudus, tetapi Roh Kudus dapat memonopoli manusia. Orang-orang seperti itulah para nabi. Mereka tidak pernah diharapkan, tidak pernah diumumkan kedatangannya, tidak pernah diperkenalkan—mereka datang begitu saja. Mereka diutus, dan dimeteraikan, dan sensasional. Yohanes pembaptis “tidak membuat mujizat”—artinya tidak ada serbuan manusia-manusia terlantar yang meminta dia menyentuhkan jamahan kesembuhan. Tetapi dia membangkitkan bangsa yang mati rohani!

Orang akan terheran-heran pada para penginjil kita yang tanpa malu mengumkan bahwa mereka baru saja mengalami kebangunan rohani yang indah dengan beribu-ribu orang berdesakan di altar, dan kemudian menambahkan, untuk menenangkan kaum fundamentalis yang serius itu, “tetapi, dapatkah gempa bumi terjadi tanpa sensasi? Atau angin ribut tanpa kekacauan? Apakah pelayanan Wesley yang menghanguskan itu tidak menyebabkan pergolakan? Gereja Inggris membanting semua pintu di depan muka “utusan Allah yang namanya John—Wesley. Tetapi “kaum Canute yang agamawi” tidak dapat menahan gelombang kebangunan rohani Roh Kudus.

Orang yang terberkati ini, Wesley, keluar dari Universitas Oxford, karena “gagal total,” secara menyolok, menurut perkataannya sendiri (bahkan dengan otak seorang sarjana kobaran api seorang fanatic, dan lidah seorang ahli pidato). Kemudian tibalah 24 Mei 1738, ketika John Wesley di persekutuan doa Aldergate Street, dilahirkan dari Roh; dan kemudian dipenuhi dengan Roh. Dalam waktu 13 tahun orang yang dibaptis-api ini menggoncangkan tiga kerajaan. Dan Savonarola menggoncangkan Florence di pusat Italia sampai wajah “biarawan gila” itu menjadi semacam teror di Florentine pada jamannya, dan menjadi cemoohan kaum agamawi.

Saudara-saudaraku, dalam terang “takhta penghakiman bema,” kita lebih baik hidup enam bulan dengan hati seperti gunung berapi, mencela dosa di tempat di tempat tinggi maupun rendah dan mempertobatkan bangsa ini dari kuasa Setan kepada Allah (seperti yang dilakukan Yohanes pembaptis), daripada mati penuh penghargaan gerejawi dan gelar-gelar teologis dan menjadi sasaran tertawaan neraka dan orang-orang yang tidak punya nilai rohani. Mengecam “bangsawan-bangsawan minuman keras” dan mengutuki politikus-politikius korup tidak akan menyalakan api di kepala kita. Kita dapat melakukan keduanya, dan tetap menguasai kepala kita. Kita dapat melakukan keduanya, dan tetap menguasai kepala dan mimbar kita. Nabi-nabi menjadi martir karena mencela agama palsu dengan istilah-istilah lantang samar. Dan jika kita juga melihat “agama palsu” menipu orang-orang yang masih hidup dan merampok kekasih-kekasih kita masuk dalam penantian atau ketika kita melihat imam-imam memimpin mereka ke neraka di bawah suatu panji berupa salib, kita harus terbakar melawan mereka dengan kemarahan yang kudus. Baru, kemudian, barangkali, untuk memimpin jalan ke reformasi abad dua puluh, kita akan terbakar dalam api kemartiran.

Dengan air mata, pandanglah berita ini: “kekristenan yang lumpuh sekarang mendengar iman-iman agama palsu memuji penginjil-penginjil Kristen!” Dengan segenap hati nurani, dapatkah anda membayangkan kaum agamawi yang sama menyambut seorang Luther dengan tepuk tangan, atau mensposori seorang Savonarola?" Oh! Allah, kirimkan kami khotbah-khotbah nubuat yang memeriksa iri hati dan menghanguskan! Kirimkan, kami satu ras pengkhotbah martir orang-orang yang berbeban, runduk, melengkung, dan patah di bawah visi penghukuman yang mengancam dan malapetaka neraka yang tak ada akhirnya bagi orang-orang yang tidak bertobat!

Pengkhotbah-pengkhotbah membuat mimbar-mimbar termasyhur; nabi-nabi membuat penjara-penjara termasyhur. Semoga Tuhan mengirimkan nabi-nabi kepada kita—orang-orang dahsyat, yang berseru keras-keras dan tidak kompromi, yang memercik bangsa-bangsa dengan seruan “celaka” yang penuh pengurapan—orang-orang yang terlalu panas untuk dipegang, terlalu keras untuk didengarkan, terlalu tanpa ampun untuk diajak kompromi. Kita bosan dengan orang-orang bepakaian halus yang berbicara halus-halus dan menggunakan selautan kata-kata dengan sesendok pengurapan. Orang-orang ini lebih tahu tentang persaingan daripada pengudusan, tentang promosi daripada tentang doa. Mereka menukar pelipatgandaan dengan propanganda dan lebih mengurusi kebahagiaan gereja daripada kesucian gereja mereka.

Oh, dibandingkan dengan gereja perjanjian baru, (Gereja mula-mula) betapa kita jauh di bawah mereka, betapa dibawah standarnya kita ini! Doktrin yang benar menyebabkan kebanyakan orang percaya tidur nyenyak, karena huruf-huruf saja tidak cukup. Huruf-huruf itu harus dinyalakan! Huruf ditambah dengan Roh yang “menghidupkan.” Khotbah yang benar dalam bahasa Indonesia yang sempurna dan penafsiran yang tidak bercacat dapat menjadi sama hambarnya dengan sesuap pasir. Untuk merampok gereja palsu dan melumpuhkan komunisme kita memerlukan Gereja yang dibaptis api. Sebuah belukar menyala menarik Musa; Gereja yang berkobar-kobar akan menarik dunia, sehingga dari tengah-tengahnya mereka akan mendengarkan suara Allah yang hidup.

(kutipan dari buku "Mengapa Kebangunan Rohani Tertunda" karya Leonard Ravenhill")
 
 
   
 
   
Blog, Updated at: 12:06 PM

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon TIDAK menggunakan kata-kata kotor atau kasar yang tidak memuliakan nama Tuhan. Terima kasih atas perhatiannya. Salam Revival!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.